Mohon tunggu...
salafudin zain
salafudin zain Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasuswa UIN Radan Mas Said surakarta.

hobi olahraga mebaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan

12 Maret 2023   02:00 Diperbarui: 12 Maret 2023   05:56 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenumudian setelah mengetahui kedudukan hukum perkawinan yang ada di Indonesia pembaca akan di bawa kepembahsan selanjutnya mengenai asas-asas dan prinsip-prinsip perkawinan hukum islam dan undang-undang perkawinan. Karena pada dasrnya dalam ajaran islam memiliki beberapa  prinsiap yang harus terpenuhi dalam perkawinan diantaranya harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak pihak yang mengaadakan perkawinan harus di lakukan sesuai dengan persyaratn dan ketentuan yang berlaku dan setelah dari perkawinan seorang suami dan isatri harus melakukan kewajiban  dalam menjalankan rumah tangga. Asas-asas dalam perkawina pun harus terpenhui berupa tujuan perkawina membentuk keluarga yang Bahagia dan kekal. dalam suatu perkawina dinyatakan sah apabila dilakukan sesuai dan menurut agama dan kepercayaan masing-masing, hal ini bila di lihat dari segi relegius namun bila ditelaah lebih dalam juga membahsa nilai-nilai social dan yuridisnya.

Keberadaan hukum perkawinan isalam memiliki berbagi perbedaan yang cukup signifikan di bandingkan dengan hukum perkawinan Indonesia menurut undnag-undang perkawina No1/1974. Hal ini bias kita tinjau dari segi dasr dasar yang di gunkan dalam menentukan sebuah peraturan hukumnya selajutanya dalam perkawina juga memiliki arti yang sangat mendlam bahwasnya perkawina adalah sebuah ikatan antara seorang laki-laaki dan wanita yang sudah melakukaan ijab qobul dan menerapkan peraturan yang ada guna terciptanya keluarga yang Bahagia dan sejahtera.pemberian arti perkawinan atau penikahan memiliki banyak sekali penjelasan dan arti naamun pada dasarnya rumusan dalam mengartikan ma’na perkawinan merupakan kesamaan  yaitu suatu perjanjian perikatan santara seorang laki laki dan seorang wanita berupa perjanjian suci untuk membentuk keluarga dilihat dari segi keagamaan dari suatu perkawinan.

Dalam pelaksanaan sebuah ritual sebuah acara dan sebuah adat tentunya memiliki prsyaratan  guna terciptanya dan terlaksanya yang sesuai jadi keadaan dalam perkawinan pula memiliki peryaratn dalam pelaksanaanya. Perlu di ketahui bahwa keharusan melaksanaan perkawinan memiliki kategori yang berbeda-beda seuai dengan kondisi yang ada maka perawinan adakalanya wajib, sunah, makruh, wajib, mubah, bahkaan adapula perkawinan yang haram. Gambaran dan serta pemmaparan mengenai hal tersebuat dalam buku inidi jelskansecara terperinci yang bias memberikan pemahaman kepada pebaca dengan baik. Keadaan soasial seseorang akan menentukan akan menjadikan penentu dalam perkawina karena hal itu menjadi funda ental yang ada dalam diri masing-masing orang.

Kesukarelaan dalam perkawinan menjadikan salah satu modal dalam diri seseorang yang akan melangsungkan perkawinan , yang mana selanjutnya sesorang ketika sudah siap untuk melaksanakn perkawina harus memlalui tahapn sesuai dengan ketentuan yang ada. Melaksanakan khitbah atu peminagan seorang laki-laki yang sudah siap meikah kepada seorang wanita menjadilangkah awal sebalum melaksanakan perkawinan, hal ini bertujuan untuk memberikan pengenalaan dan waktu sebelaum melaksanak perkawinan. Karena dalam peminagan seorang calon suami bias melihat dan kesangupan dai calon istri seblum melaksanakn perkawinan. Dalam peminagaan harus memperhatikan  ketentuan tersendiri diantaranya mengenai wanita-wanita yang boleh dipinang, wanita yang haram di pinang, kemudian ketentuan meminag wanita yang sedang di pinang orang lain. Ketntuan berikut harus perhatikan bagi setiap orang yang melakukan peminagan.

 Rukun-rukun dan syarat perkawin menjadi hal paling urgent dalam melaksanaka sebuah perkawinan karena ada ketentuan seseorang dalam melaksanakan perkawinan hendaknya mperhatikan kondisi karena ada beberapa hal larang nikah yang sampaai ketingkat haram yaaotu haram menikah dengan wanita yang satu darah,  pernikahan dengan wanita yang satu darah sebab satu susuan , pernikahan yang haram karena adanya hubungan semenda, keharaman menikahi seteaj sumpah lian seorang suami, larangan pernikahan yang hanya untuk sementara waktu, dan larangan mengenai perkawinan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undanga yang berlaku.

Dalam pembahasan selanjutnya mengenai ketentuan perwalian dalam nikah atau perkawinan dalam artian arti sebab adanya perwalian di sini guna menjadi bukti saksi akan sebuah perkawinan yang mena adanya wali menjadi pern pokok yang haru terpenuhi oleh seorang yang hedak melaksnakan perkawinan maka syart syaarat wali stidak boleh sembarang wali karena harus yang sesuai dianataraya adalah wali bias berasal dari wali nasab, wali hakim dan juga wali muhkam. Yang dalam hla ini perkawina harus di hadirkan seorang saksi guna menyaksikan bahwa sebuah perkawinan telah sah di laksanakan dan sesuai peratran dan ketentuan yang ada. Sebuah pernikahan di agap sah setelah melaksanakan akad yaitu pernyataan sepakat dari pihak caon suamai dan pihak calm istri untuk mengikatkan diri mereka dengan sebuah tali perkawinan dengan kaa-kaata ijab dan qobul.ijab di ucapkan oleh pihak wali atau wakil dari pihak mempelai wanita dan qobul adalah pernyataan yang berart menerima dari pihak memepelai laki-laki atau wakilnya.

 Perkawinan harus di sertai dengan adanya mahar sebagi pemberian wajib yang di berikan dan di nyatakan oleh calon suami kepada calon istrinya di dalam sighat akad nikah yang merupakan persetujun dan kerelaan dari mereka untuk hidup sebagi suami istri. Dalam buku inidi jelasaakan mengenai mahar dari beberapa pendapat para ulama yang ayoritas berpendapat mahar menjadi syarat sahnya nikah.dan tidak di perbolehkan mengandakan persetujuan untuk meniadakaanya. Dasar mengenai mahar di kemukakan dalam firman Allah “ Berikablah maskawin kepada wanita (yang kamu kawini) sebagi pemberian yang wajib” (QS. An-Nisaa’ : 25). Perintah dari ayat berikut sudah sangat jelas bahwa seseorang yang melangsungkan pernikahan hendaknya juga harus mmberikan mahar kepada calon istri yang akan di nikahi. Dan mahar merupakan menjadi hak milik istri dapat diartikan sebagi tanda nahwa suami sangup untuk memikul kewjiban-kewajiban sebagi suami dalam hidup dalam berkeluarga. Dan perlu di ketahui bahwasanya mahar memiliki berbagi macam yang bias di pilih dalam pemberiannya.

Penjelasaan mengenai walimah dalam penikhan juga di jelaskan dalam buku ini bahwasanya wlaaimah adalah sebuah pesta perkawinan menjadi salah saatu yang di anjurkan dalam ajran islam dan bersifat sunnah muakadah yang di adakan sewajarnya sesuai dengan kemampuan yang di miliki. Tujuan dari walimah adalah sebagi tanda rasa syukur keluarga atas sebuah pernikahan dan untuk memberikan informasi bahwasnya telah dilaksanakn perkawinan kepada masyarkat saudara guna menghindari fitnah bilamana suatu hari seorang laki-laki dan waanita Bersama padahal sudah melasungkan pernikhan.

Syarat perkawinan menurut undang-undang perkwainan.

  • Sahnya perkawinan, bedasarkan pasal 2 ayat (1) undang-undang perkawinan maka perkawinan di agap sah apabila dilaksanakan  menurut ketentuan agama dan kepercayanya masing-masing dalam hal ini termasuk udang-undang yang berlaku bagi golongan agama dan selama tidak bertentangan dengan atau di tetukan daaundnag-undang ini
  • Syarat-syarat perkawinan, dalam haal ini di terdapaat penjelasannya daalam undang-undang perkawinan yang diatur dalam pasal 6 dan pasal 7. Yang dapt di simpulkan dari isinya bahwasnya seseorang melaksanakan pernikahan baik peria maaupun wanita harus sudah dewsa dalam ari biologic dan sudah mataang jiwanya.
  • Cara pelaksanaan perkawinan , hal ini sesuai dengan kketentuan pasal 12 ndng-undang perkawinan, yang secara umum tatacara pelaksanaan perkawinan sekarang di atur dalam peraturan pemerintah No. 9/1975 dalam pasal 10 sampaai pasal 12.

Persyaratan dalam pwekawinan yang sudah ada dan dijelskan berfungsi untuk semua maasyrakaat baik muslim maupun non muslilim karena hal ini bersifat absolut. Perkawinan memiliki jenis yang mana kalua sesuai dengan ketentuan syarat dan rukun yang berlaku di angap sah, adapaun pernikahan yang tidak sesuaai dan di anggap perkawinan/nikaah  yang di larang bahkan haram sebagi berikut

  • Nikah mut’ah
  • adalah nikaah yang bertujuan untuk tidak selama-lamaanya tetapi haanyaa untuk sementaraa waktu sajaa dengan maksud bersenang-senang dan memuaskan nafsu saja.
  • Nikah Muhalil
  • Adalah pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan yang telah di talaak tiga oleh suaminya dengan tujuan menghalalkn si wanita tadi untuk di kawinilgi oleh bekas suaminya.
  • Nikah Tafwidh
  • Adalah nikah yang dalam sighat akadnyatidak dinyatkan kesedianya membayar mhar oleh pihak calon suamikepada pihak istri.
  • Nikah syighar
  • Adalah nikah tukar-menukar dalam artian seorang laki-laki menikahkan seorang wanita yang ada di bawah perwalianya dngan laki-laki lain dengan perjanjian bahwa laki-laki rsebuat menikahipula wanita di bawah perwaianya.

Dalam artian ini menjadikan keharusan seseorang bias lebihmmeperhatikan dalammasalah perkawinan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun