Ruang gerak serta kebebasan menyatakan pendapat untuk masyarakat sipil (civil society) harus ditingkatkan. Tidak ada jawaban tunggal dan sederhana mengapa korupsi muncul dan berkembang begitu masif di suatu negara.
Sebagian orang mengibaratkan korupsi sebagai “kanker ganas” yang tidak hanya kronis tetapi juga akut. Ini melemahkan ekonomi suatu negara secara perlahan tapi pasti. Penyakit ini melekat pada seluruh aspek kehidupan manusia, sehingga sangat sulit untuk diobati dan dibinasakan. Harus dipahami bahwa di mana dan sampai batas tertentu, korupsi akan selalu ada di suatu negara dan di kalangan masyarakat.
Pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan pendekatan multisektoral, dengan menekankan aspek negatif dan dampak korupsi pada berbagai tingkatan.
Penghapusan juga melibatkan penerbitan kebijakan antikorupsi di tingkat nasional dan internasional, mengembangkan metode atau praktik pencegahan, dan memberikan contoh pencegahan korupsi yang efektif. Keberadaan undang-undang antikorupsi hanyalah salah satu dari sekian banyak yang serius dalam memberantas korupsi.
Selain peraturan perundang-undangan yang tegas, kesadaran masyarakat juga diperlukan untuk memberantas korupsi. Kesadaran masyarakat hanya mungkin terjadi jika masyarakat mengetahui dan memahami hakikat korupsi yang ditentukan dalam undang-undang. Untuk itu sosialisasi undang-undang antikorupsi, khususnya untuk tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang ini harus dilakukan secara serentak dan seragam.
Pengetahuan masyarakat tentang tindak pidana korupsi mutlak diperlukan karena ketidaktahuan akan adanya peraturan perundang-undangan tidak dapat dijadikan alasan untuk mengelak dari tanggung jawab hukum.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI