Niat sebuah kebaikan tak selamanya mendatangkan manfaat dan keberkahan bagi yang menerima kebaikan tersebut, niat kita yang teramat baik tanpa di iringi perasaan ingin dipujilah, ingin dihargailah, ingin di sanjunglah, dan lain lain bentuk penghargaan kadang tetap saja menjadikan keburukan bagi kita sendiri, ibarat bumerang yang kembali terlempar ke badan kita, berbalik menyerang ke arah kita.
Sepotong kebaikan yang coba kita ungkapkan dan kita bagi kepada orang lain kadang mendapatkan cemoohan dan sindiran yang menghujam ke arah diri kita. Bumerang serangan dan kecaman membuat diri kita terperanjat,, kaget dan heran,,, " Oh apa salah ku..? " .. itulah yang ditanyakan oleh batin kita kepada batin kita sendiri. Otak berkerut dan mata menyeruput bahkan kening pun ikut berkerut... keheranan.
Inilah dunia kita sekarang, dunia yang sudah tidak berdaya menerima segala perlakuan rasa, semua nilai nilai kebaikan seakan ikut terkikis, di derai waktu yang mengurai terbang bersama angin sore, hilang dan raib.. itulah nilai kebaikan saat ini... raib dan sirna.
Pertanyaannya : Kenapa ini bisa terjadi ??
Sedikit jawaban dari hasil analisa yang sederhana yaitu KARENA MANUSIA SUDAH TIDAK MEMILIKI SENSE...apa itu sense nya : Rasa empati dan penghargaan kepada sesama manusia, ini seringkali menimpa kasus yang mana si penyebar kebaikan adalah orang yang sudah di cap buruk dan bercitra jelek di mata mereka. jadi apapun yang di sampaikan dan di ucapkan walaupun itu mengandung 100 persen nilai kebaikan tetap saja tidak bernilai kebaikan, yang ada adalah 1000 persen keburukan yang ada di diri pribadi si pengirim kebaikan tersebut. ya inilah yang terjadi saat ini, walaupun sebenarnya tidak semuanya begitu,., tapi perasaan subyektif kadang membawa penilaian yang cenderung menjatuhkan bahkan menyudutkan, jadi nilai kebaikan yang coba kita tampilkan seakan tidak berguna, lenyap seiring perlakuan yang didomisasi pemikiran yang terlalu "bad sense..". wah,,, gawat deh,,,!!Â
Tapi inilah realita sebagian kecil masyarakat kita yang sudah menjadi trend bahwa budaya ikutan ikutan untuk menjatuhkan seseorang sudah menjadi lumrah, di dalam dunia politik, hal ini sudah sangat biasa, pejabat yang melakukan perbuatan baik akan tetap bernilai buruk di mata lawan politiknya, apalagi kalao si pejabat tersebut suka bicara seenaknya dan tidak pernah merasa salah, seorang guru yang mengajarkan kebaikan akan tetap bernilai jelek di mata muridnya yang selalu diberi nilai D oleh sang guru tersebut, istri yang menasehati suami untuk berbuat baik akan tidak ada artinya apabila sang suami sudah pernah punya dendam pribadi kepada sang istri apalagi karena istrinya pernah selingkuh.Â
Jadi kesimpulannya sifat manusia lah yang cenderung mengajarkan nilai keburukan, dan ini sering tidak disadari oleh kita, sehingga apabila keburukan seseorang sudah berbekas dalam hati dan sanubari setiap orang, maka sepatah kata kebaikan yang kita ucapkan itu sama sekali tidak ada arti dan manfaatnya bagi orang lain, terutama bagi orang yang pernah tersakiti, akan susah untuk melepaskan itu, inilah pelajaran yang harus kita ambil, maka dari itu, cobalah untuk bersikap arif dan bijaksana, karena setiap ucapan kita yang terkadang menyakiti perasaan orang lain akan berdiam dalam hati orang yang tersakiti tersebut, menjadi dendam dan susah untuk dipulihkan kembali, sehingga satu halaman posting kebaikan yang kita bagi tetap tak bermakna bagi mereka yang sudah pernah tersakiti....baik karena ucapan dan sikap kita pada orang lain.
semoga secuil catatan kecil ini bisa menjadi perenungan kita di siang ini...
Rizal, bdg, 211016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H