Mohon tunggu...
Nur Sakinah
Nur Sakinah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa-Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Membaca dan mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diplomasi Lingkungan Indonesia dalam Menangani Alih Fungsi Lahan Hutan menjadi Perkebunan Sawit

11 Juni 2023   22:12 Diperbarui: 11 Juni 2023   22:23 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara berkembang yang berada di kawasan Asia Tenggara yang memiliki banyak kasus lingkungan yang telah terjadi. Dimulai dari adanya isu perubahan lingkungan, deforestasi atau degradasi lahan, pencemaran pada lingkungan, kebakaran hutan yang telah melewati pada lintas batas negara serta punahnya flora juga fauna. 

Dampak kerusakan lingkungan hidup pada satu daerah juga akan menimbulkan dampak pada daerah lainnya. Seperti pada kasus kerusakan hutan, pencemaran kabut asap serta ekosistem hutan.

Pada isu alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan sawit di Indonesia ini bukan lagi menjadi sebuah isu baru, melihat bahwa Indonesia merupakan negara agraris yang memliliki sumber daya alam yang melimpah.

Sumber daya alam tersebut kemudian digunakan sesuai pada kebutuhan manusia diberbagai aspeknya. 

Tetapi pada masa penggunaannya tak sedikit oknum yang menggunakan kekayaan sumber daya alam tersebut demi kebutuhan mereka secara berlebihan tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan, seperti kerusakan yang menyangkut pada lingkungan.

Pada tahun 2019- 2020 masa pemerintahan presiden Joko Widodo menanggapi isu alih fungsi lahan hutan yang berubah menjadi perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dimana secara praktiknya telah melakukan penyusunan berupa kebijakan domestik yang mempunyai tujuan di dalam ranah internasional. 

Tujuannya adalah untuk meningkatkan perekonomian negara melalui komoditas perkebunan kelapa sawit.

Dalam hal ini menimbulkan beberapa permasalahan sebagai dampak yang ditimbulkan pada perluasan lahan kelapa sawit yang menggunakan hutan tropis atau disebut dengan alih fungsi lahan hutan yang berubah menjadi perkebunan sawit. 

Secara praktiknya, menggunakan dua metode yaitu secara deforestasi terencana dan tidak terencana.

Pada deforestasi terencana secara khusus memberi sebuah dukungan atas adanya konversi lahan dengan mencantumkan status legalitas pada lahan tersebut untuk dijadikan sebagai daerah non hutan yang salahsatunya sebagai perkebunan kelapa sawit. Deforestasi terencana telah menjadi kebijakan negara Indonesia yang telah lama digunakan.

Sedangkan deforestasi tidak terencana merupakan kegiatan secara ilegal atau disebut menentang hukum dalam menggunakan lahan hutan, salah satunya yaitu dengan aksi membakar hutan. 

Hal yang ditimbulkan dari aksi membakar hutan telah membuat bermacam permasalahan melibatkan pada sektor usaha, pengusaha sampai pada aparat sipil dan pejabat.

Kedua metode yang digunakan dalam deforestasi ini berada pada proses alih fungsi lahan hutan berubah menjadi perkebunan sawit tetap menjadi perbincangan hingga saat ini, seperti pada deforestasi terencana yang memiliki landasan secara legalitas pada suatu lahan hutan seringkali menjadi sebuah pertanyaan besar.

Pada tahun 2019 terungkap adanya sebuah pemutihan kasus di Kalimantan Barat, bahwa telah terjadi kebakaran hutan dengan maksud sebagai konversi lahan hutan berubah menjadi perkebunan sawit di Kabupaten Sintang.

Dimana terdapat dua perusahaan perkebunan sawit yang mengelolanya dan kawasan tersebut dinyatakan sebagai daerah non- Gambut dengan perubahan batas dari wilayah hutan Gambut sama pada batas yang telah ditentukan secara HGU atau Hak Guna Usaha dalam perkebunan.

Hal ini menjadi pertentangan pada salahsatu domestik pemerintah pada tahun 2018 yang menyatakan bahwa perkebunan sawit yang terlanjur digunakan pada wilayah HGU juga lahan asli dari perkebunan sawit itu lahan gambut maka diwajibkan kembali untuk melepaskan wilayah tersebut dari Hak Guna Usaha untuk direstorasi kembali menjadi hutan gambut.

Terkait pada isu ini serta dampak yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan hutan menjadi sebuah perkebunan sawit, pemerintah Indonesia melalui kebijakan diplomasi lingkungannya berusaha untuk dapat berkontribusi dalam komoditas kelapa sawit yang mengarah pada tata kelola lingkungan.

Presiden Joko Widodo mengajukan beberapa kebijakan melalui diplomasi lingkungan yang berupaya dapat menjadi sebuah alat penghubung antar negara, yang tidak hanya menjadi sebatas kepentingan pada politik tetapi juga mencakup pada dampak global yang dihasilkan. 

Kebijakan di era kepemimpinan Joko Widodo dalam isu alih fungsi lahan hutan ini disebut dengan Indonesian Sustainable Palm Oil yang didalamnya terdapat pembaharuan aturan yang diterbitkan secara khusus untuk memperkuat kebijakan dalam mencapai tata kelola pada komoditas kelapa sawit secara berkelanjutan dan membawa kebijakan ini sejalan dengan komitmen Indonesia yang juga menjadi kesepakatan secara global mengenai tujuan pembangunan secara berkelanjutan. 

Dimana pemerintah ingin memberikan citra positif komoditas kelapa sawit kepada kancah internasional serta melalui kebijakan ini pemerintah akan memberi perhatian lebih kepada isu lingkungan.

Indonesia telah mempunyai landasan hukum mengenai alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang tercantum pada Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 yang berfokus pada bidang lingkungan, secara khusus pada pengoptimalan fungsi kawasan hutan yang konversi secara berkelanjutan.

Kemudian, peraturan tersebut diperkuat kembali pada tahun 2019 oleh Presiden Joko Widodo yaitu Instruksi Presiden pada nomor 6 Tahun 2019 yang berisi Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan tahun 2019-2024.

Salahsatu fokus dalam peraturan tersebut adalah mengenai tata kelola lingkungan dan menjaga nama baik komoditas kelapa sawit melalui diplomasi. 

Maka peraturan tersebut akan berupaya menuntaskan permasalahan yang berkaitan dengan legalisasi lahan pada perkebunan kelapa sawit yang berfokus dalam meminimalisir adanya pemanfaatan serta kepemilikan sebuah lahan hutan yang dikonversi secara ilegal.

Secara berkelanjutan Presiden Joko Widodo menerbitkan sebuah kebijakan baru mengenai tata pengelolaan komoditas kelapa sawit dengan membuat sebuah program yang diberi nama Mandatori B30. 

Kebijakan tersebut menyatakan bahwa adanya  campuran sebanyak 30 persen bahan bakar biodiesel dan 70 persen berasal dari  solar.

Maka diplomasi lingkungan yang dilakukan pemerintah Indonesia telah membentuk tiga kerjasama yaitu kerjasama secara regional, bilateral serta multilateral.

Sumber : Costas M. Constantinou, Pauline Kerr & Paul Sharp. 2016. The SAGE Handbook of Diplomacy. London : SAGE Publications Ltd. Hal. 601.

Sarif, John Timotius Ambal. (2018). “Alih Fungsi Hutan Menjadi Lahan Sawit dan Perlindungan Hak Konstitusional Masyarakat Atas Lingkungan Hidup Ditinjau Dari Peraturan Perundang-undangan”. Diakses dari http://repository.maranatha.edu/26298/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun