Mohon tunggu...
Salma Alfiana
Salma Alfiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNTIRTA

Seorang mahasiswa yang memiliki jiwa ambisi untuk mencapai suatu keinginan dan memiliki jiwa petualang mengelilingi dunia agar bisa mengenal beragam budaya. Saya sedang menempuh pendidikan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan semester lima Mampu beradaptasi, berinteraksi, bersosialisasi, berinovasi juga memiliki jiwa semangat yang tinggi. Selain itu, saya senang akan hal baru dan baik dalam mengatur waktu.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tingginya Tingkat Pengangguran dan Ketimpangan Sosial di Provinsi Banten

11 November 2024   23:25 Diperbarui: 11 November 2024   23:42 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ketimpangan Sosial/dok. pri

Ketimpangan sosial dan pengangguran menjadi isu yang mendominasi perbincangan di Provinsi Banten dalam beberapa tahun terakhir. Dengan letak geografis yang strategis sebagai penyangga ibu kota, Banten dihadapkan pada dinamika ekonomi dan sosial yang kompleks. Dalam periode 2020 hingga 2024, data menunjukkan adanya peningkatan disparitas antara wilayah yang lebih berkembang seperti Tangerang Selatan dan daerah yang relatif tertinggal seperti Pandeglang dan Lebak. Hal ini menimbulkan sejumlah dampak negatif bagi masyarakat dan menuntut langkah konkret dari berbagai pihak.

Ketimpangan sosial di Banten tidak hanya terjadi di antara individu, tetapi juga antardaerah. Kota Tangerang dan Tangerang Selatan, yang dekat dengan DKI Jakarta, mengalami pertumbuhan ekonomi lebih pesat dibandingkan wilayah selatan dan barat Banten, seperti Lebak dan Pandeglang. Tangerang Selatan dikenal sebagai salah satu kawasan metropolitan dengan banyak pusat bisnis dan industri, sedangkan Lebak dan Pandeglang masih didominasi oleh sektor agraris yang kurang menghasilkan pendapatan tinggi.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pendapatan per kapita di Tangerang Selatan dan Kota Tangerang jauh lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya di Banten. Pada 2020, misalnya, terdapat kesenjangan signifikan antara rata-rata pendapatan masyarakat di Tangerang Selatan dan Pandeglang. Hal ini menciptakan kondisi yang tidak setara, di mana akses terhadap fasilitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur umum lebih terbatas di daerah-daerah yang lebih miskin. Ketimpangan ini semakin tampak dengan adanya perkembangan properti mewah di wilayah Tangerang Selatan, yang berdampingan dengan perkampungan kumuh di wilayah lainnya.

Pengangguran menjadi masalah serius di Banten, terutama sejak pandemi COVID-19 pada 2020. Tingkat pengangguran di Banten tercatat tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional. Pada 2021, BPS mencatat bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Banten mencapai sekitar 10,6%, lebih tinggi dibandingkan dengan TPT nasional yang berada pada kisaran 6,5%. 

Pandemi COVID-19 memperburuk situasi ini karena banyaknya industri yang terdampak, terutama industri padat karya seperti tekstil, manufaktur, dan pariwisata. Di Tangerang Selatan yang banyak memiliki pekerja di sektor jasa dan industri kreatif, banyak pekerja terpaksa dirumahkan atau bahkan mengalami pemutusan hubungan kerja. Di sisi lain, Pandeglang yang bergantung pada sektor pertanian juga terdampak karena adanya gangguan distribusi dan penurunan daya beli masyarakat.

Pada 2023, seiring dengan pemulihan ekonomi pascapandemi, angka pengangguran mulai menurun, meskipun belum mencapai tingkat yang ideal. Pemerintah Provinsi Banten terus berupaya meningkatkan lapangan kerja melalui berbagai program, seperti pelatihan kerja dan pemberian insentif bagi UMKM. Namun, masalah struktural seperti keterbatasan pendidikan dan rendahnya kualitas tenaga kerja di beberapa daerah masih menjadi kendala.

Beberapa faktor menyebabkan tingginya ketimpangan sosial dan pengangguran di Banten. Pertama, adanya ketidakmerataan pembangunan. Wilayah Tangerang Raya yang lebih dekat dengan Jakarta cenderung mendapat aliran investasi dan pembangunan infrastruktur lebih besar dibandingkan daerah lainnya. Ini menyebabkan perbedaan kesempatan kerja dan akses fasilitas publik.

Kedua, rendahnya tingkat pendidikan di beberapa kabupaten. Kualitas sumber daya manusia di wilayah seperti Lebak dan Pandeglang masih rendah, yang berdampak pada rendahnya daya saing tenaga kerja lokal. Banyak masyarakat di daerah ini yang hanya mengenyam pendidikan dasar sehingga sulit untuk bersaing dalam pasar kerja yang semakin kompetitif.

Ketiga, lambatnya pertumbuhan sektor industri di beberapa kabupaten, khususnya di Pandeglang dan Lebak. Minimnya industri di daerah tersebut menyebabkan terbatasnya lapangan pekerjaan dan membuat banyak penduduk yang menganggur atau terpaksa bermigrasi ke kota besar untuk mencari pekerjaan.

Pemerintah Provinsi Banten telah mengambil beberapa langkah untuk mengurangi ketimpangan sosial dan pengangguran, seperti pelatihan kerja dan pembukaan akses modal bagi UMKM. Pada 2022, program-program peningkatan kompetensi seperti pelatihan vokasi dan pendirian pusat karir mulai digiatkan. Di samping itu, pemerintah juga berupaya menarik investasi ke daerah yang kurang berkembang agar tercipta lapangan kerja baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun