Mohon tunggu...
Sakti Oktaviani
Sakti Oktaviani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional/UPN 'Veteran' Yogyakarta

menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

ASEAN: Mengatasi Piracy di Laut Sulu Tanpa Intervensi ASEAN, Apakah Mungkin?

8 Desember 2024   04:23 Diperbarui: 8 Desember 2024   11:16 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dibentuk pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, ASEAN, atau Association of Southeast Asian Nations memiliki tujuan  untuk mempromosikan kerjasama regional dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya guna menciptakan stabilitas regional di ASEAN Members State (AMS).

Sebagai organisasi regional yang memayungi sebelas negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, ASEAN telah menerapkan berbagai strategi untuk menciptakan stabilitas regional. Strategi tersebut termasuk strategi memerangi piracy, khususnya di perairan berisiko tinggi di Asia Tenggara.

Laut Sulu, sebagai salah satu jalur laut paling vital dan berisiko akan terjadinya pirecy di Asia Tenggara, turut menjadi bagian perhatian dari ASEAN. Yang mana laut Sulu ini terletak di antara negara Filipina, Malaysia, dan Indonesia yang berfungsi sebagai penghubung bagi berbagai kapal dagang yang melintasi Asia Pasifik. 

Selain kondisi strategis Laut Sulu sebagai penghubung tiga negara, kondisi geografis dari Laut Sulu juga dinilai strategis bagi kelompok kriminal untuk melakukan aksinya. Pasalnya, dengan banyak jalur sempit dan pulau-pulau kecil, membuat kawasan ini sulit diawasi sepenuhnya. 

Hal itulah yang sering menyebabkan terjadinya kejahatan maritim seperti terjadinya tindak kriminal piracy di Laut Sulu. Piracy tak hanya mengancaman keselamatan pelaut, tetapi juga mengganggu stabilitas ekonomi dan keamanan baik pada tingkat nasional maupun regional.

Kelompok militan Islam Abu Sayyaf misalnya, kelompok ini menyandera sepuluh orang nelayan yang pada saat itu memuat kargo berisi 7.000 ton batu bara dari Kalimantan Selatan ke pelabuhan Batangas di dekat laut Sulu. 

Menyadari bahwa masalah ini perlu segera diselesaikan untuk mencegah eskalasi ancaman, ASEAN berupaya melawan piracy di Laut Sulu dengan mengadopsi pendekatan keamanan yang mengutamakan kerja sama regional dan menghormati kedaulatan negara anggotanya. Pendekatan ini, yang dikenal sebagai ASEAN Way yang bertumpu pada prinsip konsensus dan dialog.

Pendekatan pertama adalah dengan patroli bersama trilateral, dimana salah satu langkah konkret yang diambil ASEAN adalah pembentukan Trilateral Cooperative Arrangement (TCA) pada 2017, dengan melibatkan Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Inisiatif ini mencakup patroli terkoordinasi, berbagi informasi secara real-time, dan pendirian pusat komando maritim di masing-masing negara. 

Tujuannya adalah untuk mencegah perompakan dengan meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di wilayah perairan bersama. Patroli ini juga memberikan rasa aman bagi kapal-kapal niaga yang melintasi Laut Sulu.

Pendekatan kedua adalah peningkatan kapasitas maritim, pada pendekatan ini, ASEAN mendukung peningkatan kapasitas maritim negara anggotanya. Caranya adalah melalui pelatihan bersama, lokakarya, dan program peningkatan teknologi. 

ASEAN juga membantu negara-negara seperti Indonesia dan Filipina memperkuat kemampuan mereka dalam mengamankan perairan melalui latihan militer bersama. Langkah ini bertujuan agar setiap negara mampu merespons ancaman perompakan secara efektif.

Selain dengan negara mitra, ASEAN juga menjalin hubungan Kerja Sama dengan Mitra Internasional. Dalam hal ini ASEAN bekerja sama dengan Amerika Serikat, Jepang, dan Australia, untuk mengatasi piracy. 

Mitra-mitra ini memberikan dukungan dalam bentuk teknologi pengawasan canggih, pelatihan, hingga pendanaan. ASEAN juga terlibat dalam Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia (ReCAAP), yang berfokus pada berbagi informasi untuk meningkatkan koordinasi antarnegara.

Selanjutnya, ASEAN juga memperkuat kerangka hukum untuk meningkatkan dan mencegah terjadinya piracy  dengan cara melalui Harmonisasi hukum maritim untuk memastikan para pelaku perompakan bisa diadili dengan adil dan konsisten. Forum seperti ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) dibentuk guna menydiakan tempat untuk mendiskusikan tantangan hukum serta mencari solusi bersama.

Walaupun berbagai inisiatif telah dilakukan, beberapa hal masih menjadi tantangan bagi ASEAN dalam upayanya melawan perompakan di Laut Sulu.

Adanya berbagai perbedaan kepentingan nasional bagi setiap negara anggota ASEAN seringkali memperumit dalam pengambilan keputusan kolektif. Beberapa negara mungkin lebih fokus pada kepentingan nasional, sementara yang lain mendesak tindakan lebih agresif di tingkat regional.

Selain itu, Negara seperti Filipina dan Indonesia menghadapi keterbatasan dalam hal dana dan personel untuk menjaga keamanan maritim mereka. Kondisi ini membuat implementasi kebijakan dan patroli bersama menjadi kurang optimal.

Selain masalah yang telah di sebutkan, masalah lainnya adalah kondisi geopolitik dari Laut Sulu, yang mana saat ini Laut Sulu terlibat dalam masalah sengketa Laut China Selatan. Adanya sengketa wilayah ini semakin memperumit kondisi dari Laut Sulu. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan sebuah pendekatan yang lebih fleksibel namun tetap terkoordinasi.

Maka dari itu, untuk memperkuat upaya melawan piracy, ASEAN dapat mengambil langkah rekomendasi seperti perluasan kerjasama multilateral. Program seperti TCA dapat diperluas ke lebih banyak negara anggota ASEAN atau melibatkan lebih banyak mitra internasional untuk meningkatkan efektivitas pengawasan.

Pemanfaatan Teknologi Canggih juga sangat direkomendasikan untuk dapat dilibatkan dalam meningkatkan efektifitas dari upaya ASEAN dalam mengatasi piracy. Pengadopsi teknologi canggih seperti drone, radar maritim, dan citra satelit untuk memantau aktivitas mencurigakan di Laut Sulu dapat menjadi solusi untuk meningkatkan keamanan di Laut Sulu.

Namun, semua bentuk usaha akan sia-sia jika tidak ada solidaritas dari negara-negara anggota ASEAN. Oleh karena itu, membangun rasa tanggung jawab bersama di antara negara anggota ASEAN sangat penting untuk menciptakan kesadaran kolektif akan pentingnya melindungi Laut Sulu.

Upaya yang dilakukan oleh ASEAN untuk melawan perompakan di Laut Sulu menunjukkan pentingnya kerja sama regional dalam menghadapi ancaman keamanan. Meskipun ASEAN sempat tidak dapat berbuat banyak saat terjadi penyanderaan sepuluh nelayan Maret 2016 lalu karena menolak untuk intervensi dan berpegang pada jalur diplomasi sesuai dengan ASEAN Way

Dan tantangan yang dihadapi oleh ASEAN untuk menyelesaikan masalah di Laut Sulu masih ada, dengan memperluas kerjasama, meningkatkan kapasitas, dan menumbuhkan rasa solidaritas, ASEAN memiliki peluang untuk menciptakan Laut Sulu yang lebih aman dan stabil di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun