Mohon tunggu...
Saktya Alief Al Azhar
Saktya Alief Al Azhar Mohon Tunggu... Human Resources - Human Resources

Manusia yang hobinya nulis sana-sini. Kontak Person bisa lewat Email : saktyaalazhar1400005062@gmail.com. Dengan menulis disini semoga dapat bermanfaat untuk manusia yang membacanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kamu Belajar untuk Bekerja? Semoga Tidak (3)

24 September 2017   10:42 Diperbarui: 24 September 2017   10:48 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan dengan anak-anak yang memiliki motivasi belajar rendah

Pembukaan yang (Sedikit) Pahit

Wahai Sahabat-sahabatku, sudah melewati beberapa minggu saya tidak menuliskan lanjutan cerita manis tentang pengalamanku di sebuah desa dalam rangka magang di sebuah instansi pemerintah. Pada cerita di sesi sebelumnya tentang "Kamu Belajar untuk Bekerja? Semoga Tidak (2)" telah diceritakan sebuah pengalaman mengenal beberapa orang dalam proses konseling dan mengenal mereka yang memiliki motivasi dalam mengejar pendidikan yang rendah. 

Pada sesi ini pun saya ceritakan perjalanan atau pengalaman anak berinisial F yang begitu memilukan bagi anak yang masih berusia kurang lebih 15 tahun. Masih begitu muda bukan? Tetapi nasibnya kurang beruntung seperti kita hari ini yang dapat makan, minum, beristirahat, mendapatkan kasih sayang orangtua, berpendidikan tinggi dan menikmati hiburan bersama keluarga maupun sanak saudara ataupun teman-teman sebaya.

Anak berinisial F bukanlah satu-satunya yang saya dapati dalam proses magang kemarin hari yang memiliki nasib kurang beruntung, ada satu orang lagi yang masih memiliki nasib kurang beruntung, memiliki motivasi belajar yang begitu rendah dan orientasi anak berusia 16 tahun ini adalah bekerja, bekerja dan bekerja.

Sebut Saja Anak Berinisial B

Mengutip sebuah perkataan dari salah satu pahlawan penyiar Islam di Indonesia, Buya Hamka namanya, mengatakan "Jika hidup hanya sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera di hutan juga bekerja". Perumpamaan yang dikatakan oleh Buya Hamka tersebut memiliki makna yang dalam bahkan sangat dalam saya rasa, hal ini selaras dengan kehidupan yang dijalani oleh anak berinisial B ini.

Saya ceritakan dari awal ketika saya mengetahui informasi dari keluarganya tentang persoalan hidup anak berinisial B ini. Anak ini sekarang berusia 16 tahun, ya anggap saja dia sudah remaja. Tinggal satu rumah dengan orangtuanya yang bekerja sebagai tukang ojek. Rumahnya terletak berdempetan dengan sampah-sampah yang diambi oleh tetangganya yang bekerja sebagai pemulung. 

Sehari-hari aktivitas dari anak tersebut hanyalah berada di jalanan bersama teman-temannya, bernyanyi-nyanyi dan yang tak kalah pentingnya adalah nyepek. Dia juga memiliki pola komunikasi yang kurang baik dengan keluarganya terutama ibunya yang sehari-hari mengantarkannya untuk melanjutkan program pendidikan dalam kejar paket. Ya, anak berinisial B ini tidak ingin melanjutkan pendidikan formalnya hanya dikarenakan teman-temannya "nakal", banyak yang jahat dengan dirinya dan dengan dalih banyak sekali ketika saya wawancarai.

Jika bercerita soal motivasinya dalam belajar, anak berinisial B ini sangat kurang sekali. Hal ini ditunjukkan ketika saya mengajar dan berusaha mengajaknya untuk belajar bersama. Bahkan saya berusaha membujuk dia untuk membaca buku-buku yang berhubungan dengan pendidikan yang dia tempuh di pendidikan kejar paket. Orang tuanya pun mengaku telah mengajaknya untuk belajar dan tidak kembali turun ke jalanan kembali. Berkali-kali usaha yang saya lakukan selalu gagal untuk mengajak dirinya belajar dan setidaknya anak tersebut tidak kembali ke jalanan untuk nyepek.

Usut punya usut, setelah beberapa pekan tidak bertemu dengan anak berinisial B lagi, ada cerita yang belum saya dengarkan sebelumnya dari keluarganya. Cerita itu ternyata berasal dari keluarganya sendiri yang menekan uang jajan anak berinisial B tersebut sehingga dia mencari uang jajannya dengan nyepek di jalanan bersama teman-temannya. Jika tidak nyepek di jalanan ternyata, si anak berinisial B ini pun bekerja di angkringan, ungkapnya ketika bertemu saya beberapa hari sebelum kegiatan magang saya selesai.

Pola Asuh Orangtua

Jika saya tarik sebuah kesimpulan dalam permasalahan yang dihadapi oleh anak berinisial B ini adalah tentang pola asuh orang tua yang belum benar atau terlalu mengekang si anak. Sehingga pelarian atau akibat dari semua itu, anak berinisial B bekerja sebelum waktunya. Sangat disayangkan sekali umur yang masih begitu muda tidak dimanfaatkan untuk mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya.

Beberapa tipe pola asuh orang tua yang pertama kali dikembangkan oleh seorang Diana Baumrind (Bunga, 2012) membaginya dalam empat tipe, yaitu pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permitif dan pola asuh penelantar.

Dari keempat tipe yang telah dijelaskan di atas, pola asuh yang diterapkan oleh orang tua anak berinisial B ini adalah tipe pola asuh penelatar, yaitu pola asuh yang pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim kepada anak-anaknya, waktu orang tuanya hanya digunakan keperluan pribadi mereka, seperti bekerja dan kadang kala digunakan untuk berhemat-hematan untuk anak mereka.

 Pola asuh seperti ini ada dan diterapkan kepada anak berinisial B tersebut dengan beberapa bukti seperti uang jajan anak tersebut dibatasi sangat minim bahkan untuk makan selama satu hari pun tidak cukup, untuk biaya kejar paket tidak mencukupi sehingga anak tersebut tidak melanjutkan kembali kejar paketnya dan memilih untuk bekerja saja di angkringan.

Akhir Kisah Ini

Seperti perkataan yang saya kutip di atas sebelumnya dari Buya Hamka, "Jika hidup hanya sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera di hutan juga bekerja". Hal ini lah yang saya katakana terakhir kali bertemu dengan anak berinisial B. Apakah anak tersebut berubah? Mungkin... Itulah jawabku kepada beberapa orang yang bertanya kepadaku. Berubah untuk bekerja lebih layak lagi di angkringan bukan nyepek lagi di jalanan walaupun untuk belajar masih begitu sulit bagi dirinya, namun saya yakin suatu saat nanti pasti dia belajar di pekerjaannya yang baru sebagai karyawan di angkringan.

Inilah cerita dan kisah manis pahit dalam sebulan magang di sebuah instansi pemerintah. Bertemu dengan manusia-manusia yang tak dapat diprediksikan sebelumnya bahkan teori yang dipelajari di kelas tidak mempan kepada mereka. Begitu kerasnya kah hidup ini? Sekali lagi saya belajar bagaimana bersosialisasi dan bermasyarakat yang sebenarnya. Karena merubah bukan perkara mudah, perlu dalih dan peluh yang bercucuran seperti ikan salmon yang berusaha setiap harinya naik di air yang lebih tinggi.

Bibliography

Bunga, B. (2012, Juni 14). Pola Asuh Orang Tua. Retrieved September 23, 2017, from Memahami Psikologi Dengan Cara Sederhana: https://beatriksbunga.wordpress.com/about/pola-asuh-orangtua/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun