Pendahuluan
Menurut KBBI, Pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana dan meliputi daerah geografi yang luas. Sedangkan COVID-19 adalah kependekan dari Coronavirus Disease yang merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh coronavirus jenis baru (SARS-CoV-2).Â
WHO menyatakan COVID-19 ini sebagai pandemi dengan skala global. Dan pemerintah Indonesia merespon hal ini berdasarkan Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang dimana COVID-19 dianggap sebagai keadaan darurat kesehatan yang harus ditangani dan ditindaklanjuti.
COVID-19 ini, muncul pertama kali di daerah Wuhan, China. COVID-19 adalah serangkaian penyakit mematikan yang menyerang sistem pernapasan manusia.Â
Penyebaran virus ini sangatlah cepat melalui udara. Cepatnya persebaran virus ini pun mampu menyebar hingga ke seluruh dunia tidak terkecuali negara kita sendiri. Kasus positif COVID-19 yang pertama di Indonesia muncul di Depok tepatnya 2 Maret 2020. Karena persebarannya yang cepat, kasus positif COVID-19 ini terus ada hingga hari ini.Â
Dampak dari COVID-19 ini tidak hanya di sektor kesehatan, sektor-sektor lain seperti ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hingga budaya pun ikut terkena imbasnya.
Untuk mengurangi dampak yang disebabkan virus ini, masyarakat dan pemerintah harus saling bekerja sama melawan persebarannya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membuat kebijakan pembatasan sosial di masyarakat.Â
Kebijakan ini bersifat memaksa dan mungkin dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) karena membatasi fungsi sosial masyarakat. Namun, pemerintah akan jauh lebih melanggar HAM jika tidak mengambil tindakan dalam merespon pandemi COVID-19 ini.Â
Kebijakan ini mampu menekan angka positif COVID-19. Namun, akibat dari kebijakan ini pula berdampak pada sektor lain khususnya budaya. Dalam tulisan ini, saya sebagai penulis akan membahas tentang perubahan budaya yang terjadi akibat adanya kebijakan pembatasan sosial di Indonesia.
Pembahasan
1. Masalah
Kebijakan pembatasan sosial yang sedang berlangsung belakangan ini, berdampak cukup besar di masyarakat. Masyarakat dianjurkan untuk berdiam di rumah saja dan tidak diperbolehkan bepergian jika tidak memiliki urusan yang begitu penting.Â
Pemerintah juga membuat kebijakan yang berupa tidak diperbolehkannya berkegiatan di luar yang melibatkan orang banyak. Khususnya dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah-sekolah maupun kampus.Â
Keterbatasan ruang gerak akibat pembatasan sosial ini, membuat pemerintah dan masyarakat mencari alternatif penyelesaian agar masyarakat tetap dapat menikmati fungsi sosial mereka. Yaitu dengan memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi atau lebih dikenal dengan internet.
Dengan pemanfaatan internet ini, masyarakat tetap bisa melakukan kegiatannya walau tidak se-efektif biasanya. Masyarakat perlahan menyesuaikan dirinya dengan keadaan baru ini. Sehingga, terciptanya kebudayaan sosial baru yang bergantung dengan smartphone dan internet. Bagai pisau bermata dua, kondisi ini memiliki dampak positif dan negatif.
Persentase meningkatnya penggunaan internet dalam perekonomian di Indonesia, bisa kita lihat dari survei yang dilakukan We Are Social. Pada April 2021, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan pengguna e-commerce terbanyak.Â
Sebanyak 88,1% dari pengguna internet di Indonesia menggunakan e-commerce sebagai media mereka untuk memenuhi kebutuhannya. Ini disebabkan mudahnya melakukan transaksi dan tidak memerlukan tenaga dan waktu yang banyak dalam berbelanja. Seiring berjalannya waktu, masyarakat semakin bergantung dengan transaksi elektronik ini.Â
Seperti contoh orang lebih memilih membeli makanan lewat jasa ojek online dibanding membeli langsung di tempatnya. Dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rumah pun sama. Banyak orang lebih memilih membeli secara online karena terdapat banyak diskon dan lebih praktis.
Semakin banyaknya masyarakat yang memilih transaksi elektronik, ini juga berdampak pada UMKM. UMKM yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan secara langsung, mengalami penurunan keuntungan karena masyarakat lebih memilih transaksi elektronik.Â
Dan juga terdapat cybercrime yang dapat mengancam kelangsungan transaksi elektronik ini. Kemajuan teknologi ini juga dipergunakan oleh para pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya. Di Indonesia terdapat 25.759 laporan dari masyarakat mengenai kejahatan digital ini.Â
Penipuan online menjadi tindak pidana yang paling tinggi. Penipuan online yang dimaksud adalah penipuan berbasis internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan sehingga tidak lagi mengandalkan basis perusahaan yang konvensional yang nyata (Paryadi, 2018). Selain penipuan, kasus seperti malware, denial of service, trojan activity, serangan ransomware dan indeks data leaks juga mengancam.
Dalam sektor pendidikan, pemerintah memutuskan untuk menjalankan KBM secara daring agar keberlangsungan pendidikan Indonesia tetap berjalan dalam pandemi COVID-19. Ini merupakan langkah yang tepat jika kita lihat secara makro.Â
Pendidikan tetap bisa berjalan dan usaha untuk menurunkan angka positif COVID-19 pun terlaksana. Namun jika kita melihat secara mikro, banyak peserta didik mulai dari SD hingga tingkat perguruan tinggi, mereka tidak terlalu memahami apa yang sedang mereka lakukan. Penyerapan materi pembelajaran sangat memprihatinkan. Kecurangan dalam ujian pun sangat mungkin terjadi.Â
Jika KBM tiba-tiba dilaksanakan secara tatap muka, banyak peserta didik yang tidak siap karena sudah terbiasa dengan pembelajaran daring yang tidak efektif ini. Kurangnya interaksi secara langsung antara tenaga didik dengan peserta didik atau peserta didik dengan peserta didik, mengakibatkan lemahnya kemampuan bersosial peserta didik.Â
Hal-hal tersebut menjadi budaya di kalangan peserta didik dan ini menjadi permasalahan yang cukup serius karena sedikitnya bekal yang peserta didik punya untuk menghadapi dunia setelah pendidikan.
2. Dampak
Permasalahan yang diakibatkan dari kebijakan pembatasan sosial, memiliki dampak yang cukup besar di masyarakat. Masyarakat belum sepenuhnya siap untuk menggunakan internet. Hal ini mengakibatkan hal-hal negatif dari internet menjadi budaya baru di masyarakat.
Total kerugian akibat cybercrime berdasarkan laporan masyarakat melalui Patrolisiber mencapai hingga Rp. 5,05 triliun. Selain itu, perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia yang belum merata mengakibatkan ketimpangan antara mereka yang mengerti teknologi dengan mereka yang tidak.Â
Kurangnya pengetahuan tentang internet membuat banyak orang mudah terjebak dalam kejahatan siber. Seperti banyaknya kasus kebocoran data yang kemudian data tersebut digunakan untuk menipu orang lain di internet. Jika dibiarkan begitu saja, transaksi elektronik ini akan menjadi ladang bagi pelaku kejahatan untuk melancarkan aksinya.
Di sektor pendidikan, budaya bermalas-malasan akibat KBM daring juga mengkhawatirkan. Pemuda adalah satu-satunya harapan negara untuk melanjutkan estafet perjuangan negara. Namun, jika pemuda tidak memiliki bekal keilmuan dan kemampuan-kemampuan lainnya, masa depan negara akan mengalami kemunduran.Â
Hilangnya semangat belajar peserta didik merupakan salah satu indikator kemunduran negara. Daya saing dari peserta didik saat memasuki dunia pekerjaan pun menurun. Bonus demografi yang negara kita punya nanti akan terbuang sia-sia jika keberlangsungan pendidikan tidak di evaluasi lebih lanjut.
3. Solusi
Perkembangan teknologi komunikasi ini, walau banyak dampak negatifnya, terdapat pula dampak yang baik yang cenderung konstruktif bagi pembangunan negara. Sangat disayangkan jika pemerintah tidak menyambut hal ini dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung masyarakat untuk merdeka menggunakan perkembangan ini. Fungsi sosial yang dimiliki masyarakat dapat ditunjang oleh adanya internet.
Untuk mengatasi permasalahan ekonomi, pemerintah bisa melakukannya dengan mengevaluasi kebijakan-kebijakan terkait undang-undang tentang transaksi elektronik. UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) telah dibuat oleh pemerintah. Namun, masih banyak kerancuan di dalamnya.Â
Alih-alih melindungi masyarakat dalam bertransaksi dan berkomunikasi lewat internet, undang-undang ini terfokuskan kepada masalah-masalah lain seperti asusila, perjudian, penghinaan, pemerasan, berita bohong dan menyesatkan, berita kebencian dan permusuhan, ancaman kekerasan dan menakut-nakuti yang dimana hal tersebut jauh dari permasalahan yang seharusnya diselesaikan.Â
Pemerintah harus terus mengevaluasi undang-undang tersebut bersama dengan masyarakat agar terciptanya lingkungan transaksi elektronik yang nyaman. Juga, pemerintah harus tegas menindak lanjuti para pelaku kejahatan elektronik. Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi terkait dengan investasi bodong. Pemerintah harus bertindak tegas terhadap para pelaku dan memperlihatkan otoritasnya agar masyarakat patuh terhadap hukum.
Dalam permasalahan pendidikan, KBM harus dijalankan secara tatap muka. Namun, sebelum mempertimbangkan hal itu, pemerintah harus melihat kondisi pandemi yang terjadi terlebih dahulu. Jika belum memungkinkan untuk tatap muka, pemerintah harus mengkaji ulang terkait kebijakan KBM secara daring ini.Â
Dengan mengadakan diskusi bersama dengan pelajar-pelajar agar pemerintah dapat mengerti sudut pandang dari pelajar itu sendiri. Dan juga, cara mengajar tenaga pendidik harus dievaluasi kembali. Salah satu faktor kenapa pelajar merasa bosan dalam pembelajaran adalah karena cara ajar tenaga pendidik yang kurang menarik dan cenderung monoton.
Kesimpulan
Untuk menekan angka positif COVID-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa pembatasan sosial. Kebijakan ini cukup efektif namun mengakibatkan munculnya permasalahan di sektor lain khususnya ekonomi dan pendidikan.Â
Sulitnya mobilitas masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya membuat masyarakat bergantung pada perkembangan teknologi komunikasi yaitu internet. Masyarakat perlahan menyesuaikan dirinya dengan keadaan baru ini. Sehingga, terciptanya kebudayaan sosial baru yang bergantung dengan smartphone dan internet.Â
Terciptanya jenis transaksi baru yaitu transaksi elektronik, memberikan dampak positif dan negatif. Hal ini merupakan tugas bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat untuk menggunakan dampak positif tersebut dan mengurangi dampak negatif.Â
Masyarakat memilih untuk menggunakan transaksi elektronik karena lebih praktis dan tidak memakan tenaga terlalu banyak. Ini menjadi kebiasaan baru yang menjadikan masyarakat sangat bergantung terhadap internet.Â
Juga terdapat kejahatan di dalam dunia transaksi elektronik ini. Seperti penipuan, malware, denial of service, trojan activity, serangan ransomware dan indeks data leaks juga mengancam. Solusinya, pemerintah harus mengevaluasi kembali UU ITE dan mempertegas penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan siber.
Kebijakan pembatasan sosial ini juga berdampak pada pendidikan. Keberlangsungan pendidikan harus dijalankan secara daring. Namun, pembelajaran daring sangat lah tidak efektif. Bahkan timbul kebiasaan-kebiasaan buruk yang terjadi di kalangan pelajar. Hal ini dikhawatirkan kalau pelajar ini nanti setelah masuk ke dunia pekerjaan mereka tidak memiliki daya saing yang mumpuni. Solusinya adalah dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran secara tatap muka.Â
Namun hal ini harus mempertimbangkan kondisi yang pandemi sekarang ini. Jika pembelajaran tatap muka tidak memungkinkan dilaksanakan, maka pemerintah harus mengevaluasi kembali proses pembelajaran daring dengan diskusi bersama pelajar agar pemerintah memahami sudut pandang dari para pelajar.
Daftar Pustaka
Lidwina, Andrea. 2021. Penggunaan E-Commerce Indonesia Tertinggi di Dunia. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/06/04/penggunaan-e-commerce-indonesia-tertinggi-di-dunia, diakses pada 15 Maret 2021.
Syauqi, Ahmad. 2020. JALAN PANJANG COVID19. JKUBS 1 (1), 1-19. https://e-journal.iainptk.ac.id/index.php/jkubs/article/view/115.
Christianingrum, Ratna & Aida A.N. 2021. TANTANGAN PENGUATAN KEAMANAN SIBER DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN NASIONAL. Jakarta Pusat: Pusat Kajian Anggaran Badan Keahian DPR RI
Nurwidya, K.W. 2021. Penerapan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Indonesia dalam Prespektif Hukum dan HAM. KELUWIH: Jurnal Sosial dan Humaniora, Vol.2(1), 33--37.
Winarno, W. 2015. SEBUAH KAJIAN PADA UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE). Jurnal Ekonomi Akuntansi dan Manajemen. [Online] 10:1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H