Mohon tunggu...
Muhamad Salis Yuniardi
Muhamad Salis Yuniardi Mohon Tunggu... PhD student -

Psikolog klinis dan saat ini sedang "nyantrik" belajar lagi psikologi klinis di Institute of Neuroscience, Newcastle University, UK

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mampukah “Ahmad Dahlan Wannabe” Membangun Pendidikan Indonesia?

28 Juli 2016   17:01 Diperbarui: 28 Juli 2016   17:13 5780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendorong dosen yang lain sekolah, sementara beliau untuk waktu yang cukup lama hanya menyandang gelar Master (s2) karena memilih untuk fokus mengembangkan UMM. Ada guyonan di kalangan yang mengenal beliau pula, telat menikahnya beliau juga bukti ikhlasnya beliau untuk membesarkan UMM dan Muhammadiyah.

Point ketiga adalah pentingnya menghargai “perbedaan dan variasi” jika berbicara pendidikan. Salah satu yang ditunjukkan pak Muhadjir adalah melalui kebijakannya untuk tidak mewajibkan mahasiswa UMM memakai jilbab. Sebuah kebijakan yang banyak ditentang baik dari eksternal dan internal, “PT Islam tapi kok mahasiswinya tidak wajib berjilbab”. 

Beliau menjawab, dalam kutipan bebas berikut: “Dakwah itu harus menyentuh hati dan perubahan itu harus melalui kesadaran. Saya lebih senang mahasiswa UMM awalnya tidak jilbaban namun ditengah tahun atau selepas menjadi alumni kemudian berjilbab dengan sendirinya, bukan jika di kampus jilbaban namun begitu keluar gerbang UMM atau menjadi alumni kemudian lepas jilbab dan berpakaian seksi”. Sebuah jawaban yang serupa pula saat ditanyakan mengapa DOME UMM diperbolehkan disewa untuk konser music PUNK, beliau menjawab: “bagus itu, artinya dakwah kita tepat, dengan anak punk kesini mereka jadi mengenal kampus, mendengar adzan dan melihat orang sholat”. 

UMM Dome berdiri tidak jauh dari Masjid kampus. Pola pemikiran itu pula yang melandasi mengapa jumlah, variasi dan dana yang disediakan untuk kegiatan minat mahasiswa relatif besar. Mahasiswa yang berprestasi akan diberi insentif oleh kampus, sekalipun itu prestasi pencak silat ataupun bisa memasukkan tulisan dimuat di media masa. Sesuatu hal yang sejauh pengalaman penulis tidak ada di PTN dan ini membuat iri penulis yang s1 dan s2-nya di PTN. “Pendidikan itu tidak melulu soal otak”, menurut beliau. 

Di UMM pula, sejauh pemahaman penulis, satu-satunya PT yang prosesi wisudanya diiringi dengan gamelan yang dimainkan para dosen, karyawan dan mahasiswa yang tergabung di Unit Kegiatan Karawitan. Unit kegiatan music, teater, tari, paduan suara juga ada, sementara bagi sebagian kalangan muslim sendiri hal-hal semacam tersebut dianggap haram. Sekali lagi menggaris bawahi pemikiran beliau: pendidikan adalah soal hati dan tidak melulu soal otak.

Point keempat adalah pentingnya kedispilinan. Bagi para mahasiswa, dosen dan karyawan UMM, pak Muhadjir dikenal sangat disiplin. Beliau mengajarkan hal tersebut melalui teladan. Satu contoh diantaranya, hari pertama kuliah di setiap semester, beliau sebelum jam 7 pagi sudah keliling mengecek pelaksanaan perkuliahan. Apabila ada kelas yang kosong karena dosennya terlambat atau tidak masuk, maka dosen dan kajur atau bahkan dekannya bisa mendapat teguran langsung dari beliau. “Ini bukan soal masuk atau tidak masuk, namun soal bagaimana memberi teladan dan kesan tentang semangat belajar dan kedisplinan ke mahasiswa”. Kecil mungkin, tapi bermakna.

Point kelima adalah pelibatan orang tua dan masyarakat dalam pendidikan. Pertemuan dengan orang tua mahasiswa selalu rutin dilakukan, terutama dengan orang tua mahasiswa baru dimana saat pertemuan tersebut beliau pasti selalu hadir dan mewajibkan seluruh jajarannya juga untuk datang. Orang tua kemudian diberi kesempatan menanyakan ataupun menyampaikan keluhan secara langsung dan terbuka, selanjutnya dengan dimoderatori beliau, pihak yang berkaitan akan diminta menjawab dan menjelaskan. 

Bagi para seluruh staff di Rektorat, Dekanat ataupun Jurusan, bisa jadi hari pertemuan dengan orang tua ini menjadi hari yang menegangkan karena kinerjanya dinilai secara langsung. Pak Muhadjir juga selalu terbuka pintunya apabila ada orang tua mahasiswa yang ingin bertemu langsung untuk menyampaikan keluhan. Begitu pula setiap tahunnya setiap RT-RW di sekitar UMM dimana banyak kost-kostan mahasiswa UMM akan diundang beliau dan diajak untuk membantu UMM mendidik dan mengawasi UMM. 

Setiap ada persoalan yang terjadi, peran para RT-RW tersebut dalam penyelesaiannya selalu sangat besar, dan karenanya pak Muhadjir melalui kebijakannya juga menyediakan insentif sebagai penghargaan terhadap bantuan para RT-RW tersebut dalam mendidik dan mengawasi mahasiswa UMM. Sederhana mungkin, namun bermakna.

Lima point inilah yang penulis tangkap cukup menarik dari profil pak Muhadjir apabila dikaitkan dengan pendidikan. Dengan demikian, sebagai pangagum pak anies memang ada rasa kecewa dan ingin tahu alasan di balik pergantian beliau. Namun demikian, sedikit mengenal pak Muhadjir membuat penulis yakin dunia pendidikan Indonesia tetap ada di tangan yang tepat. Pendidikan Indonesia akan lebih baik dan lebih baik lagi. Satu hal yang penulis yakin juga dicita-citakan oleh baik pak Anies maupun pak Muhadjir. Selamat bekerja untuk pak Anies dan pak Muhadjir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun