Pada part sebelumnya, telah disinggung bahwa selamatnya Cooper dan TARS saat memasuki lubang hitam hanyalah karena kepentingan alur cerita semata. Namun dalam pandangan sains, hal tersebut kurang tepat.
Lubang hitam memang salah satu objek di alam semesta yang paling spektakuler. Namun, ia juga adalah salah satu objek yang dapat membuat bulu kuduk Anda berdiri.
Lubang hitam dapat membunuh Anda dalam berbagai cara yang paling buruk yang bisa Anda bayangkan. Setiap bagian darinya dapat menjadi pembunuh yang amat kejam. Sehingga, bersiaplah jika Anda akan mengikuti trip menuju lubang hitam.
Pembunuh 1: Piringan Akresi
Faktanya, kita pun sudah terbunuh terlebih dahulu sebelum sempat masuk ke dalam lubang hitam. Ingat bahwa lubang hitam memiliki piringan akresi yang mengorbitnya dengan temperatur yang begitu tinggi, termasuk Gargantua. Saking tingginya, piringan akresi tersebut bahkan bisa membuat kita langsung menguap pada jarak yang lebih jauh dari jarak Matahari-Pluto.
Jika temperatur piringan akresi saja belum cukup, maka radiasi sinar-x dan sinar gamma yang dihasilkan oleh rotasi piringan akresi akan menambah daftar pembunuh kita.
Jika kita entah bagaimana selamat dari temperatur yang tinggi dan radiasi mematikan serta berhasil sampai ke dekat lubang hitam, rotasi lubang hitam itu sendiri yang akan membunuh kita.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa di sekitar lubang hitam terdapat peristiwa frame dragging di dalam daerah yang disebut ergosphere (ergosphere dibatasi oleh event horizon dan suatu batas yang disebut static limit).
Ingat bahwa Gargantua berotasi dengan sangat cepat sehingga frame dragging yang dirasakan akan begitu besar. Maka, begitu kita melewati batas static limit lubang hitam, kita akan ikut “terseret” sampai mendekati kecepatan cahaya.
Jika kita bergerak mendekati kecepatan cahaya, maka dibutuhkan energi yang begitu besar sehingga tubuh kita tidak akan bisa menanggungnya. Kita akan terbunuh seketika.
Jika kita lagi-lagi entah bagaimana berhasil meloloskan diri dari frame dragging, kematian yang lebih buruk sudah menunggu.
Pembunuh 2: Gravitasi
Mari ambil contoh adegan di Interstellar saat Cooper jatuh ke dalam Gargantua. Ingat kembali dilatasi waktu. Semakin besar gravitasi, semakin lambat waktu berjalan.
Sekarang, kita akan meninjau dari sudut pandang Brand yang tetap berada di luar Gargantua.
Brand akan melihat Cooper bergerak semakin lambat seiring dengan jatuhnya Cooper ke dalam Gargantua (semakin mendekati lubang hitam maka gravitasinya semakin kuat sehingga efek dilatasi waktu makin besar).
Pergerakan Cooper terus melambat dan melambat sampai saat Cooper mencapai event horizon, Brand akan melihat Cooper tidak bergerak sama sekali (frozen) karena bagi Brand, waktu yang dialami Cooper sudah sangat lambat.
Seiring waktu, Brand akan melihat Cooper pelan-pelan menghilang di tempat ia berhenti bergerak. Hal ini dikarenakan cahaya yang dipantulkan Cooper mengalami gravitational redshift (part 3) yang begitu kuat seiring waktu sehingga cahaya tersebut semakin redup terus menerus dan akhirnya menghilang. Brand tidak akan pernah melihat Cooper melewati event horizon.
Kali ini, kita akan meninjau dari sudut pandang Cooper.
Mulanya, Cooper tidak dapat membedakan apakah ia sedang jatuh ke dalam lubang hitam atau tidak karena gravitasinya masih relatif normal.
Namun, semakin ia jatuh ke dalam, Cooper akan sadar bahwa dia masuk ke dalam lubang hitam saat dia melihat alam semesta di sekitarnya bergerak cepat karena dilatasi waktu dan terus mengecil akibat dari cahaya yang mulai berkumpul ke arah singularitas (daerah di pusat lubang hitam tempat semua hukum fisika sudah tidak berlaku karena gravitasi yang sangat kuat dibanding tempat lainnya di alam semesta) dan percepatan gravitasi yang makin besar.
Semakin dalam jatuhnya, ia mulai merasakan gaya pasang-surut yang disebabkan oleh gravitasi lubang hitam. Bagian tubuhnya yang mengarah ke lubang hitam akan tertarik lebih kuat ke dalam lubang hitam daripada bagian tubuhnya yang lain.
Akibatnya, badannya mulai meregang dan memanjang. Cooper juga merasakan tubuhnya didempet sangat kuat.
Peristiwa yang dialami Cooper saat ini disebut sebagai spagetifikasi. Ya betul, spagetifikasi. Istilah yang benar-benar digunakan astronom untuk menggambarkan peristiwa yang dialami Cooper.
Gaya pasang-surut yang ia rasakan semakin kuat seiring dengan semakin dalamnya ia jatuh, sehingga efek spagetifikasi yang ia rasakan semakin kuat pula. Sampai suatu titik saat gaya pasang-surut begitu besar hingga seluruh badan Cooper hancur sampai ke tingkat molekul.
Faktanya, badan Cooper sudah hancur sebelum ia sampai ke event horizon. Cara terbunuh seperti ini tidak dapat dihindari begitu kita masuk ke dalam lubang hitam. Mengerikan sekali bukan?
Takdir yang Telah Ditentukan
Namun, misalkan lagi Cooper entah bagaimana selamat dari siksaan gaya pasang-surut tersebut dan berhasil melewati event horizon. Begitu mencapai event horizon, takdir Cooper sudah ditentukan.
Tepat setelah ia melewati event horizon, ia akan tertarik menuju singularitas. Itu sudah pasti. Tidak ada cara untuk melarikan diri.
Untuk memudahkan Anda membayangkan, perhatikan diagram daerah lubang hitam di bawah. Daerah berwarna kuning adalah daerah dimana gravitasi dapat diabaikan (saat Cooper tidak bisa menyadari bahwa dia masuk ke Gargantua). Daerah hijau adalah ergosphere, tempat frame dragging terjadi. Lalu event horizon dan kemudian takdir Cooper, singularitas.
Seiring dengan jatuhnya ia ke singularitas, ia dapat melihat alam semesta dari cahaya yang sudah masuk ke dalam lubang hitam, namun ia tidak dapat melihat alam semesta dari cahaya yang masih berada di luar lubang hitam karena Cooper sudah lebih dahulu tertarik ke singularitas sehingga cahaya tersebut tidak sempat mencapai Cooper.
Yang bisa Cooper lakukan hanyalah berdoa kepada Tuhan agar dia bisa selamat entah bagaimana caranya. Begitu Cooper berada di singularitas, tidak ada yang tahu apa yang terjadi dengannya. Seluruh hukum fisika yang kita ketahui saat ini runtuh di singularitas. Konsep ruang-waktu sudah tidak berlaku lagi. Semua ilmu pengetahuan yang kita ketahui sampai sekarang hancur di sana, sehingga tidak ada cara bagi ilmuwan untuk mengetahui apa yang terjadi di sana.
Cooper hilang untuk selamanya.
Saya tidak berani untuk membahas adegan saat Cooper memasuki dimensi ke-5 yang dibuat oleh “manusia masa depan” karena sejujurnya, sains yang menjelaskan ruang-waktu di dalam event horizon pun masih sebatas teori yang sangat kasar.
Tidak ada jaminan bahwa teori tersebut benar atau salah. Semua hanya didasarkan pada asumsi. Sehingga saya tidak dapat menilai apakah adegan tersebut akurat menurut sains atau tidak. Namun, saya akan menyampaikan sedikit hal yang menarik.
Geometri ruang-waktu didefinisikan oleh apa yang disebut metrik. Apa yang dimaksud dengan geometri ruang-waktu dan metrik? Sederhananya, geometri ruang-waktu adalah bentuk dari ruang-waktu (datar atau melengkung atau sebagainya) sementara metrik memberikan informasi jarak terdekat antara dua titik dalam geomteri ruang-waktu tersebut.
Sebagai contoh, kita tahu jarak terpendek antara dua titik adalah garis lurus. Hal tersebut berlaku untuk ruang-waktu yang biasa kita alami sehari-hari, yaitu berbentuk datar dan didefinisikan dengan metrik yang disebut metrik Minkowski.
Berbeda dengan ruang-waktu di sekitar lubang hitam berotasi. Daerah di sana memiliki geometri ruang-waktu melengkung dan didefinisikan oleh metrik yang disebut metrik Kerr. Jarak terdekat dalam geometri yang didefinisikan oleh metrik Kerr bukanlah garis lurus. Jika Anda penasaran, jarak terdekatnya (ds^2) diberikan oleh persamaan metrik Kerr berikut:
Tentu saja ini hanya sebatas teori yang belum dapat dibuktikan. Namun, akan cukup menarik bukan jika kita benar-benar bisa melakukan time travel? Biarlah pembahasan ini menjadi bahasan angin lewat semata yang seru untuk dibicarakan saat meminum kopi sembari menatap senja.
PENUTUP
Dari penjelasan panjang sebanyak 5 part ini, bukan suatu rahasia lagi bahwa Interstellar sangat sukses dalam membawa film science fiction ke tingkat yang lebih tinggi. Sebagian besar prinsip ilmiah dari film tersebut akurat dan sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut.
Interstellar menyadarkan kita betapa sains sangat mengasyikkan sekaligus mengerikan dan dapat menumbuhkan rasa keingintahuan kita akan sesuatu.
Tidak hanya itu, alur cerita, visual, acting, dan yang tidak kalah penting, imajinasi akan fiksi ilmiah yang begitu sempurna menambah poin plus bagi film ini.
Sutradara Christopher Nolan begitu lihai dalam meracik bumbu-bumbu tersebut ke dalam satu adonan. Nolan juga tidak salah langkah dalam menggaet Kip Thorne sebagai konsultan fisikanya. Bersama-sama, dua pemikir hebat tersebut berhasil menciptakan sebuah mahakarya yang disebut Interstellar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H