Mohon tunggu...
Salman Faris Alkatiri
Salman Faris Alkatiri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

jurnalisme warga tak seribet nganunya Mario Teguh.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mentri Kondom RI

3 Desember 2013   00:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:24 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih sangat hangat di telinga publik mengenai pekan kondom nasional yang diusung Menkes RI.Apalagi terdengar kabar, dana yang dialokasikan untuk kegiatan ini sebesar Rp 50 Milyar. Tidak adakah orang miskin yang sakit lagi di negeri ini hingga dana yang sebegitu besarnya terpaksa dialokasikan dengan membagi-bagikan kondom? Padahal baru saja terdengar ada pemulung yang menemukan bayi dan ketika dibawa ke rumah sakit, ada dua rumah sakit yang menolak karena khawatir biaya perawatan sang bayi tidak sanggup dibayar oleh si pemulung tersebut.

Sebenarnya tujuan dari bagi-bagi ‘balon’ gratis ini apa? Malah mengundang kontroversi di kalangan masyarakat! pemerintah justru telah gagal membangun karakter pemuda-pemudi Indonesia karena melegalkan kondom melalui program itu.

kalau menurut Raihan Iskandar yang merupakan Anggota Komisi VIII DPR, “pesan tersembunyi dari program kondomisasi adalah melegalkan free sex. Lebih jelasnya, jika tidak mau hamil karena berhubungan seks, maka kondom adalah solusinya. Akhirnya, dengan kondom maka anak bangsa bisa leluasa berhubungan seks bebas.

Yang mengerikan adalah ketika adanya kampanye kondomisasi ini, pemuda yang sebelumnya tidak terlintas di pikirannya untuk berhubungan seks dengan pacarnya, bisa jadi kemudian terlintas di pikirannya untuk mencoba kondom. Ini namanya lebih besar mudharat dari pada manfaatnya. Sudah manfaatnya belum tentu dapat (mencegah penularan HIV-red), mudharatnya sudah hampir pasti, yaitu makin merebaknya praktik free sex”

Materi iklan pekan kondom nasional yang diinisiasikan oleh Kemenkes ini jelas telah menghianati UU Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Khususnya Pasal 4 yang menyebut  setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit.

Kata Menkes gini ; Lebih bahaya bagi-bagi rokok daripada bagi-bagi kondom. Memang benar bu, tapi substansi dari program ini yang menjadi kontroversi!  Kata-katanya tadi mencerminkan sebuah pesan manipulatif dan tendensius. Sama dengan melarang anaknya makan permen sambil menyuapi es krim ke dalam mulut anaknya.

Ada 2 hal yang secara langsung membuktikan beliau tidak konsisten dengan perkataannya sekaligus mendukung keberlanjutan dari aktivitas pelacuran dan pengguna narkoba.

Begini Kata beliau ; pembagian kondom biasanya dilakukan tidak di sekolah atau di kampus melainkan di tempat-tempat yang rawan dengan kegiatan seks yang beresiko penularan HIV/AIDS seperti di kawasan pelacuran, tempat hiburan malam, dan kalangan pengguna narkoba.

Yang pertama, beliau mengatakan bahwa pembagian kondom tidak dibagikan di sekolah ataupun di kampus. Nyatanya? Kampus UGM menjadi salah satu target pekan kondom nasional ini. Jelas-jelas aktivitas kampus itu didominasi oleh mahasiswa yang merupakan pemuda dan sudah pasti lebih banyak yang belum berkeluarga. Beliau ingkar dengan statement yang dibuatnya seperti yang tertera di atas.

Kedua, kondom dibagikan di “tempat-tempat yang rawan dengan kegiatan seks yang beresiko penularan HIV/AIDS seperti di kawasan pelacuran, tempat hiburan malam, dan kalangan pengguna narkoba.” ibu bagi kondom ke situ, secara tidak langsung ibu berkata seperti ini kepada mereka ; Kalau mau melacur, ingat bawa kondom, nanti kasih ke pelanggannya biar kalau ngeseks tidak terjangkit HIV/AIDS. Buat kamu yang pakai narkoba, bisa saja kamu terjangkit HIV/AIDS melalui jarum suntik, makanya pakai kondom ini biar kalau ngeseks, ceweknya tidak gampang terjangkit.

Ini jelas meludahi budaya timur yang selama ini kita jadikan pegangan dalam kehidupan sosial masyarakat. Yang saya takutkan, ketika pekan kondom nasional ini dilaksanakan, banyak pemuda yang sebelumnya masih lazim terhadap ‘balon kenikmatan’ ini menjadi tertarik untuk membelinya dan menjadi penasaran untuk mencobanya.

Bu, apakah tidak ada lagi program kesehatan yang lebih berkualitas dan membawa manfaat untuk seluruh lapisan masyarakat? Kalaupun ingin mencegah HIV/AIDS, apakah harus dengan membagi-bagikan kondom? Saya pikir ini bukan mencegah AIDS malah memperbanyak pelanggan produk kondom dari pelaku free seks. Awalnya gratis, besok-besok keterusan. Strategi marketing perusahaan kah?

Maaf ya Ibu menteri, Saya lebih senang menyebut predikat anda sebagai ‘MENTERI KONDOM Republik Indonesia’

(SFA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun