Mohon tunggu...
Agus Salam Nasution
Agus Salam Nasution Mohon Tunggu... Pegiat Demokrasi -

Bacalah dengan Nama Tuhanmu

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melawan Hoaks di Tahun Politik

22 April 2018   22:02 Diperbarui: 22 April 2018   22:11 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustasi. (Sumber Gambar: Antara)

Ayat ini jelas memandu setiap mukmin dalam menyikapi suatu berita, ketika yang membuat atau menyampaikan berita itu adalah orang fasik, maka kita disuruh untuk meneliti kebenaran dari berita tersebut. karena salah-salah dalam mempercayai suatu berita ataupun ikut-ikutan menyebarkan suatu berita yang belum tentu benar maka dapat berakibat malapetaka (musibah).

Adapun tentang ujaran kebencian, fitnah, umpatan, celaan, dan penghinaan jelas sekali sangat dilarang dalam Islam, Bahkan Allah mengutuk keras orang yang suka mencela. Dalam Surah Al-Humazah ayat 1 Allah berfirman: Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. Dalam Surah Al-Qolam ayat 10-11 disebutkan: Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, yang suka mencela, yang kian kemari menghambur firnah. Jadi jelas mencaci dan memaki bukanlah akhlak yang baik.

Jika penjelasan ini kita kaitkan kembali kepada berita-berita yang ada di media sosial, seringkali kita selaku pengguna media sosial tidak mengetahui  siapa sumber awal pembuat berita itu. Apakah orang yang fasiq atau apakah orang yang kredibel dan terpercaya, namun terkadang kita dengan mudahnya ikut-ikutan membagikan berita yang belum tentu kebenarannya. Selain itu, di media sosial banyak juga ditemukan orang yang mencela orang lain yang tidak sepaham atau berbeda pandangan politik dengan orang yang mengeluarkan kata-kata celaan dan hinaan tersebut. 

Bahkan sejak Pemilu Presiden 2014 yang lewat hingga saat ini dengan mudah kita akan menemukan julukan-julukan aneh yang tidak bagus kepada suatu kelompok politik tertentu. Lihatlah di media sosial anda akan mudah menemukan julukan-julukan yang bernada menghina atau merendahkan suatu kelompok politik. Misalnya ada julukan cebongers, bani serbet, kaum bumi datar, pasukan nasi bungkus, dan sejumlah julukan-julukan yang bernada menghina lainnya, bahkan gelaran plintiran yang bernada menghina tokoh politik tertentu juga banyak ditemukan di media sosial. Padahal ajaran Islam yang mulia sangat melarang umatnya memperolok-olokkan orang lain dan juga melarang memanggil orang dengan gelaran mengejek (lihat Al-quran, Surah Al-Hujrat ayat 11).

Berdasarkan penjelasan tersebut sangat jelas bahwa agama Islam sangat melarang hoaks, fitnah, dan caci maki. Oleh karena itu penulis berkeyakinan bahwa mengurangi hoaks melalui pendekatan ajaran agama sangat relevan untuk diterapkan karena banyak sekali dalil-dalil dan pendapat ulama yang mengulas tentang pentingnya menjaga kejujuran, integritas, memelihara perkataan dan menjaga lisan, yang mana tidak mungkin diterangkan secara panjang lebar dalam tulisan ini.

Selain dari pendekatan agama seperti yang penulis utarakan di atas, penindakan tegas dari aparat hukum juga sangat penting dalam memberantas dan membendung penyebaran hoaks. Dengan adanya penindakan (penjatuhan sanksi yang tegas) kepada para penyebar hoaks diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku dan juga dapat menjadi peringatan bagi orang lain untuk tidak membuat dan menyebarkan hoaks serta ujaran kebencian. 

Dalam konteks Pilkada Sumatera Utara, penulis sangat mengapresiasi langkah yang telah ditempuh oleh Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara beserta jajaran Polres dibawahnya yang telah melakukan pendekatan yang penulis sebutkan di atas. Dimana sekitar seminggu yang lalu hampir seluruh Polres di Sumatera Utara mengundang para ulama dan tokoh agama di wilayah  kabupaten/kota masing-masing untuk bersilaturahim, berdiskusi dan membuat kebulatan tekad untuk bersama-sama menolak hoaks, ujaran kebencian dan politik dengan sentimen adu domba SARA.

Peran Tokoh Parpol

Sebagaimana penulis sebutkan di awal, bahwa hoaks dan ujaran kebencian kebanyakan lebih condong kepada muatan politik hal ini sesuai dengan pendapat Pengamat Politik J Kristiadi yang mengatakan bahwa aktor-aktor yang terkait dengan penyebaran berita bohong alias hoaks tidak jauh-jauh dari adanya kepentingan politik (Kompas.com, edisi 14 Maret 2018). Oleh sebab itu peran para tokoh-tokoh parpol juga sangat penting dalam membendung hoaks dan ujaran kebencian. 

Politisi yang negarawan sejatinya tidak menjadi penikmat hoaks atau menjadikan hoaks dan ujaran kebencian untuk menjatuhkan pamor dan elektabilitas lawannya dan juga tidak membuat berita hoaks untuk meningkatkan elektabilitas diri dan partainya. Para politisi harus memiliki komitmen yang tinggi untuk betul-betul menghindari cara-cara keji (seperti penyebaran hoaks dan ujaran kebencian) dalam merebut kekuasaan dan simpati rakyat.

Dalam hal ini, peran Bawaslu bersama Sentra Gakkumdu sangat penting untuk menindak tegas setiap politisi dan peserta Pemilu/Pilkada, Tim Kampanye dan orang perorang (relawan) yang menggunakan hoaks dan ujaran kebencian dalam berkampanye. Kalau perlu, kelompok yang diduga sebagai penikmat hoaks juga harus diperiksa. Hal ini karena bisa jadi penikmat hoaks  tersebut adalah tokoh di belakang layar atau sponsor tersembunyi dari hoaks yang beredar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun