Mohon tunggu...
Jihan SakilaFirnanta
Jihan SakilaFirnanta Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Semester 4 Politeknik Negeri Jakarta dengan Program Studi Penerbitan (Jurnalistik)

Seorang Mahasiswa Penerbitan (Jurnalistik) yang memiliki antusias dan memiliki kreativitas yang tinggi. Terampil dalam hal menulis konten berita atau tulisan yang hendak dipublikasikan kepada khalayak luas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Kasus Flexing dan Kekerasan: Ini Penyebabnya

27 Juni 2023   20:57 Diperbarui: 27 Juni 2023   21:04 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini kasus memamerkan kekayaan (flexing) dan kekerasan kerap sering terjadi di Indonesia. Flexing biasanya dilakukan oleh seseorang di media sosial yang bertujuan agar semua orang bisa mengetahui dan melihat segala hal yang dimilikinya. Lalu, kasus kekerasan terjadi karena adanya masalah dengan rasa kesal sehingga menimbulkan amarah yang berujung pada penganiyaan. 

Salah satu contohnya adalah masyarakat digemparkan oleh kasus yang menyeret seorang anak pejabat pajak, Mario Dandy Satrio. Mario disorot karena tingkah lakunya yang memamerkan kekayaan orang tua, arogan, dan melakukan kekerasaan terhadap David Latumahina hingga kondisinya kritis.

Sikap arogan Mario Dandy ini mengakibatkan sang ayah kehilangan jabatannya sebagai Aparatur Sipil Negara Direkrorat Jenderal Pajak.  Ini membuktikan bahwa masih banyaknya pelanggaran hak asasi manusia yang harus diperhatikan.  

Mengapa marak anak pejabat suka arogan dan pamer kekayaan?

Flexing biasa dilakukan untuk memamerkan gaya hidup mewah yang biasa mereka lakukan pada kehidupan sehari-hari dan menunjukkan kebutuhan eksistensi diri. Perkembangan dunia digital media sosial membuat perilaku ini marak terjadi. Sikap ini menjadi suatu masalah yang bisa menampilkan citra diri dengan sangat berbeda bagi setiap individu. 

Menurut Psikolog, Meity Arianty, STP.,M.Psi., mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang bersikap arogan. Pertama disebabkan oleh faktor individu sendiri, pemicunya adalah orang tersebut mempunyai kekuasaan, harta yang lebih, status, serta kebanggaan terhadap diri sendiri.

Sifat arogan dapat timbul pada diri seseorang yang memiliki relasi dengan orang yang mempunyai kekuasaan atau jabatan, seperti orang tua, saudara, atau keluarga terdekat. Mei menjelaskan bahwa sifat arogan yang disertai dengan kekuasaan akan berbahaya dan dapat merugikan orang lain, apabila tidak dapat mengontrol diri dan emosinya. Sehingga mudah untuk melakukan tindakan-tindakan agresif.

Selain itu, Aida Malikha yang merupakan Humanika Psychology Center mengatakan kurangnya kepercayaan diri dan kompetensi diri, anak pejabat ingin menunjukkan jati dirinya dengan cara yang lain. Salah satunya dengan memamerkan gaya hidup mewahnya di media sosial. Pola asuh dalam keluarga juga mempengaruhi bentuk karakter seorang anak. Orang tua yang membebaskan dan kurang memberikan batasan-batasan akan membentuk karakter anak yang arogan.

Bagaimana cara menghindarinya?

Menurut mei, sifat arogan dapat dihindari dengan cara lebih mengendalikan diri dan mengontrol emosi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Penanganan-penanganan secara medis juga dapat dilakukan apabila merasa membutuhkan, seperti psikoterapi, konseling, ataupun obat dari dokter. Lalu, diharapkan kesadaran kepada orang tua untuk memberikan contah nilai-nilai kehidupan yang baik.

Lalu, bagaimana cara mengindari sikap flexing? dimulai dari mengubah pola pikir yang dimiliki. Selanjutnya meningkatkan rasa empati kepada lingkungan sekitar, dengan cara seperti itu berarti kita bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Karena biasanya orang yang melakukan flexing terlalu sibuk  pada diri sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun