Mohon tunggu...
Nur Sakinah
Nur Sakinah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa-Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Membaca dan mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Bagaimana Mengelola Keuangan Ekonomi dalam Menghadapi Ancaman Resesi 2023? Silahkan Cek di Sini!

9 Oktober 2022   08:42 Diperbarui: 9 Oktober 2022   09:13 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Sri Mulyani memprediksi ekonomi global akan jatuh ke dalam resesi pada 2023. Banyak pakar ekonomi juga menawarkan cara untuk mengelola keuangan  untuk menghadapi resesi 2023. Salah satunya dari Universitas Gajamada (UGM) Yogyakarta, I Wayan Nuka Lantara, PhD, dikutip dari ugm.ac.id, mengimbau masyarakat tetap tenang saat mengkaji rencana keuangan yang telah disusun sebelumnya. Ia menyebutkan bahwa penyiapan dana darurat sangat penting dikerjakan oleh masyarakat.

Sebelum kita membahas pengelolaan keuangan menghadapi ancaman resisi ekonomi, mari kenali apa itu resesi, apa penyebabnya dan bagaimana nasibnya pada salahsatu negara seperti Indonesia agar kita lebih siap sedia sebelum dibayang-bayangi resesi ekonomi.

Resesi Ekonomi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resesi adalah perlambatan atau penurunan kegiatan komersial (industri) seolah-olah perdagangan, industri,dan sebagainya berhenti. Secara teknis, resesi adalah ketika pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan tahunan negatif untuk kuartal kedua berturut-turut. Resesi atau resesi, sebagaimana dikutip dari situs resmi laman ojk.go.id, adalah keadaan di mana perekonomian sebuah negara memburuk. Resesi tersebut ditandai dengan penurunan produk domestik bruto (PDB) selama dua kuartal berturut-turut, meningkatnya pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi riil yang negatif.

Beberapa indikator yang dapat digunakan negara dalam resesi adalah penurunan PDB, penurunan pendapatan riil, penurunan lapangan kerja, penjualan ritel, dan jatuhnya industri manufaktur. Dalam kasus resesi, tingkat pertumbuhan ekonomi adalah 0%, dan dalam kasus terburuk, itu hanya  menjadi negatif. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting kemajuan dan perkembangan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tercermin dari pertumbuhan PDB.

Beberapa hal yang menyebabkan munculnya resesi ekonomi pada sebuah negara, yaitu :

  •  Inflasi

Inflasi merupakan reaksi kenaikan harga secara terus menerus. Inflasi sebenarnya bukan hal yang buruk. Tetapi inflasi yang sangat tinggi juga merupakan tanda resesi ekonomi.

  • Nilai impor lebih besar dari nilai ekspor.

Negara-negara yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya mengimpor dari negara lain. Sebaliknya, negara-negara yang memproduksi berlebih dapat mengekspor ke negara-negara yang membutuhkan barang-barang tersebut. Sayangnya, jika nilai impor melebihi nilai ekspor, bisa berdampak pada perekonomian, yaitu defisit pemerintah.

  • Pengangguran tinggi.

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mendorong perekonomian. Jika suatu negara tidak dapat menciptakan pekerjaan yang berkualitas bagi pekerja lokal, pengangguran akan meningkat. Dengan tingkat kejahatan yang tinggi, ada risiko untuk bertahan hidup.

  •  Deflasi yang berlebihan.

Inflasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan resesi ekonomi, sedangkan deflasi dapat berdampak lebih buruk. Deflasi adalah situasi di mana harga turun dari waktu ke waktu dan upah turun, yang kemudian mendorong harga turun. Deflasi paling banyak mempengaruhi pengusaha (penyedia barang dan jasa). Jika individu dan unit bisnis berhenti berbelanja nanti, itu mempengaruhi perekonomian.

  • Gelembung kesejahteraan.

Salah satu alasan resesi ekonomi adalah gelembung aset. Para investor dengan cepat menjual sahamnya dalam serangkaian perdagangan panik, yang mengaburkan lintasan ekonomi sehingga memunculkan resesi ekonomi.

  • Guncangan ekonomi yang tiba-tiba.

Secara ekonomi, guncangan ekonomi yang tiba-tiba bisa memunculkan resesi ekonomi. Berkaitan dengan banyaknya utang, individu atau kolektif. Memiliki terlalu banyak biaya, membuat dana akan meningkat secara otomatis.

  • Produksi tidak merata.

Konsumsi dan produksi merupakan basis pertumbuhan ekonomi. Menghilangkan masalah dalam siklus ekonomi ketika produksi dan skala tidak tersedia. Produksi yang ekstensif oleh konsumsi menyebabkan akumulasi. Namun, itu akan digunakan untuk tujuan komersial dan promosi. Hal ini akan menyebabkan melemahnya pengembangan diri dalam perusahaan dalam keuntungan lebih lanjut.

  • Menurunnya perekonomian.

Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran dari kantong ekonomi dari suatu negara baik atau  buruknya. Jika pertumbuhan ekonomi dieksploitasi, lalu lintas memiliki besaran ekonomi yang besar. Target akan hidup dalam kesatuan yang akan tetap ada di PDB masa depan.

  • Perkembangan teknologi.

Dalam perjalanan perkembangan teknologi, ia menghadapi reaksi resesi ekonomi. Salahsatu contoh adalah abad ke-19 mengalami gelombang kenaikan teknologi yang hemat dalam tenaga kerja.  Revolusi, juga sebagai revolusi industri, membuat semua pekerjaan menjadi usang dan memperoleh kericuhan ekonomi.

Nasib Indonesia dalam menghadapi Resesi Ekonomi

Seperti diketahui menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, peningkatan suku bunga yang mengacu pada bank sentral beberapa negara membuat bayangann resesi ekonomi global semakin realistis. Melihat reaksi dari bank sentral AS,The Fed yang menaikkan suku bunga utama sebesar 75 basis poin pada September 2022 dari 2,25-2,5% menjadi 3,3,25%, juga menyebabkan kegemparan di beberapa bank sentral di seluruh dunia.

Menghadapi hal tersebut Bank Indonesia (BI) juga memberi keputusan untuk meningkatkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin berubah 4,25%. Suku bunga deposito juga mengalami kenaikan 50 bps menjadi 3,5%, dan suku bunga pinjaman kredit naik 50bps menjadi 5%.

Meski demikian, Sri Mulyani yakin saat mengatakan perekonomian Indonesia masih cukup sehat dan aman dari resesi yang akan datang. Hal ini berdasarkan fakta pada pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2022 yang berada pada arah positif dan inflasi yang masih terkendali. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,01 persen pada kuartal I 2022. Inflasi masih terkendali di 4,35 persen Juni lalu.

"Kita (Indonesia) relatif berada dalam situasi risiko (potensi resesi) disebut 3 persen," kata Sri Mulyani pada acara konferensi pers di Nusa Dua, Rabu pada bulan Juli lalu.  Ia menyetujui polling yang dilakukan Bloomberg menjadi potensi resesi di negara-negara di dunia. Sri Mulyani juga percaya diri bahwa ketahanan ekonomi Indonesia lebih kuat dibandingkan negara lain yang mengalami resesi, seperti AS dan China yang ekonominya mengalami pelambatan pada kuartal II 2022.

Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa adanya inflasi di beberapa negara seperti Uni Eropa yang menyebabkan ekonomi dunia mengalami guncangan. Termasuk juga perang Rusia dan Ukraina, naiknya harga BBM juga pangan turut memicu inflasi naik di sebagian negara.  Indonesia sebenarnya mengalami resesi pada tahun 2020 akibat COVID-19 tetapi sejak itu pulih ke pertumbuhan positif.  Indonesia mencatat tingkat inflasi tahunan sebesar 4,35% pada Juni 2022, itu jumlah tertinggi sejak 2017.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menegaskan bahwa Anggaran negara harus tetap sehat untuk membantu masyarakat dalam krisis di masa depan. Salahsatu cara yang membatu adalah membayar pajak.

Nah, setelah kita mengetahui apa itu resesi dan nasib yang akan dihadapi oleh Indonesia ketika resesi ekonomi. Maka penulis akan membahas cara pengelolaan keuangan dalam menghadapi ancaman resesi 2023 agar kita tidak panik, dari pakar ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, I Wayan Nuka Lantara PhD,  sebagai berikut:

  • Tidak ada alasan untuk panik. Ketika berita tentang resesi 2023 melanda, orang akan panik karena harga beberapa bahan pokok melonjak. Wayan berpesan untuk umumnya menjalani kehidupan normal. Masyarakat bisa membeli produk lokal yang bermanfaat bagi perekonomian nasional dan bukan panic buying. Pasalnya, panic buying akan semakin menjatuhkan inflasi di masyarakat.
  • Selain gaji tetap, carilah alternatif penghasilan sampingan. Masyarakat merasa perlu mencari alternatif penghasilan di luar dari gaji pokok. Orang-orang dapat menggunakan hobi mereka untuk memulai bisnis dan menghasilkan pendapatan tambahan. Masyarakat  juga dapat memulai pengalaman menjual secara online mengingat dominasi e-commerce yang semakin meningkat. Selain itu, Wayan berpesan kepada masyarakat untuk terus berinvestasi secara rutin.
  • Pilih investasi yang terjamin. Wayan mengatakan, investasi terbukti efektif memerangi dampak negatif inflasi. Namun, keputusan investasi yang tepat untuk mengantisipasi krisis ekonomi global adalah dengan menempatkan dana kita lebih pada aset yang termasuk terlindungi. Dia mencontohkan jenis investasi yang bisa dilakukan dengan aman, seperti deposito, emas, dan surat berharga yang diterbitkan pemerintah. Jika ingin berinvestasi di saham, dia menyarankan berinvestasi lebih baik di saham yang aktif di sektor industri defensif yang bisa bertahan walaupun akan muncul krisis.
  • Identifikasi ulang biaya pengeluaran. Anda dapat dengan mudah memprioritaskan dengan menyelesaikan pengumpulan data untuk rencana pengeluaran bulanan Anda. Dengan menuliskan rencana pengeluaran, kita juga dapat memprediksi berapa banyak yang dapat kita hemat untuk bulan depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun