Makanya saya kurang setuju juga kalo aset-aset Djoko susilo yang berupa usaha riil ini dibekukan KPK. Saya ambil contoh kecil, untuk menjalankan 5 bus dan 1 travel dibutuhkan setidaknya 6 sopir, 6 kernet, 2 kasir, 1 manajer, 3 montir, 3 marketing, 5 bagian operasional. Maka ketemulah 26 orang, jika ke 26 orang itu adalah kepala keluarga yang menanggung 1 isteri dengan 2 anak maka akan ketemu 48 kepala yang dihidupi dari usaha bus Djoko Susilo. Ketika usaha ini macet bukan karena bisnis, tapi karena kebijakan, maka disana banyak keluarga yang terdzolimi. Dan ini berbahaya, karena doa orang terdzolimi lebih cepat daripada kilat dan lebih dahsyat daripada santet jika mereka berkumpul dan mendoakan tentang keburukan-keburukan.
Tapi tetap saja koruptor adalah koruptor dia layak "dihabisi" sebagaima semestinya. Hanya saja perlu perlakuan khusus bilamana uangnya sudah jadi usaha riil. Kan bisa saja dihitung kerugian negara yang dipergunakan untuk usaha tersebut berapa terus nanti dicicil dari usaha itu dalam tempo waktu tertentu tanpa harus mematikan sektor riil dan membunuh perlahan bangsa sendiri yang tidak ada sangkut pautnya dengan korupsi. Dengan cara seperti ini pemerintah mendapat manfaat yang multiplier. Pertama, uang negara kembali, kedua negara dapat pajak dari usaha, ketiga negara peduli dengan ketahanan ekonomi rakyat kecil.
Ah udah ah.. jadi intinya apa?? Bingung sendiri...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H