Mohon tunggu...
salahudin tunjung seta
salahudin tunjung seta Mohon Tunggu... Administrasi - Individu Pembelajar

Mohon tinggalkan jejak berupa rating dan komentar. Mari saling menguntungkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Partai Neo-PKI Muncul?

1 Agustus 2019   14:04 Diperbarui: 1 Agustus 2019   14:35 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: jatim.suara.com

Sudah menjadi rahasia umum di Indonesia bahwa Ormas terkadang memiliki imunitas tersendiri dan mengambil langkah justifikasi secara sepihak kepada suatu kelompok, yang mana terkadang bentuk justifikasinya berupa neo-komunisme atau lahirnya komunisme dan aliran sesat. Tak jarang Ormas pun melakukan aksi pembubaran secara paksa kegiatan kelompok masyarakat yang mereka anggap sebagai misalnya gerakan komunisme ataupun aliran sesat tersebut. 

Hal itu bukan saja menjadi ancaman bagi hak kebebasan untuk berserikat, berkelompok, dan menyuarakan pendapat tetapi juga ancaman bagi kebutuhan informasi yang valid. Dikarenakan propaganda yang dilakukan oleh ormas kepada masyarakat berupa justifikasi terhadap suatu kelompok masyarakat disebarluaskan melalui media sosial.

Senin, 22 Juli 2019, Partai Rakyat Demokratik merencanakan untuk memperingati HUT yang ke 23 tahun. Partai yang melahirkan Budiman Sudjatmiko dan Andi Arief ini mendapatkan penolakan di beberapa daerah untuk melaksanakan peringatan HUT Partai yang ke 23 Tahun yang diisi dengan acara diskusi. 

Dilansir oleh Tirto.ID tertanggal 24 Juli 2019, Sekretariat PRD Jawa Timur didatangi Polisi. Pihak Kepolisian meminta untuk mempercepat acara peringatan HUT PRD dikarenakan akan ada ormas-ormas datang. Selang beberapa lama beberapa ormas datang di sekretariat. Bendera dan atribut partai yang tak sempat diamankan oleh para anggota PRD, dibakar oleh ormas-ormas yang datang ke sekretariat PRD Jawa Timur. 

Mereka berteriak bahwa PRD adalah partai terlarang seperti PKI. Di Jakarta dan di Tuban, bendera PRD diturunkan. Sedangkan di Malang sama seperti apa yang terjadi di Jawa Timur, Surabaya yaitu pelarangan aktivitas partai dalam menyambut HUT partai dengan diskusi.

Apakah Benar PRD sama dengan PKI?
PKI secara AD/ART partai menganut asas Marxisme-Leninisme sedangkan PRD pada saat pertama kali didirikan, menganut asas sosial-demokrasi kerakyatan. Pada Kongres ke-7 yang diselenggarakan 2010, PRD mengganti asas partainya menjadi Pancasila.

Partai Rakyat Demokratik memiliki sejarah yang penuh dengan perlawanan dan tindakan represifitas. Sebagai partai yang masih berusia seumur jagung, PRD mengambil jalan perlawanan terhadap rezim Orde Baru. Dan pada rezim yang dikritiknya itulah, partai ini dilarang dan dicap sebagai partai terlarang berdasarkan surat menteri dalam negeri Nomor 210-211 Tahun 1997. 

Namun setelah Orde Baru tumbang, pada pemilu 1999, PRD berhasil menjadi peserta Pemilu. PRD diakui negara melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No: M.M.06.08-164 tanggal 24 Februari 1999 tentang Pendaftaran dan Pengesahan Parpol. 

Selain itu, PRD juga terdaftar di Keputusan Mendagri / ketua lembaga pemilu Nomor 31 Tahun 1999 tentang Parpol Peserta Pemilu 1999. Pada Pemilu 1999, PRD hanya memperoleh suara 0,07 persen suara, sejak itu PRD mulai redup dan seakan-akan menghilang dari hingar bingar dinamika perpolitikan nasional.

Mekanisme Pembubaran atau Menjadikan Suatu Partai Memiliki Status Partai Terlarang
Apabila kita melihat sejarah perpolitikan Indonesia kebelakang, tindakan pembubaran partai politik/pelarangan partai politik sudah dimulai sejak era Orde Lama (walaupun apabila ditarik lebih jauh lagi, pada era kolonial pun sudah terjadi usaha-usaha pembubaran partai politik). 

Pada era Orde Lama pasca dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, menandakan Indonesia masuk dalam sistem Demokrasi Terpimpin. Dalam rangka memperkuat badan eksekutif dimulailah beberapa ikhtiar untuk menyederhanakan sistem partai dengan mengurangi jumlah partai melalui Penpres No. 7/1959. 

Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang menganjurkan pembentukan partai-partai dicabut dan ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai untuk diakui oleh pemerintah. Partai yang kemudian dinyatakan memenuhi syarat adalah PKI, PNI, NU, Partai Katolik, Partindo, Parkindo, Partai Murba, PSII Arudji, IPKI, Partai Islam Perti. 

Pada Buku Sjahrir Peran Besar Bung Kecil, Seri Buku Tempo menyatakan bahwa pada Era Orde Lama dikeluarkan juga surat keputusan Presiden Nomor 200 Tahun 1960 tanggal 15 Agustus yang menyatakan bahwa Partai Sosialisme Indonesia dan Partai Masyumi dibubarkan karena dicurigai terlibat PRRI Semesta atau Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia.

Pada saat posisi terlemah Soekarno secara politis dan posisi terkuat berada pada TNI AD (Soeharto), dengan dilatarbelakangi tragedy Gestapu (Gerakakan September tiga puluh) atau Gestok (Gerakan Satu Oktober). MPRS  membubarkan PKI melalui Tap MPRS No. XXV/1966, sedangkan Partindo yang telah menjalin hubungan erat dengan PKI dibekukan pada tahun yang sama. Pada era Orde Baru, PRD yang mendapat status sebagai partai  terlarang pada 1997.

Memasuki Era Reformasi dengan ditandai Amandemen Konstitusi, pada perubahan (amandemen) UUD yang ketiga, tahun 2001, Pasal 24 ayat (1) memberikan penegasan bahwa kekuasaan kehakiman adalah lembaga yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; sedangkan pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

MK muncul sebagai lembaga negara dengan hak melakukan pengujian UU terhadap UUD. Serta tugas khusus lain yaitu forum previlegium. MK juga memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, serta memutus pembubaran parpol dan sengketa hasil pemilu.

Menurut UU 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, pembubaran Partai Politik dilakukan dengan Permohonan yang dibuat oleh Pemerintah, yang mana pemohon yaitu pemerintah wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya terkait ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatan partai politik yang bersangkutan yang dianggap bertentangan dengan UUD. Putusan wajib dibacakan paling lambat 60 hari terhitung dari permohonan dicatat dalam Buku register Perkara. Konsekuensi apabila permohonan tersebut dikabulkan adalah pembatalan pendaftaran parpol pada pemerintah.

Apabila kita cermati proses pembubaran partai politik pada Era Reformasi dibandingkan dengan Orde Baru dan Orde Lama, maka dapat dikatakan bahwa proses pembubaran partai politik di Era Reformasi dengan adanya MK tidak atas dasar otoritas penguasa saja (eksekutif), karena harus melalui peradilan pada kekuasaan yudikatif yang merdeka dan bebas intervensi dari kekuatan pemerintah. 

Jauh berbeda dengan cara tempo dulu membubarkan Masyumi, Partai Sosialisme Indonesia, Partai Komunis Indonesia dan bahkan Partai Rakyat Demokratik yang pada orde baru diberikan status partai terlarang yang mana secara substansi, dasar hukum yang digunakan sungguh sangat "politis" atau sebagai tameng status quo yaitu hanya dengan Surat Keputusan Presiden, TAP MPRS dan Surat Mendagri.

PRD sebagai partai politik memang pernah dinyatakan sebagai partai terlarang melaui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 210-211 Tahun 1997. Namun pada akhirnya setelah Orde Baru tumbang, PRD diakui negara melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No: M.M.06.08-164 tanggal 24 Feb 1999 tentang Pendaftaran dan Pengesahan Parpol. Selain itu, PRD juga terdaftar di Keputusan Mendagri / ketua lembaga pemilu no 31 tahun 1999 tentang Parpol Peserta Pemilu 1999. 

Walalupun memang tidak dapat bertahan lama di kancah perpolitikan nasional, namun PRD masih memiliki anggota dan kepengurusan hingga daerah-daerah di Indonesia. Seperti yang dilansir CNN, senin 22 juli 2019, Bung Jabo (Ketua PRD) menegaskan bahwa PRD masih tetap eksis sebagai partai politik. Jabo menambahkan, PRD masih memiliki struktur hingga daerah-daerah. Saat ini PRD memiliki struktur kepengurusan di kota/kabupaten di Indonesia, hanya sumatera barat, kalimatan barat dan tengah yang tidak ada kepengurusan PRD.

Poinnya adalah PRD menjadi partai terlarang hanya pada zaman Orde Baru, masuk ke zaman reformasi PRD diakui oleh negara dan berhasil menjadi partai peserta pemilu 1999. Walaupun tidak dapat bertahan dalam kancah perpolitikan Indonesia. Namun hal tersebut tidak mendatangkan konsekuensi hukum menjadi partai terlarang. Partai yang tidak lolos ambang batas parlemen dapat kembali mendaftarkan diri menjadi partai peserta pemilu (contohnya Partai Bulan Bintang).

Apabila kita melihat kejadian seperti ini. Dapat dikatakan bahwa adanya sebuah kebutaan literasi di tengah masyarakat, di lain sisi banyak narasi-narasi yang kurang kuat dan tidak lengkap dihembuskan dan bersliweran liar, sehingga mengakibatkan tindakan-tindakan anti demokrasi, cenderung fasis dengan membubarkan aktivitas kelompok masyarakat apalagi setelah dihembuskannya tiga huruf secara berderet yaitu P K I sebagai sebuah dasar untuk seakan-akan menghalalkan tindakan-tindakan anti-demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun