Mohon tunggu...
Salma Laila
Salma Laila Mohon Tunggu... Mahasiswa - universitas muhammadiyah surakarta

mahasiswa ilmu quran tafsir universitas muhammadiyah surakarta

Selanjutnya

Tutup

Horor

Aku si Pembohong

26 Mei 2024   07:33 Diperbarui: 26 Mei 2024   07:37 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AI Generator, Imagine

Deru mobil terdengar jelas dari sini. Kupantul pantulkan bola basket yang ada ditanganku, mempelajari teknik dribble yang baru saja diajarkan padaku. Aku bersekolah di sekolah dasar di pinggiran jalan raya. Dengan lilitan jilbab lebar aku tetap masih bisa melakukan gerakan bebas seperti melompat dan berlari.

Pukul 15.00

Sembari menunggu jemputan kumainkan bola basket yang tadi pagi kumainkan. Aku suka bermain bola kala itu, tak seperti anak perempuan pada umumnya yang bermain boneka. Aku bahkan tidak suka dengan boneka.

Bola terjatuh dari tanganku, menggelinding ke arah jalan raya. Sejalan dengan hal itu, aku melihat keluargaku melambaikan tangan padaku. Ahh rupanya aku sudah dijemput. Ayah segera menggandengku menuju mobil disebrang jalan. Entah bagaimana bola itu sekarang, kubiarkan begitu saja di tengah jalan raya. Aku pikir ayah akan membawaku menuju mobil. Namun dugaanku salah, kita menuju gang sempit sebelah mobil kami.

Tiba tiba langit yang begitu cerah berubah menjadi kelam seketika. Sontak kami semua terkejut karnanya. Menatap langit keheranan sembari terus berjalan menuju ujung lorong yang begitu panjang.

“Gebrak!”

Suara barang barang yang tadi kami lewati terjatuh. Kami menoleh ke belakang bersamaan dengan adanya erangan keras dari seekor binatang buas bermata merah. Tak ayal, kami langsung berlari menuju arah berlawanan dari binatang tersebut. Satu dari kami terjatuh, seketika tubuhnya koyak dicabik binatang tersebut. Seketika binatang tersebut hilang entah ke mana dengan salah satu keluarga kami. Namun, kami terus berlari dan berlari karna merasa masih dalam ancaman. Benar saja, tiba tiba binatang lain muncul dibalik semak dan sekali lagi mengambil salah satu dari kami dan menghilang.

Tersisa aku, ayah, dan seorang kerabatku. Kakiku terus berlari tanpa henti, lelah menjalar di seluruh tubuhku. Se-gerombolan kelelawar bermata merah mengejar kami. Kakiku tak sanggup lagi untuk berlari ayah segera menggendongku lalu kelelawar menyambar tubuhku. Rasa sakit tak terelakkan ketika kukunya mencengkeram tubuhku. Bayangan hitam memenuhi pandanganku

 "Aa ...”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun