Pertarungan antara Syiah dan Ahli Sunnah telah berkembang jauh melampaui perbedaan teologis dan menjadi konflik politik yang besar, terutama di Timur Tengah. Sejak zaman kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, Syiah sering berada di posisi oposisi politik. Mereka merasa dimarjinalkan oleh penguasa Sunni, sementara Sunni sering kali menguasai struktur politik.
Di era modern, persaingan ini diwarnai oleh rivalitas geopolitik antara negara-negara mayoritas Sunni dan Syiah. Iran, negara dengan mayoritas Syiah terbesar, telah menjadi pusat utama kekuatan Syiah sejak Revolusi Iran tahun 1979. Iran mendukung kelompok-kelompok Syiah di Lebanon (Hizbullah), Irak, Suriah, dan Yaman. Di sisi lain, Arab Saudi sebagai negara Sunni terkemuka mengklaim diri sebagai pelindung Islam Sunni, sering kali mendukung kelompok-kelompok Sunni dalam berbagai konflik regional.
Contoh konflik yang mencerminkan pertarungan ini adalah perang saudara di Suriah. Rezim Bashar al-Assad yang didukung oleh Iran dan Hizbullah berhadapan dengan kelompok-kelompok oposisi Sunni yang didukung oleh negara-negara Teluk, Turki, dan negara-negara Barat. Di Yaman, kelompok Houthi yang Syiah Zaidi berhadapan dengan koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi.
Implikasi Global dan Kekerasan Sektarian
Konflik antara Syiah dan Ahli Sunnah tidak hanya terjadi di Timur Tengah, tetapi juga berdampak pada komunitas Muslim di berbagai negara. Di Pakistan dan Afghanistan, ketegangan sektarian antara Syiah dan Sunni sering berujung pada kekerasan. Kelompok-kelompok ekstremis Sunni, seperti Taliban, Al-Qaeda, dan ISIS, sering kali menganggap Syiah sebagai kelompok yang sesat dan takfiri (murtad), sehingga mereka merasa sah untuk menyerang komunitas Syiah.
Serangan bom bunuh diri terhadap masjid-masjid Syiah di Timur Tengah dan Asia Selatan telah menjadi peristiwa yang sering terjadi. Di Irak, setelah jatuhnya Saddam Hussein pada tahun 2003, kekerasan sektarian antara Sunni dan Syiah meningkat tajam, memicu perang saudara yang berlangsung bertahun-tahun.
Upaya Rekonsiliasi dan Tantangan
Meskipun konflik antara Syiah dan Ahli Sunnah telah berlangsung lama, ada sejumlah upaya untuk menciptakan dialog dan rekonsiliasi antara kedua kelompok. Organisasi-organisasi seperti Persatuan Ulama Muslim Dunia dan beberapa ulama dari kedua belah pihak telah mencoba untuk menjembatani perbedaan, menyerukan persatuan di antara umat Islam. Mereka menekankan bahwa perbedaan teologis tidak seharusnya menjadi alasan untuk kekerasan.
Namun, upaya rekonsiliasi ini sering terhalang oleh kepentingan politik dan ekonomi. Rivalitas antara Iran dan Arab Saudi, dua kekuatan utama dalam dunia Islam, terus memperkeruh konflik di Timur Tengah dan memperparah ketegangan sektarian di berbagai tempat.
Kesimpulan
Pertarungan dominasi antara Syiah dan Ahli Sunnah adalah konflik kompleks yang melibatkan perbedaan teologis, politik, dan sosial. Meskipun awalnya dipicu oleh perbedaan pandangan mengenai kepemimpinan setelah Nabi Muhammad SAW, persaingan ini kini menjadi bagian dari dinamika geopolitik global, dengan dampak yang dirasakan di seluruh dunia Muslim. Upaya rekonsiliasi ada, tetapi tantangan besar yang dihadapi adalah kepentingan politik yang sering memperuncing perbedaan ini.