Mohon tunggu...
SALMAN
SALMAN Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh Pendidikan

#Pulang Dengan Bahagia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Cinta dari Nabi Ibrahim

1 Juli 2023   11:19 Diperbarui: 1 Juli 2023   11:20 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2023 atau 1444H ini, seluruh ummat Islam di berbagai penjuru dunia secara suka cita merayakan hari raya Idul Adha. Perayaan ini berbeda dari perayaan hari besar Islam lainnya karena pada hari Idul Adha ini berlangsung tiga ritual keagamaan yaitu pelaksanaan ibadah haji, sholat Idul Adha dan berqurban. Peristiwa atau ritual ini tidak terlepas dari kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam. 

Nabi Ibrahim Alaihissalam mendapat perintah dari Allah SWT dalam bentuk mimpi seperti yang tercantum dalam Qur'an Surat As-Saffat ayat 102 yang artinya:

"Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?"  

Sebagai seorang manusia tentu perintah seperti ini akan memberatkan bagi kita untuk melaksanakannya. Apalagi anak yang harus dikurbankan itu merupakan hasil penantian selama berpuluh-puluh tahun. Dalam catatan bahwa Nabi Ibrahim mendapatkan Ismail ketika berumur kira-kira 86 tahun. Namun tentunya Allah telah memilih hambaNYA yang tepat untuk diangkat sebagai seorang Nabi dan Rasul. Nabi Ibrahim sebagai seorang hamba dan utusan Allah tentu dengan mendapatkan perintah dari Allah tanpa ragu pastinya melaksanakan perintah tersebut. Dan dari sisi Ismail juga demikian, dengan lantang Ismail yang saat itu masih remaja menaati perintah Allah dengan jawaban yang tegar dan menenangkan hati sang Ayah.

Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." (Q.S. As-Saffat: 102).

Kemudian, setelah membaringkan Ismail untuk disembelih, Allah memanggil Nabi Ibrahim dan menghentikannya. Allah SWT pun memberikan mukjizatnya dengan mengganti Ismail dengan sembelihan hewan yang besar seperti yang tertulis dalam surat As Saffat ayat 107
     "Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar"

Peristiwa atau kisah Nabi Ibrahim dan Ismail ini dapat kita ambil pelajaran berharga yaitu bagaimana rasa cinta dipupuk dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 

1. Cinta kepada Allah SWT

Kecintaan kepada Allah SWT merupakan rasa cinta yang utama yang harus dimiliki oleh hamba-hamba Allah SWT. Cinta kepada Allah merupakan suatu konsekuensi dari wujud keimanan kita. Ketika kita bersaksi bahwa tiada Tuhan yang layak disembah selain Allah SWT maka pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang ada pada diri kita semata-mata ditujukan untuk DIA sang pemilik. 

"Orang-orang yang beriman sangat mendalam cintanya kepada Allah.". Qs Al-Baqarah : 165

Rasa cinta ini tidak dapat didefinisikan namun dapat dirasakan oleh mereka yang benar-benar mencintai. Sehingga rasa cinta ini akan terwujud dalam tingkah laku dan keseharian kita. Jika kecintaan kepada Allah merupakan kecintaan yang utama terpatri di hati kita maka pasti akan sangat rindu untuk melaksanakan perintah-perintahNYA dan akan membenci dengan tidak melakukan apa yang dilarangNYA.
 

2. Cinta kepada Keluarga

Nabi Ibrahim sering juga digelari sebagai Bapaknya para Nabi, karena dari keturunan Nabi Ibrahim lahirnya para nabi dan Rasul termasuk juga Nabi Muhammad SAW yang merupakan garis keturunan dari Nabi Ismail. Kebijaksanaan Nabi Ibrahim juga dapat kita lihat dari berbagai kisah beliau. Termasuk juga bagaimana cara beliau berdiskusi dengan Nabi Ismail ketika perintah penyembelihan itu turun. Nabi Ibrahim dengan lembut menanyakan pendapat putranya tersebut. Dengan kebijaksanaan beliau maka lahirlah jawaban Nabi Ismail seperti yang tercantum pada ayat 102 surah As Saffat. Namun kecintaan beliau kepada keluarga tidak mengalahkan kecintaan beliau kepada Sang Khalik. Sehingga dari keimanan yang kokoh ini lahirnya anak-anak yang tangguh dalam keimanan dan ketaqwaan.

Allah berfirman:

(120)Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah), (121) dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus. (122) Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia, dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang yang shalih. (QS An-Nahl :120-122)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun