Mohon tunggu...
Salina Corbafo
Salina Corbafo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Environtment and Participation The Shifting Significance of a Double Concept Pieter Leroy and Jan P.M. van Tatenhove

23 Mei 2016   11:36 Diperbarui: 23 Mei 2016   11:52 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970 gerakan membangun kesadaran terhadap lingkungan memiliki dua aspek yang saling terkait yakni isu lingkungan dan partisipatis,  Isu lingkungan dan partisipatis merupakan dua aspek yang memiliki keterkaitan erat dengan ketidakpuasaan hijau. Sejak tahun 1970-an ketidakpuasaan hijau terus meningkat secara bertahap, didukung oleh pertumbuhan
 kepedulian lingkungan dan munculnya berbagai konflik lingkungan.. Ada dua aspek  yang berkaitan dengan ketidakpuasan hijau yakni  protes yang bersangkutan dengan beban lingkungan dan proses dan cara pengambilan keputusan. Ketidakpuasaan terhadap industry bisnis yang menyebabkan banyak polusi, pembangunan infrasktruktu jalan tidak melibatkan warga dalam perencanaan, kurangnya partisipasi publik dan dampaknya terhadap lingkungan sangat besar. Sikap ketidakpuasan terhadap industry bisnis berdampak pada lingkungan dengan gerakan protes melalui demonstrasi diberbagai bandara di Eropa dan ketidakpuasaan terhadap globalisasi, cara yang dipakai tidak partisipatif.

Kritik public terhadap diskonteks hijau, kiritik yang berfokus pada sistem kapitalis dan peran negara yang mempertahankan ketidaksetaraan. Mendorong partisipasi warga untuk demokratisasi negara dan emansipasi bagi kelompok tertindas, menyerukan perubahan struktur sosial dan membangkitkan partisipasi warga sipil, rekan kerja dan para mahasiswa agar lebih aktif dalam proses pengambilan keputusan. Awal tahun 1970-an sebagai period perubahan politik secara radikal, gejala radikalisasi dapat dilihat dari legitimasi institusi dan berkurangnya lembaga-lembaga tradisional. Munculnya gejala legitimasi kemudian terbukti dengan berkurangnya pengaruh berbagai lembaga-lembaga tradisional, seperti gereja, universitas, perdagangan gerakan serikat, politik, dll.  Menantang legitimasi dari institusi yang ada,berdebat dan berdiskusi tentang struktur untuk lebih partisipatif. Masing-masing gerakan mengunakan  cara sendiri, dari gerakan lingkungan, gerakan perempuan, 'gerakan buruh dan gerakan mahasiswa. Disetiap gerakan sosial tersebut menuntut harus adanya perubahan konsep bahwa legitimasi lembaga tua perlu diganti dengan organisasi yang lebih modern.

Sedangkan permintaan untuk tingkat yang lebih tinggi dari partisipasi di antara warga, mahasiswa, perempuan dan kelompok-kelompok meningkat di berbagai sektor, dalam pembahasan ini tentang (permintaan) partisipasi politik. Hal ini mengacu pada partisipasi warga dan kelompok-kelompok sosial dalam proses pengambilan keputusan politik dan realisasi kebijakan pemerintah. Partisipasi politik bukan hal yang baru, pada 1970-an. Setiap orang yang berada dalam negara-negara demokratis,terbiasa dengan hak yang sama dalam berpolitik yakni hak untuk memilih, hak untuk membuat petisi, hak untuk referendum. Ini adalah Bentuk-bentuk partisipasi politik yang familiar.

 Hal yang sama berlaku pada partisipasi organisasi non-pemerintah: tidak hanya pihak politik tetapi juga serikat pekerja, organisasi pengusaha, organisasi di bidang kesejahteraan, budaya, dll. Semua secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam persiapan atau pelaksanaan kebijakan pemerintah. Pemerintah sering mengundang kelompok-kelompok ini untuk bergabung sebagai badan penasehat dan konsultasi, dan dari sana mereka membantu merumuskan kebijakan baru. Bahkan ketika tingkat keterlibatan kelompok-kelompok non-pemerintah dan tingkat partisipasi organisasi ada perbedaan dari satu negara ke negara lain dan bervariasi.

Namun,  isu partisipasi politik di akhir 1960-an dan awal 1970 adalah hal yang baru, bentuk partisipasi yang lebih radikal, pengaruh langsung dalam kebijakan. Demokrasi perwakilan adalah tidak terlalu (atau menjadi) tidak langsung dan sebagian ditolak oleh sebagian kecil  kelompok (neo) korporatisme  yang memiliki kepentingan,  keputusan yang dibuat sebelumnya berkonsultasi dengan kalangan elite, tradisi dan struktur konsultasi elitis sebagai dasar dari proses pengambilan keputusan khususnya untuk membungkam warga: produksi konstan kompromi antara politik dan kelompok elit. Bentuk politik dan pengambilan keputusan harus baik diganti atau setidaknya dilengkapi dengan bentuk yang lebih kontemporer partisipasi. Tuntutan untuk partisipasi politik yang lebih juga bervariasi di
 derajat mereka keradikalan: mulai dari permintaan moderat untuk penambahan atau inovasi dari demokrasi perwakilan ke argumen  dasar yang sengit, kebijakan yang demokratis. Ada juga perbedaan pendapat terlihat di antara anggota gerakan lingkungan, seperti yang akan kita lihat di bawah. Namun demikian, partisipasi masih sebagai kata kunci.

Namun perbedaan besar pada tingkat keradikalan, menuntut partisipasi tersirat dalam harapan untuk inovasi baik dari segi konten dan organisasi. Ini diterapkan khususnya berkaitan dengan bagaimana masalah lingkungan ditangani. Terutama karena kesadaran itu muncul dari lingkungan dan kebijakan lingkungan, dan karena masalah lingkungan berhubungan dekat dengan kualitas lingkungan semua orang, pengembangan kebijakan ini ada keterkaitan erat tuntutan untuk partisipasi. Seperti yang sudah dikatakan, ini sehubungan dengan protes lingkungan dilakukan setelah tahun 1970-an: kepedulian terhadap lingkungan dan tuntutan untuk partisipasi yang menjadi ketidakpuasan hijau. Pembahasan ini juga berkaitan dengan bagaimana lingkungan dan partisipasi memiliki keterkaitan yang erat selama lebih dari tiga puluh tahun dan mengapa selama tiga puluh tahun sikap dan praktek tentang partisipasi dan lingkungan berubah cukup substansial.

The environment, participation and power: between the ‘green polder model’ and further democratization

Selama tiga puluh tahun kebijakan lingkungan selalu berhubungan erat  dengan lingkungan dan partisipasi.  Namun pada saat yang sama, disaat adanya 'partisipasi' dan seperti apa bentuk partisipasi yang bisa membuat perubahan substansial. Sebagai bagian dari konsep yang lebih luas, politik radikal tentang geraka partisipasi, gerakan lingkungan telah ditegakkan sejak tahun 1970 dengan banyak protes dan tekanan. Dibentuk dengan dua tujuan: untuk memastikan bahwa aspek lingkungan diberikan lebih pada proses pertimbangan pengambilan keputusan di satu sisi, dan membuat keputusan pemerintah di bidang lingkungan lebih mudah diakses dan lebih bisa diverifikasi warga dan gerakan untuk lingkungan. Aspek-aspek tersebut telah menyebabkan munculnya hukum luas dan instrumen organisasi dalam berpartisipasi.

Perubahan secara bertahap, namun perubahan radikal telah memberikan pengaruh pada kebijakan lingkungan sejak pertengahan 1980-an. Perubahan yang terjadi lebih ditekankan pada Keterlibatan aktor namun kurang menengkankan peran pemerintah dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan lingkungan.  Pihak pasar dan LSM diundang untuk bertanggung jawab bersama dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan lingkungan. Dalam perubahan konteks, Partisipasi tidak  menjadi isu yang ideal bagi demokrasi politik pada awal 1970-an. Saat ini dukungan dan penerimaan publik terhadap argumen melalui berbagai eksperimen. Namun demikian, tidak ada instrumen yang memuaskan mendorong partisipasi dalam kebijakan lingkungan  pada konteks societalisation dan marketisasi.

Singkatnya, argumen untuk dan organisasi partisipasi memiliki banyak perubahan dalam tiga puluh tahun terkait kebijakan lingkungan. Walaupun demikian, tidak menyebabkan perubahan signifikan dalam keseimbangan kekuasaan Sehubungan dengan kebijakan lingkungan. Seperti studi yang dilakukan pada 1970-an dan 1980-an telah menunjukkan, pengaruh sebenarnya warga di lingkungan Kebijakan itu hanya sedikit, meskipun instrumen partisipasi baru, itu akan tampak bahwa inisiatif untuk partisipatif proses pengambilan keputusan di1990 juga gagal menyebabkan perubahan dalam keseimbangan kekuasaan.

Instrumen partisipasi tidak hanya dinilai atas dasar kontribusi yang mereka buat terhadap pergeseran dalam keseimbangan kekuasaan, untuk lebih demokratisasi dan cita-cita mulia lainnya. perubahan tersebut juga harus dianggap sebagai upaya untuk menyalurkan ekspresi baru pada kebutuhan sosial dan politik, dengan memperbaharui, waktu dan infrastruktur politik dan instrumen politik. Misalnya, infrastruktur politik di tahun 1970-an itu jelas tidak memadai untuk menyelesaikan perdebatan sengit berkaitan konflik lingkungan. Partisipasi di satu sisi dan debat publik luas di sisi lain, adalah instrumen 'memadai' dalam hal ini. Ada dua jalur yang bisa ditempuh untuk merancang baru diperlukan instrumen partisipatif: 'model polder hijau' atau lebih demokratisasi, khususnya hubungan antara pasar dan masyarakat. Keberhasilan model polder sosial-ekonomi, didasarkan pada dasar konsensus antara pemerintah, perdagangan dan industri dan serikat pekerja gerakan, menginspirasi beberapa orang untuk mengajukan sejenis model untuk kebijakan lingkungan (lihat Bab 9). Seperti instrumen akan - dipendapat beberapa - secara substansial meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah dan bisa menyelesaikan konflik mengenai infrastruktur, pertanian,alam, dll.

Orang lain merasa bahwa 'polder Model hijau' akan ada lebih dari satu bencana: mereka mengasosiasikan 'model polder' dengan konsultasi antara elit kelompok kepentingan yang, tanpa hambatan pendukung mereka, mencapai kompromi dengan satu sama lain. Sebelumnya dalam bab ini itu berpendapat bahwa konsensus tersebut antara elit menyebabkan non-partisipasi. Di tempatnya, yang argumen diajukan untuk langkah radikal yang akan diambil dalam politik inovasi: dengan cara yang sama sebagai masyarakat mendobrak pemerintah proses pada 1960-an dan 1970-an pengambilan keputusan, sekarang pengambilan keputusan yang proses dari pihak pasar harus dibuat lebih transparan dan lebih mudah diakses. Dengan kata lain: jika perdagangan dan industri yang benar-benar ingin menerima tanggung jawab untuk kebijakan lingkungan, maka harus membenarkan diri di ini enghormati. Apa Greenpeace dicapai sehubungan dengan Shell Brent Spar harus menjadi perilaku logis dari bisnis di masa depan. Eco-label, laporan lingkungan, energi hijau dan instrumen lainnya maka hanya langkah awal tentatif dalam proses jauh politisasi dan demokratisasi pasar dan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun