Mohon tunggu...
Sakhiro Khoirunnisa S
Sakhiro Khoirunnisa S Mohon Tunggu... Lainnya - Klinik Etik dan Advokasi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

work until you don't have to introduce yourself to anyone

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hina Hakim di Medsos: Tantangan Baru Bagi Sistem Peradilan

26 Agustus 2024   20:00 Diperbarui: 26 Agustus 2024   21:13 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat modern, memungkinkan individu untuk berbagi informasi dan pendapat dengan cepat dan luas. Di Indonesia, fenomena ini telah menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam diskusi hukum, seringkali dengan cara yang dapat memengaruhi persepsi publik terhadap proses peradilan. Sistem peradilan di era digital saat ini menghadapi tantangan signifikan akibat meluasnya penggunaan media sosial. Penyebaran informasi yang cepat dan masif melalui platform online dapat mempengaruhi opini publik tentang kasus-kasus hukum yang sedang berlangsung. Hal ini berpotensi menciptakan tekanan eksternal pada proses peradilan dan mempengaruhi objektivitas pihak-pihak yang terlibat. Privasi para pihak yang terlibat dalam kasus hukum juga menjadi lebih rentan terekspos, yang dapat berdampak pada keamanan dan reputasi mereka. Dwi Ratna Indri Hapsari, seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang mengatakan bahwa komentar dan konten yang dihasilkan oleh netizen dapat berfungsi sebagai masukan, tetapi juga berpotensi mengganggu jalannya proses hukum. Namun, ketika partisipasi publik ini melewati batas dan berubah menjadi penghinaan terhadap hakim, muncul tantangan serius bagi sistem peradilan Indonesia. Salah satunya penghinaan terhadap hakim di media sosial yang menciptakan dilema kompleks antara kebebasan berekspresi dan perlindungan integritas peradilan. Di satu sisi, kritik terhadap putusan pengadilan merupakan hak demokratis warga negara dan dapat berfungsi sebagai mekanisme pengawasan publik. Di sisi lain, ujaran kebencian dan penghinaan terhadap hakim dapat merusak kredibilitas sistem peradilan dan mengganggu independensi hakim dalam mengambil keputusan. Keseimbangan yang tepat antara kedua kepentingan ini menjadi krusial untuk menjaga keadilan dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Tindakan menghina hakim di media sosial termasuk dalam kategori penyebaran informasi yang memiliki muatan penghinaan, dapat dijerat dengan pasal Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Adapun pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap hakim di media sosial. "Barangsiapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan dan tulisan menghina suatu penguasa atau badan hukum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah)". Pasal ini dapat diterapkan jika seseorang secara sengaja dan terbuka mengeluarkan pernyataan yang menghina atau menista hakim yang sedang menjalankan tugasnya.

Tantangan dalam menangani kasus penghinaan hakim di media sosial tidak hanya terletak pada aspek hukum, tetapi juga pada implementasinya. Penegak hukum harus mampu membedakan antara kritik yang konstruktif dan penghinaan yang merusak martabat hakim. Selain itu, karakteristik media sosial yang cepat, luas, dan sering anonim menambah kompleksitas dalam mengidentifikasi dan menindak pelaku. Diperlukan peningkatan kapasitas penegak hukum dalam memahami teknologi informasi dan forensik digital untuk mengatasi permasalahan yang dapat ditimbulkan tersebut. 

Untuk menghadapi tantangan diatas penulis memberikan beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan yakni sebagai berikut:
1.Edukasi publik
Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang batas-batas kebebasan berekspresi dan pentingnya menghormati lembaga peradilan.
2.Reformasi hukum
Meninjau kembali formulasi pasal-pasal terkait untuk memastikan keseimbangan antara perlindungan terhadap hakim dan kebebasan berekspresi.
3.Peningkatan transparansi Peradilan
Membuka ruang dialog antara lembaga peradilan dan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan publik.
4.Pelatihan digital literasi
Memberikan pelatihan kepada hakim dan aparat penegak hukum tentang dinamika media sosial dan cara merespons kritik publik secara proporsional.

Fenomena penghinaan hakim di media sosial merupakan tantangan serius bagi sistem peradilan Indonesia di era digital. Diperlukan keseimbangan yang tepat antara perlindungan integritas peradilan dan penghormatan terhadap kebebasan berekspresi. Penegakan hukum yang tegas namun proporsional, disertai dengan edukasi publik yang berkelanjutan, menjadi kunci dalam menjaga martabat lembaga peradilan tanpa mengorbankan partisipasi publik dalam pengawasan proses hukum. Sehingga dengan pendekatan yang holistik dan adaptif terhadap perkembangan teknologi, permasalahan yang dapat timbul tersebut dapat diminimalisir serta dikelola dengan efektif, sehingga keadilan tetap dapat ditegakkan di tengah dinamika masyarakatdigital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun