Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi, generasi Z telah hadir sebagai kekuatan baru dalam tatanan masyarakat, termasuk dalam konteks pendidikan tinggi. Mahasiswa generasi Z, yang lahir pada pertengahan tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-an, memiliki peran penting dalam membentuk masa depan yang lebih inklusif dan adil. Namun, dalam proses menuju kesuksesan akademik, generasi Z juga menghadapi tantangan yang nyata, yaitu diskriminasi di kalangan mahasiswa.
Sadar ataupun tidak sadar, diskriminasi di kalangan mahasiswa masih terjadi hingga saat ini, terbentuknya circle-circle diantara mereka, yang secara tidak sadar circle tersebut terbentuk karena latar belakang yang sama, diantara latar belakang yang sangat kuat adalah penampilan ataupun fisik dan tak jarang pula karena etnis atau ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, status sosial, dan kondisi disabilitas. Dari segi ekonomi mahasiswa yang memiliki gaya hidup glamor akan cenderung berteman dengan mahasiswa lainnya yang mempunyai gaya hidup glamor. Dari segi penampilan, mahasiswa yang berpenampilan modis akan cenderung berteman dengan mahasiswa yang berpenampilan modis pula. Sama halnya ketika memilih teman seseorang akan memilih sesuai dengan kriteria atau cerminan diri dan presentasi dirinya di publik. Sehingga tanpa disadari seseorang tersebut melakukan tindakan diskriminasi berkedok seleksi teman. Yang mana ketika dalam lingkup pertemanan mereka yang berkulit putih maka akan memilih teman yang berkulit putih dengan dalih stereotip kulit hitam yang cenderung lebih agresif. Dilansir dari website databoks.katadata.co.id, bahwa dari hasil survei data di tahun 2021, dalam pengambilan sampel penelitian mengenai diskriminasi setidaknya ada 76,5% responden mengalami diskriminasi hukum karena alasan sosial ekonomi, sekitar 30,5% responden mengalami diskriminasi hukum karena pendidikan, 18,5% mengalami diskriminasi karena berasal dari etnis atau suku tertentu, 12% mengalami diskriminasi karena masalah difabel, 11,7% mengalami diskriminasi karena umur dan diskriminasi lainnya yaitu 11,2% karena agama tertentu, sebanyak 9,5% karena gender, sebanyak 3,6% karena orientasi seksual, sebanyak 0,4% karena ada backing dan 0,4% karena alasan lainnya.
Padahal diskriminasi membawa dampak yang tidak kecil bagi mahasiswa dalam proses pencapaian kesuksesannya. Dampak yang paling utama ialah akan mempengaruhi kesejahteraan emosional dan psikologis mahasiswa karena mereka mungkin merasa terisolasi, tidak diterima, dan meragukan kemampuan mereka sendiri. Hal ini dapat mengganggu konsentrasi, motivasi, dan produktivitas akademik. Kemudian dampak lainnya yaitu bisa menjadikan rendahnya partisipasi dan pengalaman sosial. Diskriminasi dapat membuat mahasiswa merasa tidak nyaman dan enggan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau organisasi kampus. Hal ini menghalangi mereka untuk membangun jaringan sosial yang kuat, mengembangkan keterampilan kepemimpinan, dan merasakan kehidupan kampus yang penuh. Tak hanya itu, diskriminasi bisa mempengaruhi identitas dan kesejahteraan diri, mereka mungkin mengalami perasaan rendah diri, kehilangan rasa percaya diri, atau bahkan mengalami konflik batin tentang identitas mereka. Hal ini dapat mengganggu proses pengembangan pribadi dan mempengaruhi pandangan mereka terhadap diri sendiri dan dunia di sekitar mereka.
Oleh karena itu, untuk membentuk masa depan yang lebih inklusif dan adil, perlu bagi mahasiswa melakukan kiat-kiat agar bisa melepaskan diri dari perilaku diskriminasi secara sadar maupun tidak sadar. Namun sebelum kita membahas lebih jauh mengenai kiat-kiat agar bisa melepaskan diri dari perilaku diskriminasi, ada satu hal yang sangat penting untuk kita ketahui bersama terlebih dahulu yaitu mengenai tantangan terbesar bagi mahasiswa dalam merealisasikan hal tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Kak Nata seorang ketua di sebuah organisasi kemanusiaan bahwa tantangan terbesar bagi mahasiswa ialah diri sendiri. Karena bagaimanapun, sebenarnya saat ini mahasiswa tentu memiliki perhatian terkait masalah diskriminasi ini, namun kembali lagi pada diri mereka, apakah diri tersebut akan merealisasikan perhatian tersebut atau malah bersikap acuh.Â
Maka dari itu salah satu kiat yang dapat dilakukan dari diri sendiri untuk melepaskan diri dari perilaku diskriminasi pada mahasiswa yaitu dengan meningkatkan kesadaran bahwa berbeda-beda itu keren. Melepaskan mindset harus selalu sama dalam segala hal, dan seperti simbol Indonesia "Bhineka Tunggal Ika" Berbeda beda tetap satu. Selain itu kiat yang bisa dilakukan ialah melalui sistem dari perkuliahan yang mendorong keberagaman dalam kurikulum, melakukan aware atau peningkatan kesadaran tentang diskriminasi melalui seminar ataupun diskusi secara terbuka.
kesimpulan
Di era globalisasi dan perkembangan teknologi ini, diskriminasi masih saja menjadi salah satu tantangan terbesar bagi mahasiswa, terlebih bagi mahasiswa generasi Z, yakni mahasiswa yang lahir pada pertengahan tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-an, karena mereka memiliki peran penting dalam membentuk masa depan yang lebih inklusif dan adil.Â
Mirisnya lagi, di era ini diskriminasi tidak hanya dilakukan secara langsung saja melainkan dapat dilakukan secara tidak langsung. Seperti halnya memilih kelompok pertemanan atau circle dengan fisik, ekonomi dan status sosial yang sama dan menyeleksi pertemanan dengan cenderung tidak menerima perbedaan. Padahal dampak diskriminasi dalam pencapaian kesuksesan tidaklah kecil bagi mahasiswa, baik untuk pelaku maupun untuk korban. Dampak tersebut bisa berimbas pada kehidupan sosial, baik dari segi jangkauan pertemanan kepercayaan diri maupun hal lainnya.Â
Di antara kiat kiat melepaskan diri dari perilaku diskriminasi yang bisa dilakukan dari diri sendiri yaitu meningkatkan kesadaran bahwa berbeda-beda itu keren, melepaskan mindset harus selalu sama dalam segala hal, dan seperti simbol Indonesia "bhineka tunggal ika" Berbeda beda tetap satu. Selain itu kiat yang bisa dilakukan ialah melalui sistem dari perkuliahan yang mendorong keberagaman dalam kurikulum, melakukan aware tentang diskriminasi melalui seminar ataupun diskusi secara terbuka.
ReferensiÂ
databoks.katadata.co.id (2022), Survei : Masyarakat Anggap Status Sosial Ekonomi Alasan Utama Diskriminasi Dalam Proses Hukum. Diakses pada 21 Juni 2023, dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/19/survei-masyarakat-anggap-status-sosial-ekonomi-alasan-utama-diskriminasi-dalam-proses-hukum