Mohon tunggu...
Yuni Bues
Yuni Bues Mohon Tunggu... -

- Suka makan & ketawa\r\n- Karyawati di satu perusahaan di Jerman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bimbingan Baca Gratis Untuk Sekolah-Sekolah di Berlin, Jerman

14 Agustus 2014   19:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:33 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pemakai setia jasa transportasi umum, hari-hari belakangan ini saya sering melihat sebuah iklan yang ditempel di halte-halte bus. Karena penampilannya yang beda dibandingkan iklan lainnya, otomatis perhatian saya lebih tersorot ke iklan ini.
Setelah membacanya, ingatan saya jadi melayang ke masa kanak-kanak, ketika pertama kali ibu saya mengajarkan saya membaca dengan memperkenalkan huru-huruf. Karena jumlahnya yang banyak, menurut saya, makanya hanya beberapa huruf yang bisa diingat. Namanya juga anak kecil. Saya gabungkan huruf-huruf itu semau saya & menanyakan ke ibu, apakah kata (versi saya) itu ada artinya ? Beberapa kali ibu hanya tertawa membaca kata-kata bentukan saya.
Akhirnya orang tua memasukkan saya ke TK Katholik. Di sanalah kegemaran saya mengutak-atik huruf tersalurkan. Apalagi di TK itu juga sudah diajarkan membaca.

Dok. pribadi
Dunia pendidikan tidak bisa dilepaskan dari dunia membaca. Minat & kecintaan anak-anak  untuk membaca tidak bisa datang dengan sendirinya. Tanpa adanya campur tangan orang tua, keluarga, kerabat, orang lain ataupun guru di sekolah yang menuntun & mengajarinya, mustahil seorang anak bisa membaca dengan baik. Tanpa bisa membaca jangan harap anak bisa mengikuti pelajaran di kelasnya. Dengan macetnya pendidikan mereka, kita pun sudah bisa membayangkan bagaimana masa depan mereka & negara nantinya.

Untuk menghindari adanya masa depan yang suram bagi anak, yang nantinya akan berimbas juga pada kemajuan negara, maka Der Verein Berliner Kaufleute & Industrieller (VBKI) (Perhimpunan Para Pedagang/Pengusaha & Industriawan Berlin) yang berdiri 6 Oktober 1879, membuat Bürgernetzwerk Bildung (Jaringan Pendidikan Warga) Januari 2005.
Bürgernetzwerk Bildung ini secara aktif mencari Lesepaten, yaitu orang-orang yang bersedia secara sukarela untuk mendampingi & membimbing murid-murid sekolah yang mempunyai masalah dalam membaca. Dengan adanya jaringan sosial ini, VBKI berharap, agar seluruh warga Berlin ikut terlibat secara aktif mendukung & turut membantu sekolah-sekolah Berlin, supaya para murid bisa berprestasi lebih baik.
Sampai saat ini Bürgernetzwerk Bildung sudah membantu 165 Sekolah Dasar & Luar biasa, 32 Sekolah Sekunder & 90 Taman Kanak-kanak dengan jumlah Lesepaten sudah mencapai 2.000 orang. Untuk menjaring Lesepaten lebih banyak lagi, VBKI aktif memasang iklan yang ukurannya cukup besar.

Jika kita punya kesenangan untuk membaca, sabar & suka bekerja dengan anak-anak, maka kita bisa mendaftarnya. Bisa jadi pelamarnya adalah para orang tua (termasuk orang tua murid), mahasiswa, para pekerja asli Jerman maupun yang berkebangsaan lain. Bahkan banyak juga oma-opa untuk mengisi waktu kosongnya.
Para Lesepaten ini diberi juga kesempatan untuk mengikuti program pendidikan tambahan berupa seminar & workshop yang berhubungan dengan aspek-aspek membaca & bantuan berbicara yang diadakan oleh Weiterbildungszentrum der Freie Universität (FU) Berlin. Mereka diperkenalkan dengan bermacam-macam metode kerja, membaca & cara penjelasan yang tidak mengikat ke anak. Latihan bersuara & berbicara agar yang kita sampaikan menjadi lebih baik & menarik. Membahas masalah-masalah kehidupan antarbudaya. Dan saling bertukar pengalaman dengan Lesepaten terdahulu. Diharapkan dengan adanya program tambahan ini, para Lesepaten yang masih merasa asing dengan dunia anak, akan siap membantu perkembangan anak. Sehingga tujuannya bisa tercapai.

