Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Jumlah UMKM di Indonesia sampai saat ini mencapai hampir 63 juta.
Dengan jumlah sebanyak itu, tercatat pada tahun 2018, UMKM mampu memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia sebesar 60% atau sebesar Rp 4.800 triliun.
Untuk menjaga keberlangsungan UMKM agar tetap stabil bahkan meningkat, para pemilik memerlukan laporan keuangan bagi usahanya. Laporan Keuangan merupakan instrumen yang penting bagi kegiatan bisnis dalam melaporkan segala transaksi dari seluruh aktivitas bisnis UMKM.
Lalu, bagaimana laporan keuangan yang baik, bersifat relevan, lengkap, mudah dipahami, dan komparatif bagi Anda para pemilik UMKM?
Mulai tanggal 1 Januari 2018, di Indonesia terdapat standar pelaporan keuangan khusus yang bisa dijadikan contoh. Peraturan atau standar tersebut dinamakan SAK EMKM (Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil Menengah).
Sebagai informasi, SAK EMKM merupakan standar yang dibuat dan disahkan langsung oleh Dewan IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Alasan dibuatnya SAK EMKM ini adalah dikarenakan banyak pemilik UMKM yang belum mengetahui cara membuat Laporan Keuangan secara lengkap, mendetail dan komprehensif.
Sesuai dengan peraturan SAK EMKM, minimal pemilik UMKM harus membuat tiga jenis laporan keuangan berikut ini:
Laporan Posisi Keuangan atau Neraca
Laporan Posisi Keuangan atau Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan yang terdiri dari posisi harta (aset), kewajiban (utang), dan modal (ekuitas) pada suatu periode tertentu. Dimana aset merupakan hasil penjumlahan dari liabilitas atau utang dan ekuitas.
Fungsi utama dari penggunaan Laporan Posisi Keuangan atau Neraca adalah untuk mengidentifikasi tren ekonomi berjalan dan membuat keputusan keuangan yang lebih tepat. Data dan informasi dari Laporan Keuangan juga sering dipakai oleh kreditur dan investor untuk menentukan kelayakan investasi dan pemberian kredit terhadap bisnis Anda.