Mohon tunggu...
Salam Rahmad
Salam Rahmad Mohon Tunggu... Jurnalis - brain food

be kind.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Militansi Indonesia terhadap Perang Dagang Amerika Serikat - China yang Ingin Merajai Pasar Dunia

22 Januari 2021   23:08 Diperbarui: 22 Januari 2021   23:10 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) 2018-2019, indeks angka pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ekonomi Indonesia pada tahun 2018 yang melejit hingga 5,27% harus menelan kenyataan pahit pada tahun 2019 yang turun menjadi 5,05%. Hal ini dirasa perlu sebagai bahan evaluasi pemerintah dalam menindaklanjuti kebijakan Indonesia pada pasar bebas. Dewasa ini, perdagangan internasional memungkinkan setiap negara untuk saling berinteraksi dan berkontribusi tanpa dibatasi ruang dan waktu yang ada. Kompleksitas teknologi yang dihasilkan selalu berkembang untuk melawan pesaing dari negara lain yang pada akhirnya berlomba-lomba menjadi garda terdepan dalam segala aspek.

Berangkat dari fenomena tersebut, perdagangan internasional di warnai perang dagang yang dilakukan antar persaingan dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan China yang masih berlangsung hingga saat ini. Kedua negara tersebut secara bersamaan ingin menunjukkan eksistensi kekuatan negaranya di sektor ekonomi yang tujuannya merajai pasar dunia.

Saat ini, kedua negara tersebut tengah bersaing melalui perang yang ditakuti dan penuh strategi demi keuntungan satu pihak---ditakuti dunia intelejen, Colder War. Perang ini lebih menakutkan karena menyerang dari segi aspek ekonomi setiap negara dengan mengerahkan semua instrumen perang untuk menghadapi persoalan seperti technology warfare, currency warfare, energy warfare, dan lain-lain. Perang ini mulai muncul ke permukaan publik ketika terjadi ledakan kilang minyak Aramco di Arab Saudi oleh drone (pesawat tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh dengan menggunakan remote control) yang diduga dalangnya adalah Amerika Serikat. Akibatnya, perekonomian dunia bisa saja anjlok karena kejadian ini dan terpaksa kilang minyak tersebut menghentikan separuh kegiatan kilang minyaknya.

Frankfrut yang merupakan seorang warga negara Jerman beraliran pemikiran kontemporer, beranggapan bahwa mahzab teori kritis merupakan sebuah teori yang mengkritisi kebijakan yang sudah ada dan ingin adanya suatu perubahan dalam segala aspek seperti ekonomi, politik, dan lain-lainnya. Teori ini juga mendasari pemikiran Frankfrut akan adanya keinginan untuk keluar dari belenggu kehidupan yang merugikan. Sejatinya, keterkaitan antar keduanya guna mengkritik pemerintah Indonesia menyangkut permasalahan besar skala internasional (ledakan kilang minyak di Arab Saudi) yang tentu merugikan banyak pihak. Masyarakat berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut, antisipasi jika seluruh kebutuhan pokok naik secara drastis. Hal itu bisa saja terjadi jika pemerintah di nilai lamban bertindak mengambil tindakan dalam mencari solusi. Kritik tersebut berisikan keresahan masyarakat jika terjadi lonjakan harga di pasar internasional akibat terbakarnya kilang minyak di Arab Saudi yang membuat pasokan minyak dunia menurun. Namun, dari kritik tersebut tentunya membuka jalan pikiran masyarakat menjadi terbuka mengenai persoalan tersebut yang disiarkan melalui media massa.

Persoalan-persoalan yang dihadapi dua negara raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan China akan sulit untuk diredam dan berakhir damai. Ada tiga asumsi yang mendasari mengapa perang dagang ini sulit untuk diredam. Pertama, propaganda yang dilakukan oleh kedua negara dilancarkan guna menjatuhkan atau menghancurkan eksistensi pihak lawan dengan mengobarkan semangat kebencian, permusuhan, serta mengabaikan kebenaran dan keadilan. Media massa kemudian memanfaatkan propaganda ini dengan menggoreng isu lalu menyebarluaskan melalui pemberitaan. Semakin sering berita tersebut disiarkan, semakin besar pengaruh yang akan menerpa masyarakat. Inilah yang terjadi, masyarakat menganggap bahwa Iran bersalah karena kebanyakan media memberitakan bahwa Iran-lah yang salah. Propaganda yang dilakukan Amerika Serikat terbilang berhasil karena memberikan framing berita yang mampu mengubah persepsi masyarakat (menggiring opini publik) untuk sepakat bahwa Iran harus bertanggung jawab atas kejadian ini.

Kedua, di sisi lain, kekuatan perang dagang antar dua negara ekonomi raksasa dunia, Amerika Serikat dan China bisa meledak sewaktu-waktu seperti bola salju yang menggelinding menimpa ke bawah dan yang menjadi korban adalah negara ketiga atau negara berkembang. Propaganda lain yang dilakukannya adalah munculnya shale gas asal Amerika Serikat sebagai pilihan alternatif karena terbakarnya kilang minyak di Arab Saudi dan menawarkannya kepada dunia internasional untuk merubah pola pikirnya beralih menggunakan shale gas karena lebih murah dan bersih. Hal itu akan membuat masyarakat internasional secara berbondong-bondong mungkin saja beralih menggunakan shale gas.

Ketiga, implikasi bagi perekonomian dunia, perang dagang akan mengakibatkan volume perdagangan dunia melambat dan itu sangat tidak diharapkan terjadi karena akan berpengaruh ke semua negara. Implikasi bagi Indonesia atas perang dagang Amerika Serikat dan China memicu kewaspadaan Indonesia, karena dampaknya pada perekonomian dunia yang terindikasi pada melemahnya geopolitik dan geostrategi Indonesia.

Kejadian ini membuka peluang besar bagi Indonesia di perdagangan internasional. Jika minyak dunia dan batu bara menjadi mahal akibat kilang minyak tersebut terbakar, hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengganti sumber energi yang lebih murah dan bersih yang di prakarsai Amerika Serikat yaitu Shale Gas. Dengan pembelian shale gas, akan membuka keran kerjasama antara Amerika Serikat dengan Indonesia. Adanya kerjasama tersebut, Indonesia bisa menegosiasikan ekspor kelapa sawitnya, dengan begitu harganya akan melambung tinggi. Hal tersebut akan mendorong perekonomian Indonesia menunjukkan eksistensinya dalam perdagangan internasional.

Pemerintah sebaiknya berfokus pada peran aktifnya dalam membantu pelaku bisnis dalam negeri, misalnya dengan perluasan pasar dan memberikan sosialisasi untuk menghadapi kondisi perang dagang pada pelaku bisnis dalam meningkatkan kualitas produknya dan mampu bersaing dengan produk impor dari Amerika Serikat dan China. Indonesia harus lebih berusaha lebih keras lagi untuk bisa melihat peluang, memperluas pasar dan menambah keuntungan produk-produk dari Indonesia. Indonesia juga harus melihat komoditas yang bisa diekspor ke China untuk menggantikan barang-barang dari Amerika Serikat yang terkena bea impor dan sebaliknya dengan berinovasi dalam ketahanmalangannya di dunia internasional. Selain itu, dengan memperluas negara tujuan ekspor seperti melakukan kerjasama antar negara-negara yang memiliki potensial, yaitu Asia Selatan, Eropa Timur, Afrika, dan Timur Tengah yang belum diperkuat secara maksimal.

Tak dapat dipungkiri bahwa perdagangan internasional membuka peluang besar dalam pasar global untuk para pengusaha dari negara berkembang. Perdagangan internasional mengarah ke pertumbuhan ekonomi asalkan langkah kebijakan yang diambil tepat untuk menghadapi persaingan dengan negara-negara maju dan memanfaatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki.

Namun, kerapkali dijumpai problematika yang bersinggungan dengan sumber daya manusia, rupayanya Indonesia memang harus berbenah memperbaiki kualitas manusianya untuk bereksistensi di kancah internasional dalam segala aspek. Dengan kejadian yang ada di Arab Saudi justru membawa angin segar dan membuka peluang bagi Indonesia untuk berkiprah dan menjalin hubungan bilateral dengan Arab Saudi agar kejadian tersebut tidak berdampak serius bagi Indonesia, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara yang masih menggunakan batu bara untuk kebutuhan keseharian. Hubungan bilateral tersebut dapat dirajut dengan semakin membludaknya masyarakat Indonesia yang ingin pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji maupun umroh tentu membawa keuntungan besar. Oleh karena itu, Indonesia dapat berkoalisi maupun konsolidasi dengan Arab Saudi atas kejadian ini untuk memperkuat hubungan bilateral di antara keduanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun