Mohon tunggu...
Salihudin
Salihudin Mohon Tunggu... Freelancer - Senang menulis tentang berbagai topik terutama yang berkaitan dengan peristiwa budaya, sosial dan politik.

Senang menulis tentang berbagai topik terutama yang berkaitan dengan peristiwa budaya, sosial dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Teriakan Kemerdekaan ke-74

17 Agustus 2019   14:36 Diperbarui: 17 Agustus 2019   14:43 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini kita memperingati hari kemerdekaan ke 74 tahun. Ini sebuah rutinitas setiap tahun bagi bangsa kita. Oleh karena rutinitas itu, kita banyak lupa makna, esensi dan subtansi perayaan kemerdekaan. Kesempatan kali ini saya ingin membuat  tulisan reflektif. Ini dimaksudkan sebagai renungan sederhana terhadap makna kemerdekaan yang sudah kita nikmati selama ini.

Dari jawaban standar yang banyak dikemukakan anak sekolah bahwa tujuan  kita memperingati hari kemerdekaan dalam rangka mengenang jasa pahlawan yang telah berjuang merebut kemerdekaan.Ya, pahlawan memang menjadi isu sentral dalam peringatan itu. Saksikanlah deretan ritual acaranya, mulai dari waktu, simbol, bendera,teks proklamasi,UUD 45 dst semuanya terkait dengan peristiwa historis kepahlawanan.

Ada juga yang mengatakan bahwa perayaan kemerdekaan merupakan simbol dari nasionalisme orang Indonesia, sehingga orang orang yang diundang  tapi tidak hadir mencerminkan bahwa kadar nasionalismenya rendah.Tentu saja segala penafsiran makna perayaan kemerdekaan itu sangat terbuka sehingga melahirkan kenyataaan perbedaan enafsiran. Segala macam penafsiran bagi saya mungkin hanya berguna bagi sebagian orang, khususnya kalangan ilmuan.Tapi itu sah-sah saja.Karena dalam dalam penafsiran mungkin saja lahir suatu teori baru.

Bagi saya perayaan kemerdekaan harus setiap saat kita lakukan, tidak hanya 17 agustus. Ya, perayaan kemerdekaan harus setiap saat!Karena bukankah kemerdekaan kini merupakan "barang mewah" bagi sebagian besar manusia? Lihatlah sekeliling kita.Segala profesi,apapun itu, merupakan "penjara" bagi sebuah emerdekaan diri.Politikus pasti terpenjara dengan politiknya,pebisnis menghadapi ketidakbebasan dengan bisnisnya,kaum intelektual tidak merdeka dengan fikirannya, dan seterusnya. Mungkin itulah sebab Eric Fromm menulis sebuah buku Escape from the freedom,lari dari kebebasan. Artinya,kebebasan dalam arti sesungguhnya merupakan hal yang tidak mungkin.

Karena itu mungkin Marx benar ketika ia mengatakan hidup kita tergantung dari mode of production kita. Maka makna perayaan kemerdekaan kita adalah sebagai metafora "return to human being",  kembali menjadi manusia seutuhnya.

Selama ini mungkin banyak diantara kita yang tidak peduli dengan kondisi sekeliling kita. Adakah kita memperhatikan secara sungguh-sungguh peningkatan kesejahteraan berjuta-juta anak bangsa ini? Adakah kita sungguh-sungguh mau melenyapkan segala hal yang berbau korupsi? Mengapa kesenjangan ekonomi masih terlalu dalam? Mengapa masih terjadi pengeboman, kerusuhan,kriminal? Mengapa pemimpin dan elit politik hanya sibuk dengan merebut dan mempertahankan kekuasaan?

Kalau pertanyaan judicial tersebut kita teruskan maka semakin membuka borok kita sebagai bangsa dan sebagai manusia. Ini adalah ironi. Ironi sebagai bangsa karena mengingkari  tujuan kemerdekaan yakni mencapai kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan. Dan ioni sebagai manusia  karena  seperti difirmankan oleh Tuhan adalah merupakan makhluk yang sempurna. Dalam kesempurnaan manusia itulah manusia dilengkapi dengan sifat fitrah (suci). Sifat fitrah itulah yang menjadi nilai dan spirit dalam berbuat baik.

Argumen adanya pengingkaran itu mungkin bisa diterima pada ranah personal tapi tidak secara sosial. Agama mengajarkan manusia hanya berdosa pada pribadi-pribadi bukan pada publik. Maka ketidakbecusan kita mengurus bangsa  sehingga meyebabkan penderitaan merupakah hal yang tidak bisa dimaafkan. Apalagi segala hal yang menjadi urusan publik telah diatur dengan jelas dalam berbagai kontrak sosial, politik dan hukum yang berwujud  perundang-undangan negara.

Semuanya karena politik sudah melenceng dari tujuannya yang mulia. Politik sudah dibajak oleh politisi minus negarawan. Politik tidak lagi sebagai cara untuk merumuskan kebijakan yang adil untuk semua. Politik sudah mati ditangan oleh politisi yang rakus dan yang merampas kekuasaan dari rakyat yang mendambakan kesejahteraan.

Parahnya lagi hukum yang menjadi penegak keadilan berada ditangan penegak hukum yang koruptif. Yang mau disogok berpeti-peti uang dan materi. Hukum banyak dikebiri oleh tekanan politik. Hukum tidak berpihak pada masyarakat kecil. Hukum tidak membela  rakyat yang lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun