Pola pemberian ASI juga turut dipengaruhi oleh kepercayaan buyu ini. Masyarakat percaya anak tidak mau menyusu kepada ibunya karena anak takut melihat payudara ibunya. Sehingga orang tua tidak memberikan ASI Eksklusif kepada anak, padahal ASI eksklusif sangat bagus untuk membantu serta mengatasi masalah gizi pada anak. Asupan gizi ibu hamil juga terpengaruh, akibat pantangan-pantangan makanan yang dipercaya masyarakat akan mengakibatkan anak lahir nanti menderita buyu. Contoh makanan yang dilarang atau pamali adalah memakan haliling (bekicot), daging kijang, dan jantung pisang. Padahal dari jenis makanan yang dilarang tersebut memiliki gizi yang baik untuk ibu dan janin, namun dilarang karena budaya setempat yang dianggap pamali. Ditambah kondisi ibu saat  hamil yang memiliki status gizi rendah, dengan berat badan yang kurang, asupan makanan yang kurang menambah buruk keadaan sehingga potensi anak mengalami gizi buruk jauh lebih besar.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa ada pengaruh kepercayaan masyarakat dengan terjadinya risiko gizi buruk pada balita. Kepercayaan yang ada mempengaruhi pola pengobatan anak, pola pemberian ASI, asupan gizi ibu hamil, kondisi ibu hamil serta adanya penyakit lain yang memperburuk keadaan anak. Sehingga diperlukan sebuah sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat bahwa penyakit buyu sebenarnya merupakan penyakit gizi kurang yang dialami oleh anak. Cara pengobatannya adalah dengan dibawa ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Bukan melalui ritual-ritual yang ada di masyarakat, selain itu untuk ibu hamil harus memperhatikan asupan gizi saat hamil dan pasca melahirkan. Agar janin mendapatkan asupan gizi yang cukup, serta saat pasca melahirkan bayi mendapatkan gizi yang lengkap dari ASI Eksklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H