Dok. pribadi
Siapa sih dari kita-kita yang tidak mengenal Brötchen? Walaupun (mungkin) belum pernah mencobanya, paling tidak kita sudah pernah melihat gambarnya atau bentuknya langsung yang dipajang di toko roti. Brötchen (roti kecil) tidak hanya dijumpai di Jerman, tapi sudah menginternasional, walaupun penyebutannya di setiap negara berbeda-beda. Di Indonesia, setahu saya, cukup disebut roti. Di sini untuk roti ada nama tersendiri, yaitu (Brot). Orang Jerman memang paling suka memberikan nama lain untuk sesuatu yang berbeda sedikit saja bentuknya. Ribet jadinya, karena di indonesia tidak sering seperti itu. Beberapa kali suami pernah mengatakan, kalau saya tidak menguasai bahasa indonesia dengan baik, seandainya saya tidak bisa menemukan padanan kata yang sesuai untuk suatu benda yang (hampir) sama bentuknya. Mis. Frosch & Kröte. Kedua-duanya untuk saya artinya sama saja yaitu kodok. Tapi untuk mereka beda, karena Frosch lebih kecil dari Kröte. Bingungkan ?
Baca koran bahasa indonesia aja suami masih belepotan & belum ngerti artinya dengan baik, walaupun ngomong sudah lancar, eh.....bisa-bisanya bilang saya tidak menguasai bahasa ibu. Walah....walah sudah dapat pelajaran bahasa indonesia gratis, masih ngeyel lagi.
Brötchen yang enak, menurut orang di sini & saya juga, kalau Brötchen itu locker & luftig. Artinya Brötchen itu harus ringan & dari adonanannya akan terlihat banyak lubang udara di dalamnya. (Kalau Brötchen itu berat & padat, kue bola namanya he...he....).
Jika pembuatannya sudah benar, maka rasanya juga maknyussss...... Dan kalau kita mengigitnya, dari kulitnya akan keluar bunyi kreesss... hm....lecker, apalagi kalau dimakan masih dalam keadaan panas. Tanpa campuran apapun sudah enak.
Karena dari bentuknya saja sudah menggugah selera, maka biasanya tanpa pikir panjang kita pun akan langsung menyantapnya, apalagi kalau sudah diisi dengan irisan daging, keju, selai, matjes, dll. Mana tahan....untuk nolak. Tapi....sebelum menyantapnya, untuk orang-orang muslim yang masih kuat menjalankan agamanya & ingin berkunjung ke jerman, saya beritahukan nih ya, kalau Brötchen di sini itu tidak halal. Bukannya nakut-nakutin lho...  tapi itu kenyataan.
Itupun tergantung di mana kita membelinya. Kalau kita membelinya di toko roti Turki, kemungkinan besar kehalalannya terjamin. Saya katakan 'kemungknan besar', sebab ada orang Turki juga yang nggak perhatikan halal atau haram. Kalau membeli Brötchennya di Bäckerei (toko roti) jerman, sebaiknya tanya, apakah dalam pembuatannya memakai SCHMALZ (lemak hewan). Schmalz di sini biasanya identik dengan lemak babi, walaupun ada juga lemak dari angsa (Gänseschmalz), Butterschmalz, atau lemak tumbuhan. Sedangkan lemak dari sapi  disebut Talg. Kalau malu bertanya, lebih baik jangan beli.
Di dalam pembuatan Brötchen kandungan Schweineschmalz (lemak babi) 0,5%. Dan ini bukan rahasia lagi. Bahan campuran ini memang sudah jadi resep khas & turun-temurun dalam pembuatan Brötchen di sini. Seperti pengakuan seorang Bäcker, Roland Schüren (dari Wuppertal), pemilik Hildener Bäckerei, yang punya banyak cabang di mana-mana. Dengan pemakaian Schweineschmalz ini rasa Brötchen jadi lebih enak, rasanya juga lebih natural. Seandainya lemak babi tidak dipakai, sebab alasan agama, dan para Bäcker (tukang buat roti) dipaksa untuk menggantinya dengan lemak buatan (bukan lemak alami), maka rasa Brötchen yang dihasilkan tentunya akan beda. Bisa-bisa semua orang Jerman protes mendapati Brötchennya yang beda rasanya.
Pemakaian lemak babi ini dijumpai juga dalam pembuatan Brezel.
Karena negara Jerman bukan negara muslim, makanya kalau ada bahan yang tidak halal dalam pembuatan sesuatu, tidak harus dicantumkan. Kecuali bahan itu membahayakan untuk kesehatan. Walaupun sudah ada yang protes, seperti yang dilakukan Halil Kesküs (34 thn) yang sebelumnya pernah jadi pelanggan Hildener Bäckerei, tetap saja para Bäcker (tukang buat roti) yang lain tidak bergeming. Nggak ngaruh tuh.
Dalam hidup itu selalu banyak pilihan. Kalau sudah tahu itu tidak halal, ya hindari aja. Ngapain juga maksa-maksain orang untuk menuliskan semacam halal & haram, apalagi di negara yang mayoritasnya Kristen. Pilihan makanan halal yang lain kan masih banyak. Jadi pintar-pintarnya kita aja yang  memilih makanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H