Seiring berkembangnya zaman pola pikir masyarakat mengalami banyak perubahan khususnya dalam mencari pekerjaan. Dalam era urbanisasi saat ini mencari pekerjaan di kota terasa sangat sulit dan menantang karena dirasa tidak semudah dahulu. Oleh karena itu menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) merupakan jalan pintas yang ditempuh oleh para orang tua baik Ayah atau ibu untuk bekerja dengan harapan supaya mendapatkan uang secara mudah dan efektif.Â
Tidak sedikit ibu rumah tangga yang menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) setelah terlilit hutang kepada perseorangan maupun kepada bank emok. Terlebih penghasilan suami yang pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari atau telah berpisah dengan suami (cerai hidup/cerai mati) sehingga tidak ada alasan lain untuk tidak bekerja. Alasan mendesak seperti itu yang membuat ibu rumah tangga mengambil jalan pintas menjadi TKW dengan harapan membangun kualitas hidup keluarga yang diinginkan.Â
Seringkali kebutuhan untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga seperti inilah yang dapat memisahkan dunia anak dengan orang tuanya (Graham & Jordan, 2011; Rivard, 2012; Kurnia, 2018). Oleh karena itu, lahirlah sebuah pertanyaan yang menjadi fokus utama pembahasan kali ini yaitu bagaimana dengan ibu rumah tangga yang memiliki anak usia dini?.
Pola asuh orang tua yang bekerja diluar negeri dapat berdampak kepada kesejahteraan dan psikologi mayoritas anak-anak. Pengasuhan anak sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mendidik, mengajari serta membimbing. Hal ini apabila tidak diperhatikan akan berdampak kepada tumbuh kembang seorang anak dan meski pengasuhan orang tua digantikan oleh ayah atau ibu atau orang terdekat (kakek dan nenek atau kerabat dekat lainnya) tetapi bisa saja anak akan kehilangan figur ayah (fatherless) atau ibu (motherless) karena dari pola asuh semasa kecil akan berdampak pada perilaku anak kedepannya.Â
Tak jarang terdapat perilaku anak yang menyimpang setelah anak diasuh oleh orang tua pengganti. Tidak ingin bersekolah, menjadi manja, mudah tersinggung, marah-marah atau pemurung dan tidak ingin bersosialisasi adalah dampak dari kehilangan figur orang tua dan pola asuh orang tua pengganti yang tidak sejalan. Oleh karena itu, ibu dan ayah diharapkan dapat menitipkan anak kepada orang yang dirasa tepat dan paham akan kebutuhan serta pantangan yang sebaiknya tidak diberikan kepada anak usia dini.
Sebagaimana yang telah terjadi pada sejumlah anak-anak di suatu Lembaga yang berada di Kabupaten Bandung, dimana anak-anak tersebut ditinggal oleh ibunya untuk bekerja di luar negeri. Sebanyak dua orang anak berasal dari keluarga TKI, khususnya ibu. Seperti yang sudah dipaparkan di atas alasannya beragam antara lain seperti bercerai dengan suami, bekerja ke kota tidak menjanjikan hingga terlilit hutang. Kemudian bagaimana dengan pengasuhan anak di rumah? Pengasuhan dipegang oleh ayah namun karena Ayah sibuk bekerja jadi anak dititipkan kepada kakek nenek yang berada di kampung. Oleh karena itu, pola asuh terhadap anak harus dimaksimalkan dan diperhatikan.
Dua dari ketiga anak yang ditinggal ibu menjadi TKW dan ditinggal oleh ayah yang tidak hadir dalam kehidupan kesehariannya membuat anak tidak bisa memilih untuk tinggal bersama siapa selain dengan kakek-nenek yang dapat menerima mereka dengan baik.Â
Pola pengasuhan yang seringkali dilakukan oleh kakek nenek seringkali membiarkan anak bereksplorasi sebebas-bebasnya sehingga anak tidak mengetahui batasannya dalam bertindak tetapi menerapkan pengasuhan otoriter terhadap sikap tertentu yang diinginkan oleh sang nenek.Â
Seperti hal nya ananda RF, RF merupakan anak berusia empat tahun yang tinggal bersama nenek, kakak (6 tahun) dan paman kecilnya (5 tahun). RF dititipkan kepada nenek karena ibu yang menjadi seorang TKW dan ayah (yang telah bercerai dengan ibunya) tidak diketahui keberadaannya.Â
RF pernah meminta uang ke sembarang orang karena tidak mengetahui perbedaan antara  keluarga dan masyarakat, dengan tindakan seperti itu RF seringkali mendapatkan teguran dari guru dan ledekan dari teman-temannya. Ketika diberitahu oleh guru kalo mau jajan dan meminta uang itu hanya boleh ke nenek saja, RF menangis dan bercerita seringkali ia dimarahi oleh nenek karena hal sepele dan membuatnya trauma apabila tidak menuruti kemauan neneknya. Sedangkan perilaku RF di sekolah sangat pendiam apabila bersama teman-temannya namun menjadi hyperactive apabila mengobrol bersama guru di sekolah.Â
Perilaku seperti ini sungguh perilaku yang serius apabila tidak ditangani langsung dan diharapkan tidak akan terulangi. Untung saja guru dari lembaga tempat RF belajar menerapkan Langkah prefentif yang cukup baik meliputi pengarahan terhadap nenek yang seorang diri mengurus RF dan guru akan terus mendidik serta memantau perkembangan RF setelah kejadian tersebut.
Selain RF dengan pola asuh nenek otoriter dan permisif, terdapat RDT yang menjadi contoh pola asuh nenek yang demokratis dan permisif. RDT merupakan anak berusia 3 tahun yang sudah ditinggal oleh ibu pergi TKW tetapi pengasuhan neneknya masih dibersamai oleh ayahnya. Pengasuhan yang diterapkan nenek RDT adalah pengasuhan demokratis karena tercermin bagaimana neneknya bersosialisasi dengan lingkungannya.Â
Sikap RDT di sekolah lebih banyak diam daripada biasanya dan tidak selalu pergi keluar kelas untuk memastikan keberadaan sang nenek, mengingat baru ditinggalkan oleh ibunya TKW sejak baru 2 bulan yang lalu. Sebelum ditinggal ibu TKW, RDT pergi ke sekolah bersama ibunya dan sering bersosialisasi dengan teman sebaya seperti anak pada umumnya namun sekarang cukup membatasi diri dan manja terhadap neneknya.
Pola asuh pada anak yang ditinggal ibu bekerja di luar negeri  cenderung tidak berfokus pada satu pola asuh melainkan bersifat campuran meliputi pola asuh demokratis, otoriter dan permisif pada anak. Pola asuh demokratis ditandai dengan orang tua pengganti yang percaya pada kemampuan anak, pola asuh otoriter ditandai dengan anak yang harus patuh pada perintah orang tua atau orang pengganti dan pola pengasuhan permisif ditandai degan orang tua yang tidak peduli terhadap apa yang dilakukan oleh anak (Salafuddin et al, 2020., dalam Hasanah dan Indris, 2022).Â
Pola asuh erat kaitannya dengan perilaku, hal ini akan berdampak pada sikap anak di sekolah yang tidak fokus belajar, suka menyendiri hingga tak jarang menjadi bahan bullying teman-temannya karena perilaku yang tidak ia sadari telah menyimpang. Sejauh sikap anak yang tidak merugikan dirinya dan lingkungannya pola pengasuhan nenek yang seperti itu masih dapat dimaklumi.Â
Referensi:Â
- Hasanah, S. (2022). DAMPAK POLA ASUH TERHADAP PEMBENTUKAN PERILAKU ANAK TKW. Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha, 4(3), 115-121.
- Kurnia, I. W. Pola Asuh yang Diterapkan Para Istri TKI dan Dampaknya Pada Anak Mereka: Sebuah Studi Kasus di Desa Prayungan, Bojonegoro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H