Mohon tunggu...
Salmaa Husniyyah
Salmaa Husniyyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi yang suka membaca buku dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ladang Masa Depan untuk Generasi Mendatang

1 November 2024   15:10 Diperbarui: 1 November 2024   15:37 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam perjalanan panjang itu, Damar berhadapan dengan tantangan yang tidak mudah. Sebagian petani yang semula menolak kini mulai paham dan menerima manfaatnya. Mereka melihat hasil nyata dari padi lokal yang lebih tahan terhadap perubahan cuaca, sementara harga di pasaran pun menguntungkan. Damar, yang awalnya hanya bermimpi kecil, kini mulai melihat dampak dari perjuangan mereka.

Mimpi Damar untuk mempertahankan keanekaragaman pangan di desanya mulai menarik perhatian para pemuda desa yang lain. Mereka, yang awalnya enggan mengikuti jejaknya, kini mulai tergerak untuk ikut menjaga keberlanjutan lahan pertanian mereka. Setiap sore, Damar mengajak mereka berkumpul di sebuah gubuk kecil di pinggir sawah, berbagi cerita dan pengalaman tentang tantangan yang mereka hadapi sehari-hari.

Suatu hari, ketika sedang berdiskusi dengan para petani muda itu, Damar mengungkapkan ide barunya. "Aku ingin kita tidak hanya mempertahankan bibit lokal untuk padi saja, tapi juga mencoba menanam tanaman pangan lain, seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan yang dulu pernah ada di sini tapi sekarang jarang kita temukan lagi," ujarnya. Ia menjelaskan, tanaman-tanaman ini tidak hanya bisa meningkatkan keberagaman pangan, tetapi juga berkontribusi terhadap kesuburan tanah dan kesehatan ekosistem.

Pak Karto, yang ikut mendengarkan percakapan itu, tersenyum bangga. Ia menepuk bahu Damar dan berkata, "Nak, ini yang namanya cinta pada tanah dan alam. Kalau kita menjaga tanah ini dengan penuh tanggung jawab, tanah ini akan selalu memberi kita makanan, bahkan saat dunia di luar sana mengalami krisis."

Para petani muda pun setuju untuk mencoba menanam jenis tanaman lain di lahan-lahan mereka, mengombinasikannya dengan padi lokal. Mereka mulai melakukan percobaan dengan sistem tanam bergilir, mengombinasikan berbagai tanaman di lahan yang sama. Setiap bulan, mereka bergantian menanam umbi-umbian, sayuran hijau, dan kacang-kacangan. Hasilnya tidak langsung terlihat, tetapi setelah beberapa musim, tanah yang awalnya gersang perlahan menjadi lebih subur.

Ketika hasil panen mereka mulai bervariasi, mereka bahkan mulai menjual produk pangan ini di pasar lokal. Meski permintaannya tidak sebesar padi atau jagung, mereka bangga karena tanaman-tanaman lokal ini menjadi bagian dari upaya mereka untuk meningkatkan ketahanan pangan desa. Tanaman-tanaman itu tumbuh dengan baik, bahkan ketika musim kemarau datang dan lahan sawah lainnya mulai kekurangan air.

Keberhasilan kecil yang mereka raih mendorong Damar untuk mencoba lebih jauh. Ia mengajukan ide kepada kepala desa untuk membangun pusat edukasi kecil tentang keanekaragaman pangan di desa itu. Pusat ini akan berfungsi sebagai tempat belajar bagi petani lokal dan generasi muda yang tertarik mendalami sistem pertanian berkelanjutan. Dengan semangat, kepala desa mendukung gagasan itu dan mengusulkan untuk menggunakan salah satu bangunan tua di desa sebagai pusat edukasi tersebut.

Di pusat edukasi itu, Damar dan para petani muda mulai mengadakan pelatihan. Mereka berbagi tentang pentingnya keanekaragaman pangan dan menjaga kelestarian bibit lokal kepada siswa-siswa sekolah dasar yang sering berkunjung. "Kalau kita nggak jaga keanekaragaman ini, mungkin suatu hari anak-anak kita hanya akan tahu nasi atau jagung dari cerita saja," ujar Damar saat menjelaskan pentingnya keberagaman tanaman pangan kepada anak-anak.

Ketika musim panen tiba, pusat edukasi itu penuh dengan hasil panen dari bibit lokal. Para siswa ikut serta membantu memanen padi dan mengolah hasil pertanian dengan gembira. Kegembiraan itu tidak hanya terlihat di wajah para siswa, tetapi juga di wajah Damar dan petani muda yang lain. Mereka merasa bahwa upaya mereka untuk mempertahankan keberagaman pangan akhirnya mendapatkan dukungan dari generasi yang lebih muda.

Suatu sore, Damar duduk di tepian sawah, mengamati anak-anak yang bermain di ladang. Ia merasakan kedamaian di hatinya, seolah ia telah menyatu dengan tanah yang ia rawat selama ini. Pak Karto menghampirinya dan duduk di sampingnya. "Damar, perjalananmu ini belum selesai, tapi kamu sudah menanamkan harapan bagi banyak orang," ujar Pak Karto dengan nada bangga. "Apa yang kamu lakukan hari ini adalah warisan yang akan diingat orang-orang di desa ini."

Damar mengangguk pelan. Dalam hatinya, ia tahu bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi, dari menjaga kualitas benih hingga menghadapi perubahan iklim yang semakin tidak menentu. Namun, ia juga sadar bahwa langkah-langkah kecil yang ia lakukan telah membawa perubahan besar. Berkat dukungan komunitasnya, desa itu kini menjadi simbol ketahanan pangan dan keanekaragaman hayati, bukti bahwa keberagaman adalah kekuatan yang mampu menopang kehidupan di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun