Seringkali kita baca di media ,  seseorang yang sedang berkampanye untuk menduduki posisi Kepala Daerah atau Wakil Rakyat. Sangat bersemangat sang calon kepala daerah atau wakil rakyat ini mengutarakan janji-janji manisnya dihadapan para pendukungnya. Janji-janji itu mengalir deras dan lancar dari mulutnya seolah-olah semua janji tersebut  tidak ada batasnya, tidak ada matinya begitu kata orang. Namun apa yang terjadi kemudian ketika yang bersangkutan telah terpilih menjadi kepala daerah atau wakil rakyat? Janji-janji tersebut ternyata hanya omong kosong belaka.Â
Ketika ditanyakan soal janjinya ketika berkampanye dahulu dengan entengnya orang tersebut mengatakan " Aah... itu khan hanya kampanye bukan yang sebenarnya terjadi dan calon lain pun melakukan hal yang sama toh!". Pertanyaannya sekarang apakah saat kampanye itu bukan yang sebenarnya terjadi? Apakah kalau orang lain menjanjikan sesuatu maka kita pun harus melakukan hal yang sama? Wallahu alam, begitulah sekelumit gambaran bahwa janji-janji hanya sekedar janji dan sulit sekali kita memegang janji seseorang.
Sering juga kita menemui dalam keseharian ketika kita membeli suatu produk barang atau jasa. Produsen berlomba-lomba untuk menjanjikan sesuatu misalnya: layanan purna jual 24 jam, keberadaan tempat servis yang tersebar dimana-mana, kualitas produk yang handal dan sebagainya.Â
Apa yang terjadi kemudian ketika kita membeli produk tersebut? Semua yang dijanjikan hanya bualan belaka. Nomor telepon yang tertera ketika kita hubungi tidak ada yang mengangkat atau kalaupun diangkat kita dipingpong kesana kemari. Tempat servis yang tertera dalam brosur ternyata hanya sebuah ruangan tanpa aktifitas . Akhirnya hanya kekecewaanlah yang kita dapat
Kondisi diatas dapat juga  kita jumpai  dalam kehidupan sehari-hari di tempat kerja. Seorang Pimpinan memberikan janji-janji manis kepada bawahannya jika dapat mencapai target yang sudah ditetapkan maka akan diberikan insentif atau hadiah tertentu. Tapi ketika target tersebut hampir dapat dicapai oleh sang bawahan maka setting target diubah kembali dengan alasan yang  bermacam-macam.Â
Cara kerja seperti ini sangat tidak baik untuk digunakan dalam  rangka memotivasi bawahan. Seharusnya sebelum target ditentukan oleh seorang Pimpinan, ia harus bisa memprediksi kondisi apapun yang terjadi agar bawahan punya arahan dan rambu-rambu yang jelas untuk mencapai target tersebut.
Jangan pernah beranggapan bahwa bawahan itu tidak tahu apa-apa, Â yang tahu urusan perusahaan hanyalah Bos atau orang-orang tertentu saja di perusahaan. Anggapan seperti ini salah besar, karena mustahil target perusahaan dapat dicapai jika yang bekerja mati-matian hanya segelintir orang sementara bawahan yang jumlahnya relatif lebih banyak hanya melihat dan pelengkap penderita saja.
Contoh lainnya, janji yang dibuat oleh Pimpinan yang berkaitan dengan kenaikan gaji jika bawahan menunjukkan kinerjanya dalam bekerja, dengan sangat mudah dianulir oleh Pimpinan. Janji-janji tersebut sengaja dibuat sangat multi tafsir sehingga ketika bawahan merasa sudah menunjukkan kinerjanya, Pimpinan menganggap bahwa kerja tersebut belum seperti yang diharapkan oleh perusahaan. Aturan main dibuat dengan kriteria yang tidak jelas. Target dibuat dengan tidak realistis, tidak mengacu pada pencapaian yang diperoleh tahun sebelumnya.
Pendekatan model seperti ini sudah tidak layak lagi dipergunakan  sekarang .  "One team one goal" sudah harus terus menerus dikomunikasikan dan dijalankan kepada seluruh komponen didalam perusahaan. Tentunya sampai seberapa jauh bawahan harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan ruang lingkup pekerjaannya harus terlebih dahulu dirumuskan oleh Pimpinan  bersama-sama dengan manajernya masing-masing.
Jika dalam konteks internal saja Pimpinan atau bahkan diri kita sudah tidak mempunyai komitmen untuk mewujudkannya, biasanya ini juga akan terbawa dalam pekerjaannya sehari-hari khususnya dalam membuat janji dengan client, relasi atau vendor.
Dalam banyak kasus, Pimpinan selalu mengatakan ada rapat atau kepentingan yang mendadak sehingga ia tidak bisa menemui client padahal waktu dan tempatnya sudah ia janjikan sendiri. Seribu satu macam alasan, begitu mudahnya ia membatalkan janji. Padahal tidak ada keperluan mendadak , yang ada kemalasan yang mendadak.