Aku mengirim puisi ini untukmu dan  kau akan selalu menemukan cela diriku yang begitu mencintaimu. Seperti  orang kota yang tersandung jenjang berjalan, tergoda membeli baju baru, mengantri di bank.
Entah aku akan menjadi orang yang dikalahkan meja-meja kantor dan malam yang dipenuhi pasar malam atau seseorang yang menjadi petani handal pada sebuah ladang yang subur.
Aku mengirim puisi ini untukmu dan  kau akan selalu menemukan cela diriku yang begitu mencintaimu. Seperti  orang kota yang perlahan-lahan akan tenggelam dalam gelas-gelas kopi dan Lagu-lagu jadi vespa berbusi rapat, sebab jalan-jalan raya punya telinga.
Entah aku akan menjadi rumah yang nyaman bagimu atau hanya sekedar menjadi telinga dan dada yang akan merubah tak memantulkan apa-apa.
Selalu ada puisi untuk yang ku-baca di antara kupingmu dan kupingku sebagai kenangan. Serupa radio, walau piring hitam mengeluarkan orkes melayu mengeluarkan udara yang dulu-dulu.
Semoga kau selalu mengingatnya dan memberiku  juga hal yang sama dari nasib buruk hari silam di hari baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H