Mohon tunggu...
Salim Rahmatullah
Salim Rahmatullah Mohon Tunggu... Freelancer - Scholarship Hunter

Scholarship Hunter I Soc-Environment Campaigner I HIMMAH NW I Blogger I Traveller and so on.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Guru Bukan Hanya Mengajar, tapi Juga Harus Peduli

17 Januari 2015   17:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:57 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah catatan setelah menonton film “Taare Zameen Par”
Luar biasa, kepedulian adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh seorang anak. Kepedulian adalah energi kasih yang tak ternilai, kepedulian mampu menumbuhkan rasa haru pada setiap manusia,tak terkecuali dengan kisah seorang anak dalam film ini.
Anak kecil berumur 8 tahun terus mendapat kucilan dari teman-teman dan gurunya, mengapa tidak? Tubuhnya berada di kelas, tapi pikirannya entah kemana? Berulang kali hukuman demi hukuman didapatkannya, namun ia seakan membatu, tak pernah ada peningkatan. Kontras dengan  realita hidupnya di kelas, ternyata ia begitu berbakat di dalam melukis, imaginasinya begitu besar, ia berfikir di luar pikiran orang lain. Dinding kamarnya penuh dengan gambar-gambar full of imagination. Namanya Ishaan, ya Ishaan, ia sangat berbeda dengan kakaknya, Yohan yang begitu disiplin, bangun tepat waktu, dan rajin dalam belajar, ia benar-benar seperti ayahnya, Berbeda sekali dengan adiknya.
Suatu ketika Ishaan bolos dari kelas, ia melalang buana menyusuri jalanan, melihat segala yang ada, pemandangan kota, pantai, lalu-lalang kendaraan. Ulahnya ini tidak urung mendapat marah dari bapaknya, hingga ia dikirim ke sekolah yang berasrama.
Di sekolah asrama sama saja, tidak ada peningkatan, bahkan ia semakin terpuruk tak bicara satu patah kata pun, hukuman demi hukuman menderanya, ia belajar sekuat tenaga tapi tetap saja tak mampu meningkatkan pendidikannya.
Sampai suatu hari, seorang guru baru datang  dan mengajar di sekolah tersebut, ia seorang guru yang sangat peduli kepada siswanya, ia juga termasuk guru yang membaktikan diri di sekolah Tulip, sekolah khusus untuk anak yang cacat mental. Namanya sebutnya saja Ram atau Nikumb. Ketika ia masuk di kelas Ishaan dengan gaya unik penuh keceriaan bernyanyi bersama para siswa, sedangkan ishaan hanya diam tak tergerak sedikitpun.
Guru yang unik, setelah membangkitkan keceriaan para siswanya, ia meminta mereka untuk melukis, melukis apa saja yang ada dalam pikiran mereka. Seorang siswa bertanya apa yang harus mereka gambar, mengapa tidak ada barang di atas meja yang harus mereka tiru. Sembari senyum sang guru berkata “keindahan terlalu luas, tak bisa ditampung oleh meja itu” gambarlah apa yang ada di benak kalian, begitulah kira-kira yang dapat aku simpulkan dari subtitle ingris perkataan guru itu.
Semua siswa akhirnya melukis, hanya saja sang guru heran dengan sorang siswa yang hanya diam, tidak berbuat sesuatu apapun, pertanyaan guru yang menanyakan namanya saja  dijawab oleh teman duduknya.
Keheranan guru itu memuncak ketika ia melihat anak itu jongkok di depan kelas, anak itu sedang dihukum. Sang guru kemudian mulai menyusuri fakta-fakta kehidupan anak itu dengan menanyakan kepada teman duduknya.
“ Ia adalah anak pindahan, setiap hari di kelas ia harus dihukum, nilai pelajarannya selalu nol, blalallalablalaballa” jawab teman Ishaan kira-kira seperti itu. Sang guru lalu mencari hasil tulisan anak itu dan menganalisis, hasil analisisnya anak itu mengalami dyslexia, yaitu suatu penyakit yang tidak bisa mengenal huruf dan angka dengan baik.
Sang guru lalu pergi ke rumah anak itu untuk memberitahukan keluarganya, betapa kagetnya sang guru ketika sampai di rumahnya, bahwa anak itu sangat hebat dalam melukis, sayangnya sang bapak tidak perduli dengan bakat anaknya, ia hanya ingin anaknya menjadi orang yang pintar dari segi kognitif, bukanlah seni yang tidak bisa menjamin kompetensi kehidupannya.
Sang guru lalu kembali ke sekolah itu dan membuat gebrakan berusaha untuk peduli  dengan anak itu.ia meminta kepala sekolah untuk diberikan waktu  mengajar Ishaan. Diawali dengan sebuah cerita tentang Albert Einsten, Leonardo da Vinci, dan lain-lain yang merupakan orang-orang besar, siapa kira orang yang besar ternyata waktu kecilnya adalah orang yang gagal dalam kelasnya, mereka tidak bisa baca tulis dengan baik. Cerita-cerita ini sengaja disampaikan sang guru untuk membangkitkan semangat Ishaan.
Mendengar kata-kata sang guru, ia terpelongo. Kisah-kisah yang diceritakan sang guru memiliki kesamaan dengannya yang tidak mampu baca tulis dengan baik. Kelas berlanjut di luar ruangan, para siswa diminta membuat apa saja dan dari bahan apapun sesukanya. Ihsaan yang terakhir keluar dari kelas dicegat sang guru, dan memberitahukan ishaan bahwa ia juga dulunya sama seperti ishan “tidak bisa baca tulis dengan baik”. Guru itu menanamkan rasa percaya diri kepada Ishaan, dan benar saja, Ishaan bereksperimen dengan benda-benda sekitarnya dan benda-benda unik yang sering ia kumpulkan. Ia membuat pesawat dari kayu, pesawat sederhana yang bisa mengapung di air dan jalan, unik dengan baling-baling yang memutar.
Sang guru semakin peduli dengan Ishaan karena ia tahu, Ishaan tidaklah bodoh, Ihsaan berpikir di luar pikiran yang lain, imaginasinya sangat tinggi, penyakitnya hanya perlu disembuhkan dengan metode belajar yang lebih menarik. Sang guru lalu menjadi guru yang mengajar Ishaan dengan menarik, belajar sambil berkreasi dan bermain, sedikit demi sedikit Ishaan menunjukkan peningkatan, ia mampu membaca.
Suatu ketika, sang guru membuat kompetisi melukis yang diikuti oleh seluruh siswa dan guru, semuanya ikut melukis di Amphiteatre, tak terkecuali Ishaan yang sejak pagi tadi sudah mandi dan berpakaian rapi pergi keluar tak tahu apa yang dikerjakannya, ia hanya berdiri memandang alam, sampai waktu untuk melukis tiba, Ishaan tidak menunjukkan batang hidungnya. Sang guru terlihar cemas, dan akhirnya Ishaan datang, sang guru segera memberikan kertas untuk menggambar dan memintanya duduk. Ishaan malah berdiri dan mencari tempat di mana ia bisa berkreasi sesukanya. Sang guru itu juga terlihat melukis juga, tak tahu apa yang dilukis oleh sang guru itu.
Waktu melukis usai, Ishaan juga sudah selesai, ia lalu menyerahkan hasil lukisaanya kepada sang guru, guru itu takjub melihat lukisan Ishaan yang begitu bagus. Sementara itu Ishaan berjalan memutar ingin melihat apa yang telah dilukis sang guru, betapa terkejutnya Ishaan ketika melihat wajah anak kecil dengan senyum bahagia terlukis dikanvas itu, itu adalah senyum Ishaan. rona haru tergambar jelas di wajah Ishaan, kepeduliaan sang guru membuat ia terharu.
Pengumuman siapa yang menjadi pemenang dalam kompetisi ini dilangsungkan. Ishaan keluar sebagai juara diikuti tepuk tangan meriah dan bahagia dari seluruh siswa dan guru. Ketika penghargaan akan diberikan Ishaan berlari memeluk sang guru, ia terharu menangis dalam pelukan gurunya, bagaimana tidak kepeduliaan gurunya membuat ia bisa menghadapi semuanya.
Sang pemenang, lukisan Ishaan dan lukisan gurunya menjadi cover buku sekolah tahun ini, Ishaan pun berkembang pesat, para gurunya sangat takjub, tak terkecuali sang ayah yang kemudian sangat berterima kasih kepada sang guru hingga tak tahu bagaimana harus berterima kasih. Sang guru hanya melebarkan tangan dan ayah Ishaan jatuh dalam pelukan sang guru sambil menangis haru.
Saat perpisahan tiba dikarenakan libur sekolah, Ishaan sebelum masuk mobil untuk pulang, ia berlari menghampiri gurunya dan berpelukan. Inilah akhir dari film ini. pesan yang sangat penting menurutku dalah bahwa guru tidak hanya mengajar tapi harus peduli, begitu juga seorang ayah, ketahuilah bahwa kepedulian ayah adalah sumber kekuatan seorang anak.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun