Mohon tunggu...
Bahrudin WahyuAji
Bahrudin WahyuAji Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka politik menguasai berbagai macam teori politik dan sangat menguasai teori politik lokal

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menelisik Hubungan Perdagangan Indonesia-Israel Dalam Perspektif Realisme

3 April 2023   01:30 Diperbarui: 3 April 2023   01:33 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa hari belakangan isu tentang penolakan delegasi Israel dalam gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia menjadi memanas setelah beberapa organisasi masyarakat dan kepala daerah menyerukan untuk penolakan delegasi Israel hadir dan bertanding di Indonesia. Tentu hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan masyarakat Indonesia tentang bagaimana sebenarnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel. Apakah Indonesia dan Israel memang tidak memiliki hubungan diplomatic maupun bilateral? Hal tersebut perlu kita telisik sebagai referensi pengetahuan sejarah hubungan internasional antara kedua negara tersebut.

Israel merupakan negara Timur Tengah yang dikelilingi oleh Laut Tengah, Lebanon, Suriah, Mesir, dan Gurun Sinai.  Kemudian pada 29 November 1947 dengan diawali dengan Resolusi Majelis Umum PBB yang berisi tentang pemisahan wilayah Palestina menjadi dua bagian. Kebijakan tersebut yang sampai hari ini dikenal sebagai Resolusi 181 itu akhirnya dijalankan. Hal tersebut, merupakan bencana besar bagi masyarakat Palestina yang secara tidak langsung mereka akan terusir dari tanah mereka sendiri.

Pendiri negara Israel yang merupakan Ketua Yishuv (Ketua Komunitas Yahudi di Palestina), Ben Gurion pertama kali mendeklarasikan negara Israel di Museum Tel-Aviv di hadapan 250 tamu undangan. Hal yang menjadi bias adalah dalam deklarasi berdirinya negara itu, Ben-Gurion tidak menyebutkan batas-batas wilayah Israel. Hal tersebut didasari atas asumsi para pendiri Israel yaitu jika batas-batas wilayah Israel disebutkan, tentu negara arab di sekitarnya tidak akan sepakat akan hal tersebut. Pendiri negara Israel, Ben-Gurion akhirnya menjadi perdana Menteri sekaligus Menteri pertahanan pertama Israel dan banyak dipuja oleh seluruh masyarakat Israel atas dedikasinya kepada Israel. Setidaknya, ia menjabat dari 1948-1953, kemudian Ben-Gurion menjabat lagi pada 1955-1963. Ia dikenal sebagai bapak pendiri bangsa.

Kependudukan Israel atas wilayah Palestina dengan tindakan kekerasan dikecam oleh banyak pihak termasuk Indonesia. Sebab, Palestina merupakan salah satu negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto bahkan sebelum Proklamasi 1945 yaitu pada 6 September 1944 oleh mufti besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dan disebarkan ke seluruh dunia. Kemudian, Palestina juga membantu Indonesia dalam proses lobi untuk pengakuan kemerdekaan kepada negara-negara di kawasan arab (Liga Arab). Oleh karena itu, selain dimensi teologi atau agama, serta konflik kemanusiaan yang terjadi di Israel, ada variabel historis kenapa Indonesia sangat dekat dengan Palestina.

Dalam konstitusi Indonesia secara gamblang menyampaikan "bahwa kemerdekaan hak segala bangsa dan penjajahan di dunia harus dihapuskan." Oleh karena itu, sebagai amanat konstitusi membela kepentingan Palestina dan mengecam seluruh tindakan Zionisme di Israel adalah wajib hukumnya dalam politik diplomasi Indonesia.

Jika menelisik ke belakang, Sukarno sebagai Presiden pertama Republik Indonesia juga berbicara lantang akan penjajahan dan kolonialisme di dunia. Dalam pidatonya di hadapan pengadilan Belanda di Bandung pada 1930 yang berjudul "Indonesia Menggugat", Sukarno menyampaikan secara lantang bahwa menolak segala bentuk penjajahan manusia terhadap manusia dan menolak segala bentuk penjajahan bangsa terhadap bangsa. Sukarno yang seorang anti-kolonialisme dan anti-imperialisme menjadi tokoh terdepan dengan Gerakan non-blok di antara 2 blok kekuatan barat (Amerika) dan Timur (Uni Soviet) untuk mendukung kemerdekaan Palestina.

Yang paling monumental adalah ketika Sukarno tidak mengundang Israel dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung. Dalam konteks keolahragaan, Sukarno juga melarang Timnas Indonesia bertanding dengan Timnas Israel pada kualifikasi piala dunia 1958 dan tidak mengundang Israel dan Taiwan dalam Asian Games 1962. Hal tersebut berimplikasi kepada Indonesia yang akhirnya dilarang mengikuti Olimpiade Tokyo 1964. Tidak gentar, Sukarno membuat event tandingan yaitu, GANEFO (Games of the New Emerging Force) di Jakarta yang mengundang negara-negara dunia ketiga di Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa meski tanpa persetujuan negara-negara barat.

Berdasarkan fakta sejarah yang telah diuraikan di atas akan timbul pertanyaan, Apakah Indonesia sama sekali tidak berhubungan dengan Israel? Oleh karena, itu akan kita elaborasi hubungan bilateral Indonesia-Israel terkhusus dalam konteks perekonomian dan perdagangan yang ternyata tidak seperti apa yang diuraikan di atas. Walaupun, secara sikap politik internasional Indonesia tetap bersama-sama mendukung kemerdekaan Palestina.

Dalam ilmu hubungan internasional yang merupakan salah satu disiplin ilmu yang masih baru dalam rumpun humaniora mulai banyak dibicarakan sejak akhir Perang Dunia I dan berkembang pesat ketika akhir perang dunia II. Di antara pertanyaan tentang hubungan internasional adalah bagaimana sebuah negara menentukan kebijakan dalam menghadapi kekuatan dunia? Apa dasar dalam menentukan kebijakan terhadap negara lain? Bagaimana menentukan kebijakan tersebut?

Dalam konteks Indonesia-Israel akan kita analisis melalui pendekatan realisme yang banyak dipopulerkan oleh E.H Carr, Motgenthau dkk.

Dalam prespektif realisme negara merupakan actor utama dan mewakili unit analisis dalam kajian hubungan internasional. Realisme menggunakan konsep sistem dalam pengertian interrelasi bagian-bagian dan merujuk pada sistem internasional. Organisasi internasional seperti PBB, IMF, FIFA dll dapat dianggap sebagai aktor mandiri dan bukan sebagai aktor dominan sebab statusnya dipengaruhi oleh kebijakan internasional sebuah negara. Secara prinsip, realisme menjelaskan bahwa hubungan internasional adalah hubungan antar negara dalam bentuk pertarungan kekuatan dan setiap negara berusaha meningkatkan power-nya.

Dalam realisme negara merupakan aktor utama dalam proses hubungan internasional dan dalam konteks kajian ini biasanya memiliki domain politik internasional, keamanan, dan diplomasi.

Dalam rangka menganalisis hubungan Indonesia-Israel, pendekatan realisme akan menjadi pisau yang setidaknya mampu menguraikan bagaimana negara Indonesia yang tidak memiliki hubungan diplomatik tapi bukan berarti tidak memiliki hubungan bilateral ataupun strategi keamanan.

            Menurut, Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 3 tahun 2019 tentang Hubungan Luar Negeri oleh Pemda, terdapat beberapa poin pasak yang mengatur tentang hubungan luar negeri Indonesia dengan negara lain. Dalam Bab X Hal Khusus, poin B Hubungan RI-Israel yang terdapat dalam Pasal 150-151. Berbunyi, "Sampai saat ini Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, dan menentang penjajahan Israel atas wilayah dan bangsa Palestina, karenanya Indonesia menolak segala bentuk hubungan resmi dengan Israel." (Pasal 150)

Dalam melakukan hubungan dengan Israel kiranya perlu diperhatikan prosedur yang ada dan selama ini masih berlaku: 

a. tidak ada hubungan secara resmi antara pemerintah Indonesia dalam setiap tingkatan dengan Israel, termasuk dalam surat menyurat dengan menggunakan kop resmi; 

b. tidak menerima delegasi Israel secara resmi dan di tempat resmi; 

c. tidak diizinkan pengibaran/penggunaan bendera, lambang, dan atribut lainnya serta pengumandangan lagu kebangsaan Israel di wilayah Republik Indonesia; 

d. kehadiran Israel tidak membawa implikasi pengakuan politis terhadap Israel; 

e. kunjungan warga Israel ke Indonesia hanya dapat dilakukan dengan menggunakan paspor biasa; dan 

f. otorisasi pemberian visa kepada warga Israel dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan HAM c.q. Direktorat Jenderal Imigrasi. Visa diberikan dalam bentuk affidavit melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura atau Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bangkok.

(Pasal 151)

Indonesia memang tidak memiliki hubungan secara diplomatik dengan Israel, akan tetapi dalam konteks perdagangan nilai ekspor-impor Indonesia-Israel cukup tinggi. Bukan hanya dewasa ini, sejak 1980-an Indonesia pernah membeli lebih dari 30 pesawat Skyhawk dari Israel yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi memalui operasi Alpha. Tidak hanya membeli, para pilot juga dilatih secara langsung oleh instruktur dari Israel. Memang dalam kacamata politik hal tersebut terlihat aneh, sementara Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel akan tetapi pesawat yang dibutuhkan Indonesia hanya ada di Israel. Oleh karena itu, pemerintah membuat operasi seolah-olah pilot Indonesia dilatih oleh instruktur Amerika Serikat dan pesawat tempur juga seolah-olah didatangkan dari Amerika Serikat.

Pada tahun 2020, Indonesia juga mendatangkan produk persenjataan dan amunisi dengan kode (Trade Classification 891) dari Israel senilai US$ 1,32 juta. Di tengah isu pemboikotan tentang Israel, Indonesia masih rutin mengimpor produk senjata, amunisi dan berbagai produk lainnya dari Israel. Sepanjang 2020 nilai total impor Indonesia-Israel mencapai US$ 56,54 juta. Jumlah tersebut merupakan 0,03% dari jumlah total nilai impor pada 2020 yaitu US$ 141,57 miliar.

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga memiliki catatan lima golongan barang utama yang diimpor dari Israel sepanjang 2020. Barang impor tersebut terdiri dari produk mesin pemroses data beserta perangkatnya dengan nilai US$ 39,5 juta. Peralatan telekomunikasi dan suku cadangnya dengan nilai impor US$ 3,9 juta. Peralatan manual dan mesin dengan nilai US$ 3,7 juta. Mesin jilid untuk percetakan dengan nilai US$ 1,4 juta. Yang terakhir adalah senjata dan amunisi senilai US$ 1,32 juta. Dalam studi kasus tersebut pemerintah mengklaim bahwa proses jual beli melalui perantara negara ketiga.

Dari pembahasan mengenai kebijakan luar negeri dan hubungan dagang Indonesia-Israel didapatkan bahwa walaupun secara diplomatik Indonesia-Israel tidak memiliki hubungan, kerja sama khususnya dalam bidang teknologi dan persenjataan masih terjadi bahkan sejak era orde baru. Walaupun dengan klaim proses jual-beli melalui negara ketika bukan tidak mungkin proses jual beli tersebut dilakukan secara langsung antara pihak pertama dan pihak kedua.

Dalam perspektif realisme. Pertama, hal tersebut menjadi bukti bahwa dalam hubungan internasional negara merupakan aktor utama dalam proses pengambilan kebijakan. Dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer Di Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan Dan Tentara Nasional Indonesia mengatur bahwa hanya otoritas negara dalam konteks ini adalah Menteri pertahanan yang boleh mengeluarkan ijin untuk ekspor, impor pembelian, penjualan, produksi, pemilikan, penggunaan, penguasaan, pengangkutan, penghibahan, peminjaman, pemusnahan senjata api harus dengan persetujuan dan ditandatangani Menteri pertahanan.

Sebab, dalam kasus seperti operasi alpha negara secara sembunyi-sembunyi membeli pesawat tempur dari Israel dan mengirimkan pilotnya untuk berlatih di sana. Kedua, negara sebagai otoritas mutlak untuk mengambil kebijakan seperti yang disampaikan penganut realis juga membenarkan adanya hubungan perdagangan antara Indonesia-Israel dan hal tersebut merupakan hak mutlak yang dimiliki oleh otoritas negara dalam proses hubungan luar negeri. Ketiga, dalam pandangan realis, negara yang merupakan aktor rasional memiliki pertimbangan dan penetapan tujuan atas berbagai konsekuensi yang didapat akibat kebijakan luar negeri tersebut. Dengan menggunakan operasi Alpha, pemerintah orde baru menjadi aktor yang sangat rasional dengan mempertimbangankan kebutuhan persenjataan dan kondisi politik yang tidak memungkinkan untuk dilakukan secara terbuka, maka negara memakai mekanisme operasi rahasia dalam proses pembelian pesawat Skyhawk dari Israel. Kemudian melalui mekanisme negara ketiga juga menjadi bukti negara sebagai aktor rasional dalam mekanisme pembelian produk senjata maupun teknologi dari Israel. Keempat, keamanan nasional adalah masalah utama. Dengan melihat uraian produk yang diimpor dari Israel dapat kita lihat bahwa banyak sekali produk senjata, amunisi, teknologi, dan suku cadang yang itu berkaitan erat dengan keamanan nasional yang juga sepakat dalan prespektif realisme bahwa setiap negara berusaha menambah kekuatannya.

            Secara diplomatik Indonesia-Israel memang tidak berhubungan, akan tetapi dalam konteks hubungan perdangan, Indonesia dan Israel sudah sejak dari dulu melakukan transaksi perdangan dengan nominal yang cukup fantastis terkhusus transaksi dalam bidang persenjataan. Kebijakan tersebut tentu diambil dengan pertimbangan yang rasional dengan manajemen resiko yang sudah diperhitungkan oleh otoritas terkait yaitu negara.

            Dalam pandangan realisme, negara sebagai aktor tunggal, aktor rasional dan dengan atas dasar keamanan nasional memiliki otoritas untuk melakukan hubungan internasional dengan negara mana pun. Pada dasarnya hubungan internasional adalah proses pertarungan kekuatan dan setiap negara akan berusaha untuk menambah power atau kekuatannya di hadapan internasional dengan alasan keamanan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Admind. (2022, November 18). Mengenal Ganefo, Pesta Olahraga yang Pernah Ada di Masa Soekarno. Diambil kembali dari bakai.uma.id: https://bakai.uma.ac.id/2022/11/18/mengenal-ganefo-pesta-olahraga-yang-pernah-ada-di-masa-soekarno/

Adryamarthanino, V. (2023). Sejarah Hubungan Indonesia dan Israel. Jakarta: Kompas.com.

Affan, H. (2017). Hubungan rahasia Indonesia-Israel: Operasi Alpha, temu Suharto-Rabin, pembelian pesawat tempur. BBC News Indonesia.

Ahdiat, A. (2023). Nilai Perdagangan Indonesia dengan Israel (2018-2022). databoks.

Iswara, A. J. (2021). Sejarah Berdirinya Negara Israel. Tel Aviv: Kompas.com.

Moru, O. O. (2022). Agama dan Politik: Perbandingan Sosio-Historis Antara Konteks Indonesia dan Kerajaan Israel Bersatu. Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity(JIREH), 104-123.

Pebrianto, F. (2021). Soal Impor Senjata dari Israel, Jubir Prabowo: Tak Ada Pengadaan Kemenhan. Jakarta: Tempo.

Reditya, T. H. (2022). Palestina Mengakui Kemerdekaan Indonesia Bahkan Sebelum Proklamasi 1945. Kompas.com.

Saeri, M. (2012). Teori Hubungan Internasional Sebuah Pendekatan Paradigmatik. Jurnal Transnasional,, 1-19.

Suwiknyo, E. (2023). Bung Karno dan Sejarah Rumit Hubungan Indonesia-Israel. Jakarta: Bisnis.com.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun