Hari kesehatan mental seluruh dunia diperingati setiap 10 Oktober, tapi banyak dari kita yang belum sepenuhnya memahami dan belum menganggap penting apa yang seharusnya kita lakukan pada peringatan kesehatan mental tersebut.Â
Kesehatan mental yang dideskripsikan WHO (World Health Organization) sebagai keadaaan dimana bukan hanya bebas dari penyakit, kecacatan, dan kelemahan, tetapi sehat fisik, mental (spiritual) dan sosial yang utuh.Â
Sedangkan salah satu pakar kesehatan, Merriam Webster, menjelaskan bahwa kesehatan mental merupakan keadaan kesejahteraan secara emosional dan psikologis, yang mana seseorang dapat memanfaatkan kemampuan kognitif dan emosional mereka, berfungsi dalam komunitas mereka, dan memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.Â
Tentu kita harus tahu bahwa menjaga mental agar tetap dalam keadaan waras dapat membantu kita lebih produktif ketika melakukan sebuah kegiatan atau sekadar menjalani hari-hari biasa.Â
Untuk itu, peringatan kesehatan mental perlu diperingati dengan lebih peka terhadap emosi apa yang tengah kita rasakan sebagai bentuk kepedulian terhadap diri sendiri.Â
Karena jika bukan diri sendiri yang dapat diandalkan, harus siapa lagi? Maka dari itu, dalam peringatan kesehatan mental pada tahun ini, mari kita rayakan bersama dengan mengetahui apa yang diri kita inginkan dan apa yang harus kita lakukan untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental kita.Â
Seperti yang dikatakan Merriam Webster dalam definisinya tentang kesehatan mental, bahwa kesehatan mental berarti ketika kita mendapatkan kesejahteraan dari segi emosional dan psikologis.Â
Tapi bukan berarti kita harus selalu bahagia sepanjang waktu, cukup dengan merasa baik-baik saja dalam artian yang sebenarnya, dan bukan sedang membohongi diri sendiri jika sedang baik-baik saja,itu saja sudah lebih dari cukup. Bagaimana contoh dari membohongi diri sendiri ini?Â
Salah satunya adalah menanamkan pada diri sendiri bahwa 'harus baik-baik saja' padahal sebenarnya ingin menangis meraung meminta bantuan. Selain hal ini termasuk kedalam pertahanan diri yang beracun, hal ini dapat kita kenal sebagai toxic positivity.
Positif, tapi beracun. Kita sering mengatakan bahwa tidak perlu menangis dan bersedih, ketika sedang ingin menangis dan bersedih karena tak mau merasa diri sendiri terlihat lemah. Padahal hal ini sangat salah.Â
Mengapa begitu? menangis dan bersedih adalah emosi yang perlu dikeluarkan, karena keduanya termasuk reaksi alami manusia untuk meluapkan emosi.Â
Jika terlalu lama ditahan, maka emosi tersebut akan menumpuk, hal ini tentunya bahaya karena bisa saja suatu waktu akan meledak menjadi emosi negatif lainnya yang lebih buruk.Â
Menindak lanjuti hal tersebut agar tidak terjadi dikemudian hari pada diri kita, bagaimana sih cara agar lebih peka atau peduli terhadap emosi sendiri? berikut yang bisa kamu lakukan:
- Kenali Keadaan Diri Sendiri Jika Membutuhkan Waktu untuk Mengumpulkan Energi.Â
Sebagai manusia, pasti kita punya cara sendiri-sendiri untuk mengumpulkan kembali energi positif yang kita punya agar kembali bisa melakukan kegiatan dengan baik.
Seperti dimensi kepribadian manusia yang dikenalkan oleh Carl G. Jung, seorang psikiater asal Swiss, bahwa beliau membagi dua kepribadian manusia, yakni introvert dan ekstrovert.Â
Perbedaan keduanya adalah dari bagaimana cara keduanya mencari atau mengisi kembali energi psikis.Â
Misalnya orang yang cenderung introvert mudah terkuras energinya ketika berbicara dengan orang lain, cara mereka mengisi kembali energinya adalah dengan menyendiri atau di lingkungan sendiri yang sepi dan nyaman untuk memulihkan energi.Â
Sedangkan orang yang berkepribadian condong ke ekstroverts lebih mencari energi melalui bersosialisasi dengan dunia luar, misalnya dengan berkumpul bersama teman-temannya.Â
Semakin banyak orang yang dia temui dan suasana yang hidup, dia akan semakin bersemangat dan energik.
- Berusaha Menghindari Hal yang Membuat Kehilangan Energi Positif
Orang yang memiliki kepedulian tinggi dan merasa tidak enak menolak permintaan tolong orang lain atau yang dikenal dengan istilah people pleaser, akan lebih merasa cepat terkuras energi positifnya karena mereka sibuk memenuhi energi positif orang lain.Â
Hal ini terdengar cukup kejam karena kita terdengar tidak peduli dengan kesusahan orang lain, padahal niatnya untuk kebaikan diri sendiri. Untuk itu, di sini ada batasan yang perlu  dibuat agar tidak berdampak negatif pada diri sendiri baik dari segi mental maupun fisik.Â
Dikutip dari artikel halodoc berjudul, "Dampak Menjadi People Pleaser untuk Kesehatan Mental" bahwa menjadi seorang yang sering meng'iya' kan permintaan orang lain bisa berdampak pada kesehatan mental.Â
Beberapa diantaranya akibat dari menjadi seorang people pleaser adalah mudah cemas dan stress karena merasa 'perlu' mengiyakan permintaan orang lain karena takut dijauhi atau dianggap teman yang tidak peduli.
Hal ini juga berpengaruh pada hilangnya kemampuan diri untuk berkembang menjadi lebih baik, karena kita tentu saja butuh aktualisasi diri untuk mengembangkan kemampuan diri, tapi ketika sumber energi positif kita banyak diserap untuk kebahagian orang lain.
Pasti kita sulit menentukan waktu untuk diri sendiri dan berakhir merasa hampa. Untuk itu, selain perlu adanya batasan diri, juga perlu menetapkan prioritas apa yang perlu kamu dahulukan dan juga memberi afirmasi positif pada diri sendiri.
- Bangun Rasa Percaya Diri dan Harga Diri
Dalam artikel sebelumnya tentang bagaimana cara membangun rasa percaya diri Cara Membangun Rasa Percaya Diri Mulai dari Mengenal Diri Sendiri, bahwa salah satunya adalah dengan mengevaluasi hal yang kita lakukan sehingga dapat memperbaikinya dengan mengatur strategi terlebih dahulu.Â
Hal ini diperlukan agar kita bisa lebih menghargai diri sendiri dalam hal kemampuan, jika kita merasa mampu, pasti akan timbul rasa percaya diri dalam diri kita.Â
Juga dalam hal membangun harga diri, bukan berarti sebelumnya kita tidak punya, tapi sebagai bentuk untuk lebih menegaskan diri kita. Dalam membangun harga diri ini salah satu caranya adalah berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain.Â
Kita perlu menantang hati nurani kritis kita sendiri.
Hati nurani yang kritis seperti pelatih jahat di kepala kita yang terus-menerus mengomeli kita dengan pikiran-pikiran yang merusak diri kita sendiri.
Dialog pemikiran kritis atau "hati nurani" yang diinternalisasi ini bisa melemahkan rasa harga diri kita dan bahkan mengarah pada perilaku merusak diri sendiri atau maladaptif, yang membuat kita merasa lebih buruk tentang diri kita sendiri.
Tentunya hal ini harus kita hindari agar tidak merasa percuma dalam membangun strategi untuk membangun rasa percaya diri. Haal tersebut ditulis oleh Dr. Lisa Firestone dalam artikelnya, "7 Reasons Most People Are Afraid of Love:".Â
"....Meskipun sikap ini bisa menyakitkan, seiring waktu, hal itu telah mendarah daging dalam diri kita. Sebagai orang dewasa, kita mungkin gagal melihat mereka sebagai musuh, alih-alih menerima sudut pandang destruktif mereka sebagai milik kita."
Namun, kita bisa mengatasi hal tersebut dengan lebih menerima diri kita, yang negatif bisa diubah menjadi hal yang lebih baik, lebih memahami apa yang kita butuhkan, juga menerima dan mengahargai apa yang kita inginkan dan nilai kita sendiri.
Dari uraian hal-hal yang dapat kita lakukan untuk lebih peduli dan peka terhadap emosi yang tengah kita hadapi, tentu ada harapan agar akhirnya kita bisa melaksanakan hal-hal yang sudah disebutkan dan juga menghindari hal-hal yang perlu dihindari.Â
Last but not least, ucapkan terima kasih pada diri sendiri yang sudah ada di titik kehidupan ini, sebagai bentuk penghargaan untuk diri sendiri karena sudah kuat menjalani kejamnya kehidupan yang kadang tak peduli di mana posisi roda kita berada.Â
Selamat hari kesehatan mental seluruh dunia, mari lebih peduli dengan diri sendiri dengan lebih memahami dan peka apa yang sedang diri sendiri rasakan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H