Mohon tunggu...
SALMAN
SALMAN Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh Pendidikan

#Pulang Dengan Bahagia

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

BIRU: Vichy, Aku Kembali (Eps.3)

30 November 2023   10:01 Diperbarui: 18 Januari 2024   18:46 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keretapun melaju dengan kencang, meskipun aku tidak menaiki Train Grand Vitesse (kereta cepat Prancis) tapi kereta ini cukup cepat juga dan suasana didalamnya juga cukup nyaman. Pemandangan yang disuguhkan selama perjalanan dari Paris ke Vichy pun tak kalah indah. Berbagai perkampungan yang memiliki bangunan khas Eropa pun tak luput dari pandanganku. Akhirnya untuk kedua kali aku kembali ke Benua Biru ini, sebuah Benua yang katanya memiliki segudang budaya, peradaban dan kemajuan teknologi. Namun bagiku Eropa dan Prancis merupakan tempat yang tak pernah terbayangkan akan ku injak dan berdiam didalamnya.

          Tiga jam berlalu, akhirnya aku tiba di kota Vichy, Kota yang memiliki segudang sejarah Prancis dan juga kenangan bagi diriku secara pribadi. Tiga belas tahun sudah kutinggalkan kota ini, tak banyak yang berubah. Begitu tiba di Gare de Vichy, aku langsung disambut dengan kenangan waktu itu. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota ini terasa begitu asing. Ntah itu orangnya, ntah itu budayanya dan juga udaranya.

          "Bonjour monsieur Salman" Seseorang menyapaku

Dia adalah Bu Monique dengan suaminya Pak Bernard. Mereka orang tua angkatku selama aku berada di Vichy ini. Sebelumnya memang kami saling kontak terlebih dahulu melalui email dan whatsapp. Aku mencoba mengeksplor tentang mereka dan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di rumah mereka. Maklum tiga minggu tinggal di rumah orang yang tidak dikenal dan berbeda budaya sebenarnya bukan hal yang mudah.

          Pak Bernard dan istrinya Bu Monique ini usianya sudah lanjut, si Bapak berusia 75 tahun dan si Ibu berusia 73 tahun. Tapi si Ibu masih kelihatan awet muda walaupun si Bapak memang tampak kondisi fisik seperti orang kebanyakan yang berusia segitu. Dengan hangat mereka menyambutku dan membawaku ke rumahnya dengan menggunakan mobil pribadinya. Jangan bayangkan mobil di Prancis ini gede-gede, tidak teman. Mobil di Prancis ini kebanyakan sedan karena mereka memang menyesuaikan dengan kondisi jalan di Prancis yang tidak terlalu lebar.

          Sepanjang perjalanan aku hanya tersenyum saja, bagaikan mimpi yang tak pernah terbayangkan akan menjadi kenyataan. Kalaupun ini mimpi, aku tak pernah mau untuk bangun dan melenyapkan kenangan indah ini. Setiap sudut kota yang pernah kusinggahi dulu bersama teman-teman kini kembali dengan nuansa yang berbeda walau dengan bangunan yang sama. Ku lewati Htel de Ville (Balai Kota) kota Vichy yang mirip dengan yang ada di Paris sambil kupandangi juga apartemen yang dulu menjadi tempat tinggalku. Namun selain kenangan indah itu kuselipkan juga seuntai doa  untuk kedua temanku yang kuanggap seperti kakak sendiri selama disini. Masih terlintas senyuman mereka cara bicaranya walaupun mereka kini telah menghadap Ilahi.

Jalanan Kota Vichy, Prancis di musim gugur (dok. pribadi)
Jalanan Kota Vichy, Prancis di musim gugur (dok. pribadi)

          "Wow votre maison est grande" Aku terkejut melihat rumah keluarga ini cukup besar untuk ukuran orang Prancis. Rumah yang terletak di gang buntu ini memiliki dua lantai, dari depan sekilas seperti ruko karena tidak ada teras, ya kebanyakan rumah di Vichy tidak memiliki teras tapi mereka memiliki halaman belakang. Begitu masuk melalui pintu depan langsung disuguhkan dapur disebelah kanan dan ruang makan di sebelah kiri lalu ruang keluarga dan ada satu kamar didekat tangga. Aku langsung di bawa Monique (Orang Prancis walaupun sudah tua lebih senang dipanggil nama saja ketimbang ditambahi Ibu atau Bapak) menuju ke kamarku di lantai dua. Tapi sebelum sampai di lantai dua atau bisa dibilang lantai satu setengah aku ditunjukkan posisi toilet. Dalam budaya Prancis, toilet dan kamar mandi dibuat terpisah. Nah di rumah ini toilet berada di lantai satu setengah dan kamar mandi berada disamping kamarku.

          Di lantai dua terdapat tiga kamar, katanya seminggu setelah aku datang maka akan tiba pelajar dari Meksiko yang akan menempati kamar di sebelah ku. Tapi dia mengingatkan bahwa untuk kamar mandi dan toilet kami harus berbagi. Bagiku tak masalah karena untuk mandi di musim gugur ini yang sangat dingin mungkin akan sangat cepat dilakukan atau bahkan sekedar bersih-bersih biasa. Lagi-lagi aku terkejut ketika mulai memasuki kamar, ternyata kamar ini luas juga jika kutinggali sendiri. Terdapat tempat tidur, gantungan baju, meja kerja dan kuperhatikan keluarga ini benar-benar mendekorasi rumahnya dengan apik dan berbahan kayu. Bagi mereka suatu hal yang mewah jika rumah itu terdapat unsur kayu didalamnya.

          Vichy tetaplah Vichy, kota ini sangat tenang dan sunyi. Ini adalah Kotanya para orang tua seperti keluarga angkatku ini. Mereka dulunya punya toko dan sekarang mereka sudah pensiun dan menikmati masa pensiunnya. Vichy dengan penuh sejarahnya termasuk peranan besar Napoleon 3 yaitu ponakan dari Napoleon Bonaparte. Vichy memiliki sumber mata air bersoda yang menjadi ciri khas kota ini. Vichy juga memiliki produk kecantikan yang terkenal seantero dunia. Tapi Vichy memang tidak lebih besar dari kota Lyon yang menjadi tetangganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun