Mohon tunggu...
Sakinah Fathrunnadi Shalihati
Sakinah Fathrunnadi Shalihati Mohon Tunggu... Dosen -

Lahir dan besar di Kota Solo, bekerja sebagai peneliti dan pengabdi masyarakat. Serta yang paling menyenangkan adalah profesi sebagai ibu dari 2 putri. Salam Kenal :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merencanakan Pendidikan Anak Sejak Dini untuk Menyelamatkan Bonus Demografi

31 Oktober 2015   23:20 Diperbarui: 1 November 2015   17:43 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi Penulis

 

Anak adalah amanah dan kebanggaan bagi orang tua. Sebagai permata hati yang menghiasi wajah ibu dan bapaknya. Siapa yang tidak merasa bangga ketika sepasang suami dan istri mendapatkan momongan selepas beberapa waktu mereka menikah. Selain menandakan bahwa secara biologis mereka normal, anak yang lahir merupakan generasi penerus bagi mereka. Anak yang lahir tidak hanya mendapatkan rasa kasih sayang dan doa kebaikan dari orang tua namun bisa jadi masyarakat sekitarnya yang lebih luas.

“Semoga engkau menjadi anak yang berguna bagi orang tua, bangsa dan negara” begitu kiranya doa kebaikan yang sering didendangkan orang tua kepada kita saat kecil atau doa kita saat ini kepada anak-anak. Mewujudkan doa ini menjadi kenyataan sangat diperlukan pengorbanan dan perjuangan dengan segenap harta maupun jiwa yang kita miliki. Seperti yang telah dilakukan para pejuang kemerdekaan bangsa indonesia, mereka rela memberikan harta maupun jiwa untuk mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga kita sebagai generasi penerus dapat merasakan kemerdekaan yang ada saat ini.

Mencapai umur hampir 100 tahun, bangsa indonesia akan menikmati bonus demografi yang diperkirakan terjadi puncaknya di tahun 2030an. Bonus demografi merupakan kejadian dimana suatu negara akan mengalami surplus penduduk diusia produktif dan rendah diusia non produktif. Usia produktif dalam hal ini adalah usia kerja, dan salah satu kualitasnya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang diperoleh.

Saya seorang ibu yang dikaruniai dua anak perempuan. Putri pertama berumur 5 tahun, kedua berumur 20 bulan. Tahun 2030 nanti, keduanya akan berumur 20 tahun dan 16 tahun, masuk dalam kategori umur produktif. Dalam benak saya, jika saat itu tiba, kedua putri saya akan bersaing dengan usia produktif lainnya untuk mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya dan kesempatan kerja yang bersifat terbuka bagi masyarakat internasional.

Ada sedikit kehawatiran bagi saya dan suami, tidak hanya sekedar kemungkinan tingkat pendidikan yang akan diperoleh kedua putri kami, namun termasuk pembiayaan pendidikan mereka nantinya di masa depan, mengingat kenyataan yang ada saat ini cost pendidikan memiliki tren terus menerus naik. Kehawatiran itulah yang kemudian mendorong saya dan suami untuk mempersiapkan perencanaan pendidikan anak sejak dini, sejak kehadiran dan tangis mereka terdengar disamping kami. Perencanaan yang kami lakukan antara lain:

Memiliki Target Pendidikan

Setiap orang tua tentu memiliki cita-cita yang diharapkan kepada anaknya. Orang tua menginginkan setiap anak yang dilahirkan berhasil dalam kehidupan, salah satunya dengan mentarget jenjang pendidikan. Jenjang pendidikan yang semakin tinggi masih menjanjikan kesuksesan untuk bersaing dikancah regional maupun internasional.

Di Indonesia sendiri anak mesti melewati sekitar 24 tahun untuk berada di jenjang pandidikan tertinggi yaitu S3, dengan melewati 2 tahun di PAUD, 6 tahun di SD, 3 tahun di SMP, 3 tahun di SMA, 4 tahun di S1, 2 tahun di S2 dan 4 tahun di S3, itu menurut waktu penyelesaian setiap jenjang secara normal. Lalu dijenjang manakah kita mentargetkan pendidikan anak-anak kita? Dan sudah siapkah kita secara materi untuk mendukungnya?

Mereferensi Sekolah Berkarakter

Bangsa ini sangat memerlukan anak-anak yang berkarakter memajukan bangsa, dapat bekerjasama dan bersaing dengan bangsa lain. Untuk itu alangkah lebih bijak tidak hanya mentargetkan pendidikannya saja, namun pilihkanlah sekolah-sekolah yang berkarakter positif sehingga ketika mereka lulus tidak hanya memiliki kecerdasan kognitif dan psikomotor saja, namun ada penguatan pada afektif.

Maka sejak dinilah orang tua perlu mereferensi sekolah-sekolah berkarakter, mengetahui perkembangan ilmu yang diberikan sekaligus pembiayaan yang ada disekolah-sekolah tersebut, sebagai bahan referensi dan perkiraan pembiayaan pendidikan di masa yang akan datang ketika anak-anak kita sudah siap untuk masuk didalamnya.

Mengkondisikan Rumah sebagai Lingkungan Ilmiah

Inilah bagian yang paling sering dilupakan orang tua. Pengkondisian rumah kita sebagai lingkungan ilmiah pertama sejak anak-anak kita terlahir. Pendidikan anak tidak hanya dilimpahkan begitu saja kepada sekolah dari orang tua, namun sangat perlu dukungan orang tua untuk mengkondisikan rumah sebagai lingkungan ilmiah, sehingga ketika telah siap menuju ke jenjang pendidikan, mereka telah terbiasa dengan hal-hal ilmiah.

Punyakah kita rak khusus atau kamar khusus dirumah sebagai tempat menyimpan buku cerita, buku ilmiah, majalah ilmiah untuk dibaca atau sekedar melihat-lihat gambar didalamnya bagi anak-anak kita? tentu alangkah berkualitasnya bangsa ini jika semua anak sedari kecil terbiasa berinteraksi dengan lingkungan ilmiah seperti itu. Menjadikan rumah sebagai lingkungan ilmiah semacam itu sangat dibutuhkan komitmen yang kuat dari keluarga dan tersedianya dana pendidikan untuk melengkapi fasilitas tersebut. Sudahkah kita mengalokasikannya?

Alokasikan Dana Untuk Pendidikan

Bagian terakhir inilah sebagai kunci dari pertanyaan-pertanyaan yang ada diatas tersebut.  Orang tua dapat mengalokasikan dana untuk pendidikan dari pendapatan yang diperoleh setiap bulannya. Setiap keluarga tentu berhak memiliki banyak pilihan untuk menyimpan dana pendidikan, bisa dalam bentuk deposito/tabungan pendidikan, asuransi pendidikan, maupun disimpan dalam bentuk logam mulia.

Diantara bentuk penyimpanan dana pendidikan tersebut, asuransi pendidikan belum begitu booming dibandingkan dengan bentuk penyimpanan dana yang lainnya. Pada dasarnya asuransi pendidikan sama halnya seperti asuransi kesehatan, kita membayar premi yang telah disepakati dengan pihak pengelola asuransi setiap bulannya, kemudian disaat anak kita akan memasuki jenjang pendidikan tertentu, kita dapat mengajukan pencairan dana pendidikan untuk pembiayaan dijenjang tersebut. Salah satu asuransi pendidikan di Indonesia adalah AXA Mandiri dengan alamat https://www.axa-mandiri.co.id/. Keunggulan asuransi pendidikan terletak pada asuransi jiwa yang menyertai dana pendidikan anak, maksudnya jika orang tua mengalami kematian sehingga terputuslah angsuran preminya dan anak belum mendapatkan hak dana pendidikannya secara utuh, maka pihak pengelola asuransi akan tetap menjamin anak tersebut mendapatkan dana pendidikannya secara keseluruhan. Sekarang tinggal keputusan kita sebagai orang tua, adakah alokasi dana untuk pendidikan anak-anak kita?

Mari wahai para orang tua yang perduli akan pendidikan generasi yang akan datang. Sudah saatnya kita menyiapkan generasi saat ini menjadi generasi yang tangguh dan kuat menuju puncak bonus demografi di Tahun 2030 nanti. Membekali mereka dengan ilmu pengetahuan yang mudah diperoleh disetiap jenjang pendidikan dengan keperdulian kita untuk merencanakan pendidikan anak sejak dini baik secara material maupun non material.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun