Mohon tunggu...
Salaby Maarif
Salaby Maarif Mohon Tunggu... -

Jualan, Tennis, Menulis dan Silaturahmi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perusakan Atas Nama Agama : Tragedi Makam Kiai Ageng Prawiropurbo

18 September 2013   15:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:43 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ketiga, merusak bangunan yang sebenarnya bangunan itu sendiri tidak bernilai tinggi secara nominal namun dapat menimbulkan dampak kerusakan yang lebih besar sangat dilarang oleh agama. Bukankah mendahulukan atas penjagaan dari mafsadah/kerusakan adalah lebih diutamakan daripada perbuatan yang mendatangkan maslahat/kebaikan?

Perbuatan perusakan makam dengan membawa-bawa istilah agama tersebut dilihat dari berbagai sisi tentu tidak dapat dibenarkan. Jika dilihat dari hasil kerusakan yang timbul, sebenarnya tidak seberapa. Namun ekses lainnya seperti stigma tentang islam yang tidak bisa berdamai dengan budaya dan lain sebagainya tentu sangat merugikan bagi umat islam.

Teringat sebuah dialog antara Cak Nun dengan seorang hadirin yang ingin membasmi para peziarah makam dalam sebuah pengajian. Pada intinya cak nun mengatakan bahwa mayoritas yang berziarah itu adalah wong cilik yang tidak punya jaminan perlindungan atas kerasnya zaman. Mereka mencari suatu entitas spiritual yang dengannya ia bisa menyepi dan mengadu, dimana lagi kalau bukan dimakam. Cak nun mengatakan kepada sang pemuda, jika ia bisa memfasilitasi para peziarah itu untuk menjamin kehidupan yang layak, otomatis kuburan itu akan sepi sendiri dari pengunjung tanpa harus mengkafirkan para peziarah.

Saya termasuk orang yang menentang kemusrikan dalam berbagai bentuk termasuk meminta-minta kepada orang mati. Namun saya juga berziarah kepada makam ayah saya karena hal ini diperintahkan Rasulullah. Setiap orang yang datang ke kuburan belum tentu meminta kepada orang yang mati meski membakar dupa sekalipun. Dan belum tentu juga orang yang berdoa dirumah pasti langsung meminta kepada Allah, karena saya pernah menemukan orang berdoa minta tolong kepada ayahnya yang sudah meninggal dalam suatu hajat dirumah orang tersebut dan saya tegur.

Sikap Bangsawan Sri Sultan HB X

Beruntung Yogyakarta mempunyai pemimpin yang hebat dan tidak tersulut dengan kejadian ini. Dengan bahasa retoris "Wong yang salah yang datang kok yang dirusak makamnya" tentu menjadi peredam suasana yang sangat dahsyat. Meskipun proses hukum terus berjalan. Misalkan Pak Gubernur sekaligus raja Kraton Ngayogyakarta tersebut berkata : "Saya akan usut tuntas para pelaku pengrusakan tersebut" Bisa jadi critanya akan lain untuk kondisi keamanan dan kenyamanan Yogyakarta. Salam Damai Dari Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun