"Tahun depan saya mau tanam bunga ini, bunga itu. Dan saya mau perhatikan tanaman lebih banyak lagi untuk tumbuh jauh lebih bagus. Saya tidak begitu senang dengan tanaman saya tahun ini, banyak yang tidak tumbuh maksimal", kata suami dengan ekspresi wajah kecewa sambil mencabuti tanamannya yang mati. Kecuali anggrek, saya tidak tahu banyak jenis tanaman yang ditanam suami, makanya saya hanya bisa memberinya air kalau kelihatan layu.
Hidup orang jerman memang tidak bisa lepas dari tanaman, sama seperti dengan bir. Mulai dari jalan di depan rumah sampai ke halte bus, hampir semua rumah yang saya lewati mempunyai kebun. Bahkan banyak rumah yang ditanami pohon-pohon besar di halaman depannya, sehingga rumah jadi gelap. Begitupun dengan apartment-apartment yang saya lihat di mana-mana. Balkon & terasnya penuh dengan tanaman bunga & sayuran. Walaupun musim dingin, masih ada juga orang yang menghiasi balkonnya dengan tanaman. Walaupun kadang-kadang itu hanya tanaman plastik. Yang penting ada warna hijau atau lainnya, begitu pikir mereka.
'Hobby' akan tanaman, membuat orang jerman banyak memburu Schrebergarten, yaitu tanah-tanah kapling yang hanya disewakan untuk berkebun & mendirikan Laube (rumah kecil di kebun).
Melihat dari namanya Schrebergarten (kebun Schreber), kebanyakan orang jerman beranggapan, bahwa penemunya adalah Schreber. Tetapi kenyataanya tidaklah demikian. Dr.Schreber (nama lengkapnya Daniel Gottlob Moritz Schreber) bukanlah penemu Schrebergarten. Hanya namanya dipakai untuk itu.
Schreber yang lahir di Leipzig 15 Oktober 1808 adalah bapak pengobatan tradisional yang modern. Schreber menyelesaikan studi kedokterannya tahun 1833 & setelah itu menjadi dokter pribadi seorang bangsawan Rusia, Alexej Somorewskij. Karena tugasnya, makanya Schreber sering mendampingi majikannya untuk melakukan perjalanan ke Austria, Jerman, Belgia, Inggris & Perancis.
Sebagai seorang Orthopedi yang berpengaruh di Leipzig & sekaligus dosen di Universitas Leipzig, tahun 1836 Schreber & para profesor lainnya membentuk Turnverein (perkumpulan olahraga senam) yang pertama di kota itu. Tujuannya adalah mensponsori adanya lahan hijau di era industrialisasi saat itu, yang bisa dipakai sebagai tempat bermain anak yang bermanfaat untuk kesehatan mereka.
Sebagai penghargaan atas keinginannya yang tidak lazim itu, 3 tahun setelah Schreber meninggal, menantunya Dr. Ernst Innocenz Hauschild, direktur sekolah, bersama 250 orang lelaki & wanita warga kota Leipzig mewujudkan kembali keinginan Schreber dengan membuat Schreberplatz (tempat Schreber). Sebenarnya sih itu adalah perkumpulan sekolah, yang bekerjasama dengan para orang tua murid-muridnya, tetapi tidak tahu kenapa, justru nama Schreber yang dipakai, bukannya nama yang ada hubungannya dengan sekolah.
Berkebun itu perlu kesabaran, ketelatenan & kecintaan akan tanaman. Tanpa itu jangan harap kebun kita akan menjadi indah. Demikan juga yang terjadi dengan Schreberplatz. Seorang guru, Heinrich Karl Gesell, membuat kebun-kebun kecil di tempat tersebut, tujuannya agar anak-anak bisa belajar berkebun. Tapi rupanya kegembiraan berkebun pada anak-anak itu segera hilang. Namanya juga anak-anak. Cepat sekali menjadi bosan dengan sesuatu. Akhirnya kebun itu tidak terurus & banyak ditumbuhi rumput-rumput liar & ilalang. Karena sudah tidak enak dilihat mata, makanya para orang tua murid beramai-ramai mencabuti & menyekop rumput itu. Dan akhirnya dikapling-kaplinglah tempat itu & juga dipagari. Dari sanalah istilah Schrebergarten lahir.
Permintaan akan Schrebergarten setiap tahunnya terus bertambah, terutama dari orang-orang yang tidak mempunyai kebun di rumahnya atau mereka yang tinggal di apartment. Untuk mendapatkannya bisa dicari di buku telpon, internet, Bundesverbandes Deutscher Gartenfreunde (Perkumpulan penggemar kebun jerman) atau Gartenamt (jawatan perkebunan).
Karena keterbatasan lahan yang tersedia, seringkali peminatnya harus masuk Warteliste (daftar tunggu) dulu & menunggu bertahun-tahun untuk bisa mendapatkan Schrebergarten yang diinginkannya. Lokasinya ada yang dekat jalan kereta api, dekat jalan tol, dekat hutan, dekat danau, di antara pemukiman penduduk. Pokoknya bisa di mana saja, makanya tidak ada kota di Jerman tanpa Schrebergarten. Luas tanah yang sudah dipakai di seluruh jerman untuk keperluan itu adalah 460 km2 (25% dari penggunaan tanah pertanian).
Perhimpunan Schrebergarten tak ubahnya makelar tanah. Mereka mencari tanah-tanah milik Kommune (pemda) atau milik pribadi & menyewanya langsung dari pemiliknya. Setelah itu tanah disewakan kembali dalam bentuk kaplingan (Parzelle). Rata-rata luas tanah kaplingan itu 438 m2. Setiap penyewa baru diharuskan membayar Ablösesumme yang dibayar hanya sekali selama masa kontrak. Biaya ini untuk biaya tanaman, Laube & semua keperluan untuk pekerjaan kebun yang telah diambil dari penyewa sebelumnya. Untuk kota-kota besar Ablösesumme kira-kira 3.300€, untuk Berlin 2.000€-5.000€. Selain itu ada juga biaya sewa yang harus dibayar setiap tahunnya. Besarnya tergantung dari lokasi tanah, biaya tambahan lainnya & ketentuan setiap Schrebergarten di negara bagian Jerman. Di Berlin kira-kira 500€/tahun. Karena murahnya sewa tahunan Schrebergarten dibandingkan sewa apartment, makanya banyak orang memburu peluang ini. Lokasi yang paling banyak diincar, tentu saja yang tidak jauh dari tempat tinggal.
- dilarang tinggal permanen. Jangan mentang-mentang dapat lahan baru, lalu kita memutuskan berhenti menyewa apartment atau menjual rumah & tinggal di Schrebergarten selamanya. Di musim dingin Schrebergarten tidak boleh ditempati.
- penggunaan Laube (rumah kecil di kebun) tidak boleh hanya untuk berakhir pekan saja atau sebagai rumah berlibur, apalagi sampai disewakan kembali untuk dapat penghasilan tambahan.
- parkir mobil tidak boleh di dalam tanah kaplingan itu. Jadi buang jauh-jauh keinginan untuk bikin garasi, walaupun mobil kita termasuk mobil mewah.
- dari luas tanah 200 m2 - 450 m2, hanya 24 m2 yang diperuntukan bagi tempat tinggal. Ketentuan ini berlaku beda di setiap negara bagian Jerman. Laube harus dari kayu atau bisa juga tembok.
- 1/3 dari luas tanah harus ditanami pohon buah atau sayuran, tidak boleh rumput semua. Lagian juga gak enak dilihat, kalau semuanya rumput. Gak ubahnya seperti tempat mini golf.
Pemilik juga harus memperhatikan agar cabang-cabang pohon buahnya tidak mengganggu tetangga. Makanya untuk merawat kebun tersebut Landesverband der Gartenfreunde menyarankan min.2 orang yang harus tinggal, apalagi untuk merawat kebun diperlukan waktu 10 jam/minggu.
- pohon hutan atau pohon yang segede gaban dilarang ditanam, karena bisa bikin gelap kebun tetangganya. Siapa sih yang rumahnya mau ketutupan pohon & gak dapat sinar matahari. Begitu juga dengan Hecken (tanaman pagar), tingginya tidak boleh lebih dari 1,25m. Untuk orang lain masih bisa lihat, seperti apa sih kebun kita itu. Malas atau tidaknya kita, bisa terbaca dari kebunnya.
- kolam renang kecil boleh, asal pondasinya tidak terbenam di tanah. Jadi kalau lagi panas-panasnya, masih bisa nyebur.
- bikin grill, mis.sate, babi guling, silahkan. Asal jangan bikin api unggun. Kalau mau bikin pesta kebun, lebih baik lapor dulu ke tetangga atau mengundangnya sekalian, karena kita tinggal dalam 'satu keluarga' & juga untuk mencegah rasa cemburu tetangga yang akhirnya bisa mengundang keributan. Dan harus juga ingat waktu, bahwa mulai jam 22.00 suasana harus tenang. Jangan bikin pesta seperti diskotik yang gedumbrangan sampai pagi.
Antara jam 13.00-15.00 Â waktunya istirahat siang, jadi harus tenang. Yang suka ngerumpi & ketawa terbahak-bahak, volume suara harus dikecilkan.
Petugas Schrebergarten juga sering mengontrol untuk melihat apakah kita sudah mengikuti ketentuan yang berlaku, baik untuk penataan kebun, rumah atau yang lainnya. Kalau kita melanggarnya, bisa jadi kita dikeluarkan. Orang yang hanya mengincar untuk mendapatkan lahan sewa yang besar, tapi malas mengerjakannya, lebih baik urungkan saja niatnya.
Schrebergarten memang disediakan bagi orang-orang yang mempunyai kegemaran berkebun. Di tangan merekalah lahan-lahan yang tadinya tidak dilirik & terbengkalai disulap menjadi oase hijau yang menyenjukan hati. Penghuninya juga bermacam-macam profesi, ada dokter, pengacara, koki, artis, sampai para Harz IV ( orang-orang yang hidup dari bantuan sosial pemerintah).
Seandainya proyek seperti ini dikerjakan di Indonesia, terutama kota-kota besar, tentu wajah daerah hunian kita akan tampil lebih indah lagi. Pemukiman-pemukiman kumuh di sepanjang rel kereta api, sungai, waduk, jembatan dan sebagainya akan berubah menjadi kebun-kebun kecil, yang tidak saja enak dipandang mata, tetapi juga menjadi penyumbang udara bersih di sekitarnya. Semoga Presiden baru kita lebih memperbanyak lagi ruang hijau.