Para Lesepaten yang tergabung dalam Bürgernetzwerk Bildung diwajibkan mengunjungi sekolah    -sekolah minimum selama 1 tahun. Di sana mereka secara teratur membimbing seorang murid atau grup kecil untuk membaca & menulis yang benar selama 2-4 jam dalam seminggu. Waktu kedatangannya disesuaikan dengan permintaan sekolah. Guru kelas yang akan menentukan isi, jenis, besar & tebalnya buku panduan atau teks yang akan dijadikan sumber bacaan.
Setelah buku atau teks panduan ada di tangan, Lesepaten akan menemui murid bimbingannya di ruangan yang sudah disediakan. Lesepaten akan membaca teks terlebih dahulu, kemudian si murid membaca ulang dengan suara keras & jelas, agar mereka bisa mengoreksi kesalahan pengucapan si murid.
Atau contoh lain, jika yang dihadapi Lesepaten adalah grup kecil, bisa juga salah seorang murid diminta untuk membacakan teksnya di depan kelas. Setelah selesai, si murid kembali ke tempat duduknya & menepuk pundak temannya untuk maju ke depan & membaca teks itu lagi. Begitu seterusnya sampai semua mendapat giliran.
Untuk anak TK Lesepaten hanya bertugas membacakan cerita atau mendongeng & bersama-sama melihat buku bergambar atau bermain sambil memperkenalkan kata-kata. Murid TK di Jerman belum diajarkan membaca, beda dengan di Indonesia.
Tidak semua yang dibimbing Lesepaten adalah murid yang tertinggal di kelasnya. Bisa saja guru mengirimkan seorang murid, karena murid itu hanya bisa belajar di tempat yang tenang.

Cara membimbing yang dilakukan Lesepaten disesuaikan dengan kemampuan membaca & belajar murid. Mereka tidak boleh menilai muridnya, seperti halnya seorang guru. Mereka hanya boleh menjadi partner yang kuat untuk muridnya. Dan mereka juga harus membekali dirinya dengan pengetahuan yang cukup untuk bisa menjawab pertanyaan murid. Bisa jadi dari teks yang dibacakan akan timbul bermacam pertanyaan. Untuk murid tidak merasa bosan, Lesepaten juga harus bisa berimprovisasi dalam membacakan teksnya. Mis.untuk teks panjang, antara membaca & menjelaskannya bisa dilakukan bergantian dengan murid. Bila perlu, teks itu bisa dipersingkat. Membaca teks lebih dari 15 menit akan membuat murid bosan mendengarnya. Pilihan teksnya juga harus yang kita sukai & menarik juga untuk murid.

Hubungan antara Lesepaten & murid mendatangkan reaksi yang positif dari keduanya. Si anak merasa senang & berterimakasih dengan adanya bantuan tambahan ini, begitu juga pihak sekolah & orang tua si anak. Sedangkan Lesepaten bisa mengabdikan ilmunya & memanfaatkan waktu luangnya untuk kepentingan generasi penerusnya. Apa yang kita tanam, itu yang akan kita petik.
Untuk oma-opa yang hidupnya sendirian, merasa senang juga dengan ikut menjadi Lesepaten. Anak-anak yang dihadapinya membuat hidup mereka lebih berarti & tidak kesepian lagi. Bahkan banyak dari mereka yang menganggap anak-anak itu sebagai cucunya.

Bisa membaca itu penting sekali. Dengan membaca kita bisa membuka semua jendela dunia & mempelajari semuanya yang kita inginkan. Luangkanlah waktu kita bersama anak-anak untuk mengajari & membiasakan membaca sejak usia dini. Anak-anak yang suka membaca akan mempunyai rasa percaya diri yang lebih, karena mereka sudah menguasai dunianya & bisa mempertimbangkan situasi dari segala kemungkinannya.
Di tangan merekalah akan lahir negara-negara yang kuat & maju. Mereka adalah harta & milik kita yang tidak ternilai. Sudah sewajarnya kita semua bahu-membahu untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk generasi penerus kita. Lihatlah contoh kecil yang sudah dilakukan negara Jerman !

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak akan membiarkan generasi penerusnya hidup dalam kegelapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun