Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin, S.H., S.U., M.I.P. Menteri Kooridnator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia dalam Rapat Paripurna DPR Komisi III meminta para DPR Komisi III untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Tranksaksi Uang Kartal dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Disebutkan dalam media Kompas Mahfud MD meminta hal ini disahkan agar tidak ada lagi korupsi yang merajalela dan transaksi misterius yang terjadi di dalam pemerintah,Â
Hal ini ditolak oleh Bambang Wuryanto. Ketua DPR Komisi III dan Politisi PDID biasanya dipanggil Bambang Pacul, ia beralasan kalau Dewan Perwakiklan Rakyat (DPR) belum bisa mengesahkan RUU Pembatasan Uang Kartal, karena akan berimas pada anggota dewan itu sendiri, bahkan jika disahkan anggota DPR bisa menangis.Â
"Presiden pernah nanya sama saya RUU Pembatasan Uang Kartal. Pak Presiden, kalau RUU Pembatasan Uang Kartal (disahkan), pasti DPR nangis semua," "Kenapa? Masa dia bagi duit harus pakai e-wallet, e-wallet-nya cuma 20 juta lagi. Enggak bisa, Pak, nanti mereka nggak jadi (anggota DPR) lagi." kata Bambang saat rapat bersama Menko Polhukam Mahfud MD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Mendengar jawaban Bambang para anggota komisi II yang ikut rapat tertawa sementara Mahfud MD tersenyum kecut sambal menggelengkan kepala pada saat Rapat. Alasan lain juga dikatakan oleh Lalola bahwa sudah menjadi praktik politik uang sudah menjadi hal yang biasa dalam partai politik dan sudah tradisi umum.
 Nama Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul masuk ke jajaran trending di Twitter. Ia menjadi bahan obrolan warganet gara-gara ucapannya yang menyinggung soal kekuasaan 'ibu'. Ucapan Bambang Pacul itu dilontarkan ketika dirinya memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III bersama Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD. Mahfud mengaku pemerintah akan lebih mudah memberantas korupsi apabila ruu itu telah disahkan.Â
Kemudian, Bambang Pacul mengungkap kalau pihaknya tidak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal apabila belum ada perintah dari 'ibu'. Bambang Pacul tidak menerangkan siapa sosok 'ibu' yang dimaksud.Â
Bambang Pacul mengungkapkan kalau untuk pengesahan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal itu harus bicara dengan para ketua partai. Ia mengatakan kalau pernyataannya itu juga berlaku pada anggota DPR lainnya. Bambang menyebut kalau seluruh anggota parlemen itu bakal tunduk ke pimpinannya. Oleh sebab itu, Bambang Pacul meminta kepada Mahfud untuk tidak mengupayakan pengesahan ruu di ruang rapat melainkan langsung menghadap ketua umum partai.
Tentu saja, pernyataan yang kontroversial tersebut mengundang kekesalan dari banyak warganet. Selain itu, Bambang Pacul juga pernah mengatakan kepada masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang hanya memiliki citra di media sosial. Menurutnya, alangkah lebih baik apabila melihat dari rekam jejaknya yang dapat menjawab tiga hal, yaitu kapasitas, karakter, dan kompetensi. Lalu, bagaimana pandangan saya atau pendapat saya terhadap masalah di atas.Â
Pernyataan dari Bambang Pacul tersebut seolah-seolah menunjukkan kalua DPR adalah wakil ketua parpol (partai politik) bukan dewan perwakilan rakyat. Menurut saya dengan dikatakannya hal tersebut oleh Bambang Pacul, semakin menunjukkan kepada kita Rakyat Indonesia bahwa anggota DPR duduk di kursi tersebut bukan untukn menyalurkan atau membawa aspirasi suara rakyat, tapi mereka justru menikmati semua fasilitas mewah yang berasal dari uang rakyat, hanya untuk taat dan tunduk kepada ketua umum partai politik.
Hal tersebut tentu memberikan pandangan yang berbeda tentang DPR kepada masyarakat dan diri saya, yang seharusnya DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat, menjadi Dewan Perwakilan ketua umum partai politik. Padahal, sebenarnya mengesahkan RUU tersebut merupakan wewenang dari DPR, tapi mengapa Bambang Pacul justru mengatakan jika dirinya tidak berani untuk mengesahkan RUU tersebut sebelum diberikan lampu hijau atau persetejuan dari atasannya, yang tidak lain adalah ketua partai. Lalu, yang tidak mencerminkan bahwa anggota DPR itu mewakili rakyat adalah mereka justru memikirkan dirinya masing-masing.Â
Sebagai contoh, Jika RUU pembatasan transaksi uang kartal itu telah disahkan Bambang merasa bahwa para anggota dewan keberatan dengan RUU tersebut, karena akan memberikan kerugian kepada mereka. Sikap dari Bambang Pacul serta para anggota DPR lainnya, sangat tidakpatut untuk dicontoh dan seharusnya dengan sikap seperti itu, mereka tidak pantas untuk berada di kursi tersebut. Apa gunanya Dewan Perwakilan Rakyat jika yang dipikirkan oleh para anggotanya hanya diri mereka masing-masing.Â
Padahal, sebelum melaksanakn tugasnya di jabatan itu, para Menteri akan bersumpah dengan posisi kitab suci berada di atasnya. Bagaimana Indonesia mau menjadi negara maju jika orang-orang di Indonesia saja tidak takut dengan tuhan. Saya dan masyarakat lainnya hanya bisa berharap bahwa dengan pengakuan Bambang Pacul yang kontroversi tersebut dapat menjadi titik pijak untuk mengatur kembali keberadaan fraksi yang bukan alat kelengkapan dewan, tapi terlalu mengintervensi kedaulatan dan independensi anggota dewan. Dominasi fraksi sudah seharusnya dikurangi meski disadari tidak ada anggota DPR tanpa partai politik, karena hanya partai politik yang diamanatkan konstitusi untuk ikut pemilu.