Mohon tunggu...
Salaby Maarif
Salaby Maarif Mohon Tunggu... -

Jualan, Tennis, Menulis dan Silaturahmi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perusakan Atas Nama Agama : Tragedi Makam Kiai Ageng Prawiropurbo

18 September 2013   15:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:43 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Yogyakarta, kota budaya sekaligus kota pelajar ini sedang di goyang dengan perkara kecil yang bisa menjadi tidak remeh. sekelompok orang melakukan pengrusakan atas makam Kiai Ageng Prawiropurbo. Makam orang dalam kraton ini disatroni sekumpulan orang yang kemudian mengobrak-abrik isi kamar makam disertai aksi vandal dengan mencorat-coret beberapa nisan dengan tulisan "syirik".

Siapakah Kiai Ageng Prawiropurbo?

dari beberapa sumber, Menurut silsilahnya Kiai Ageng Prawiropurbo adalah putra Gusti Pangeran Haryo Suryometaram I dengan permaisurinya yang bernama Raden Ayu Suryometaram. Kiai Ageng Prawiropurbo adalah cucu dari Sri Sultan HB VI.

dalam sebuah kisah disebutkan bahwa Kiai Ageng Prawiropurbo keluar dari kraton setelah terjadi konflik antara dirinya dengan Sri Sultan HB VIII. Antara Kiai Ageng Prawiropurbo berbeda pendapat dalam hal penjamuan tamu belanda yang datang ke keraton sehingga Kiai Ageng Prawiropurbo tidak mengindahkan titah sang raja.

Setelah itu Kiai Ageng Prawiropurbo mengambil jalur sufi dengan menggelandang dan menggukan pakaian berupa lembaran kain kemanapun ia pergi. Kondisi yang demikian itu tidak kemudian melalaikan Kiai Ageng dalam tugasnya membantu masyarakat.

Merusak Makam Atas nama Agama

Setelah meninggal dan dimakamkan, tempat peristirahatan terakhir Kiai Ageng Prawiropurbo kemudian sering didatangi warga untuk keperluan berziarah. Tidak hanya itu setiap malam senin legi di makam tersebut dipergunakan untuk tahlilan dan yasinan, malam rabu legi digunakan untuk mujahadah dzikrul ghafilin dan sholawat simtuddhuror.

Tentu saja tidak dapat dipastikan setiap yang datang berziarah adalah pasti orang islam dan menggunakan tata cara ziarah sebagaimana telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Juga tidak dapat dipastikan yang berziarah pasti melakukan tindakan menyekutukan Tuhan (syirik).

Hemat penulis, merusak makam tersebut tentu menjadi perbuatan yang tidak dapat dibenarkan karena beberapa alasan :

pertama, bahwa ziarah kubur merupakan perintah dari rasulullah yang sebelumnya rasul sendiri melarangnya.

kedua, menduga-duga orang yang datang pasti melakukan perbuatan syirik adalah merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan dalam agama. Karena menghukumi seseorang hanya berdasar dugaan sangat dilarang dalam agama. Hukum dapat dilakukan ketika seseorang tersebut mengakui dan atau secara terang2an dapat dibuktikan.

ketiga, merusak bangunan yang sebenarnya bangunan itu sendiri tidak bernilai tinggi secara nominal namun dapat menimbulkan dampak kerusakan yang lebih besar sangat dilarang oleh agama. Bukankah mendahulukan atas penjagaan dari mafsadah/kerusakan adalah lebih diutamakan daripada perbuatan yang mendatangkan maslahat/kebaikan?

Perbuatan perusakan makam dengan membawa-bawa istilah agama tersebut dilihat dari berbagai sisi tentu tidak dapat dibenarkan. Jika dilihat dari hasil kerusakan yang timbul, sebenarnya tidak seberapa. Namun ekses lainnya seperti stigma tentang islam yang tidak bisa berdamai dengan budaya dan lain sebagainya tentu sangat merugikan bagi umat islam.

Teringat sebuah dialog antara Cak Nun dengan seorang hadirin yang ingin membasmi para peziarah makam dalam sebuah pengajian. Pada intinya cak nun mengatakan bahwa mayoritas yang berziarah itu adalah wong cilik yang tidak punya jaminan perlindungan atas kerasnya zaman. Mereka mencari suatu entitas spiritual yang dengannya ia bisa menyepi dan mengadu, dimana lagi kalau bukan dimakam. Cak nun mengatakan kepada sang pemuda, jika ia bisa memfasilitasi para peziarah itu untuk menjamin kehidupan yang layak, otomatis kuburan itu akan sepi sendiri dari pengunjung tanpa harus mengkafirkan para peziarah.

Saya termasuk orang yang menentang kemusrikan dalam berbagai bentuk termasuk meminta-minta kepada orang mati. Namun saya juga berziarah kepada makam ayah saya karena hal ini diperintahkan Rasulullah. Setiap orang yang datang ke kuburan belum tentu meminta kepada orang yang mati meski membakar dupa sekalipun. Dan belum tentu juga orang yang berdoa dirumah pasti langsung meminta kepada Allah, karena saya pernah menemukan orang berdoa minta tolong kepada ayahnya yang sudah meninggal dalam suatu hajat dirumah orang tersebut dan saya tegur.

Sikap Bangsawan Sri Sultan HB X

Beruntung Yogyakarta mempunyai pemimpin yang hebat dan tidak tersulut dengan kejadian ini. Dengan bahasa retoris "Wong yang salah yang datang kok yang dirusak makamnya" tentu menjadi peredam suasana yang sangat dahsyat. Meskipun proses hukum terus berjalan. Misalkan Pak Gubernur sekaligus raja Kraton Ngayogyakarta tersebut berkata : "Saya akan usut tuntas para pelaku pengrusakan tersebut" Bisa jadi critanya akan lain untuk kondisi keamanan dan kenyamanan Yogyakarta. Salam Damai Dari Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun