Mohon tunggu...
Salim An
Salim An Mohon Tunggu... -

"Abdi Rakyat"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dzikir Daud: Inilah Basis Kemenangan Rakyat Bebas Efek Komplikasi

16 Februari 2014   06:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:47 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rakyat yang tertipu oleh pemerintahannya sendiri

Sebenarnya dapat saja menarik mandatnya,

Dengan cara paksa atau damai.

Ada atau tidak campur tangan CIA di belakangnya,

Doa Rakyat yang tertindas ditakdirkan tak ada hijab (pemisah) dengan allah.

Dzikir Daud, dapat meledakkan gunung, gempa bumi dan tsunami, sebagai “doa semesta”

di belakang rakyat.

Pemerintah yang korup akan tumbang oleh air bah yang dibendungnya sendiri.

Jadi marilah kita lawan,

Karena “ tentara semesta” bersama

rakyat yang tertindas.

Jika kau tertindas dan teraniaya sementara kamu bertakwa,

Kata Allah: AKU akan bersamamu!

Jadi lawanlah atau banyaklah berdoa padaKU

Rakyat yang tertindas, dapat jadi “bara api” neraka yang melepuhkan seluruh paras tubuhmu yang bergelimang kemewahan (jika engkau adalah penguasa yang lalim). Sungguh ini bukan isapan jempol belaka. Indonesia merdeka bukan karena senjata pasokan kekuatan kaum munafik, seperti penguasa Amerika dan sekutunya. Indonesia merdeka karena “bambu runcing” dan bambu runcing dapat “terhayati” sebagai senjata ampuh karena janji Allah ini, “Aku bersama orang teraniaya!” dan bukti itu akan terus berlanjut.Pada keajaiban perang Badar (perang terbesar) yang hampir-hampir pasukan muslim tercerai berai lalu datanglah “batu neraka” yang dilempar malaikat meluluhlantakan pasukan kafir, sebagai simbolisme pemerintahan kafir yang penuh tipu muslihat dengan perangaiyang “melampaui batas” seperti rezim Firaun, dan di abad modern “jelata teraniaya” yang sama di berbagai Negara dapat “mempermalukan” Amerika diVietnam, Kamboja, Meksiko, China, Malaysia minus Indonesia.

NKRI kini, di 2014 kita dihampiri lagi anjlognya kurs rupiah di depan dollar hingga Rp 12.000, “angka keramat” yang mengawali resesi dan kejatuhan Soeharto di 1998. Sementara rakyat menghadapi kelakuan partai yang bak kuda liar “kesurupan” berloncatan kian kemari dengan mata beringas yang bercampur ketakutan, sementara parawakil rakyat di DPR sibuk memperkaya diri lewat alibi-alibinya, membangun jaring konspirasi dengan eksekutip dan jaringan penguasa asing, sungguh sebuah perhelatan penghancuran bangsa secara berjemaah oleh tiang-tinag demokrasi yang semestinya menjaga keselamatan bangsa.

Dapatkah kita “melawan” mereka?

Agama menunjukkan bukti sejarah, “sangat bisa!” asalkan “jemaah rakyat” yang telah terlanjur mempercayakan nasib keselamatan rumah NKRI-nya kepada mereka (DPR/Parpol, Pemerintah dan aparat penegak hukum termasuk Mass Media) bersedia menghindari “kerakusan” yang sama, dan bersatu membangun sebuah panitia “ad hoc” untuk mengundang bala tentara langit (atas ijin Allah) dengan “jaring doa” dilandasi jiwa bersih dan tauhid yang benar, untuk apa? Untuk secara bersama-sama melakukan doa dan dzikir Daud.

Mengapa harus dengan “gerakkan ad hoc” dan Dzikir Daud?

Inilah reasoningnya.

(Selengkapnya bisa baca di Buku Dzikir Daud untuk meruwat Kepemimpinan Nasional)

IMF dan Bank dunia sebagai instrument “konspirator” bangsa-bangsa kapitalis “dipermalukan” oleh para pemimpin Negara berkembang yang bekerja dengan hati nurani, dan tak mau tunduk begitu saja kepada aturan IMF, dan dengan itu mereka selamat dari kebangkrutan Negara (krisis 1998), sementara mereka yang “sendiko dawuh” kepada IMF (karena sejarah Korupnya) bertumbangan dalam masa lama dari krisis. Termasuk di dalamnya Indonesia yang berujung dilengserkannya Soeharto. Lihat bab Bukti Kebohongan Neoliberalisme

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun