Mohon tunggu...
Sajidah Syawala Raisya
Sajidah Syawala Raisya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga Fakultas Keperawatan

Saya adalah mahasiswa Universitas Airlangga Fakultas Keperawatan angkatan 2023

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Melawan Malaria: Inovasi dan Tantangan Terkini

14 Juni 2024   23:12 Diperbarui: 15 Juni 2024   00:05 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Malaria: Penyakit yang disebarkan oleh nyamuk ini menjadi salah satu penyebab utama kematian. Bagaimana kita bisa memberantas penyakit ini di beberapa bagian dunia, dan bagaimana kita dapat terus maju dalam upaya mengeliminasi malaria?

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang sangat menular dan menyebabkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi, terutama pada anak-anak dan wanita hamil. Malaria disebabkan oleh parasit protozoa Plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Plasmodium falciparum merupakan spesies Plasmodium yang paling umum dan menyebabkan penyakit yang berat. Plasmodium falciparum bersifat endemik di 95 negara di lima benua, dengan sekitar 48% dari populasi dunia atau 2,48 miliar orang berisiko terinfeksi malaria. Infeksi pada manusia dimulai ketika sporozoit memasuki aliran darah melalui gigitan nyamuk Anopheles yang telah terinfeksi Plasmodium. Berdasarkan data statistik WHO (World Health Organization), diperkirakan terdapat 608.000 kematian terjadi di seluruh dunia akibat malaria pada tahun 2022 dengan tingkat kematian 14,3 kematian per 100.000 populasi yang berisiko.

WHO dan berbagai organisasi penelitian independen di seluruh dunia terus berusaha mengatasi infeksi mematikan ini. Para ahli dari berbagai lembaga penelitian global bekerja keras untuk menghentikan bencana ini melalui berbagai strategi, termasuk pengembangan obat dan kombinasi antimalaria baru. Dalam upaya mengembangkan obat, para peneliti juga mempertimbangkan resistensi terhadap obat malaria, karena beberapa obat antimalaria telah menjadi kurang efektif akibat berkembangnya resistensi. Resistensi terhadap Plasmodium falciparum biasanya muncul di wilayah dengan tingkat penularan rendah, seperti Asia Tenggara dan Amerika Selatan, sebelum menyebar ke daerah dengan penularan tinggi seperti Afrika Sub-Sahara. Obat-obatan yang mengalami resistensi awal meliputi klorokuin, sulphadoxine-pyrimethamine, artemisinin, piperaquine, dan mefloquine. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap berkembangnya resistensi obat termasuk praktik terapi obat yang tidak tepat, ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan, dan penggunaan obat tunggal. 

Ketidakpatuhan pasien seringkali disebabkan oleh efek samping seperti mual, muntah, dan pusing yang muncul selama pengobatan berkepanjangan. Selain masalah resistensi, efektivitas hampir semua obat antimalaria dalam mencapai targetnya juga dipertanyakan. Banyak dari obat ini memerlukan rejimen terapeutik dengan dosis harian yang tinggi, yang memperparah efek samping. Selama dua dekade terakhir, hanya beberapa seri senyawa kimia yang telah diidentifikasi dan digunakan dalam praktik klinis sebagai obat antimalaria baru, termasuk aminoalkohol, sesquiterpene trioxanes, dan naphthoquinones. 

Di sisi lain, pengembangan analog dari obat antimalaria yang sudah ada merupakan pendekatan penting dan lebih mudah untuk merancang intervensi kemoterapi baru, yang dapat mengatasi tantangan dalam identifikasi dan optimalisasi senyawa baru sebagai obat antimalaria yang efektif. Analog klorokuin, yang memiliki inti mirip artemisinin, saat ini sedang diuji klinis untuk pengobatan malaria tanpa komplikasi. Pengembangan Argemone mexicana juga menjadi temuan dari pengembangan obat antimalaria yang berasal dari produk alami sebagai obat antimalaria yang terbaik untuk saat ini. Beberapa antibiotik seperti doksisiklin, azitromisin, klindamisin, tetrasiklin, dan fosmidomisin juga digunakan secara klinis sebagai mitra kombinasi untuk pengobatan malaria. 

Selanjutnya, terdapat terapi kombinasi dengan obat antimalaria yang meningkatkan kemanjuran terapeutik serta juga dapat menunda perkembangan resistensi. Kombinasi berbasis artemisinin (ACT) direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama untuk malaria falciparum tanpa komplikasi di seluruh dunia. Selain itu, juga terdapat kemajuan, dengan peluncuran bertahap vaksin malaria pertama RTS,S/AS01 dan vaksin malaria kedua R21/Matrix-M, yang direkomendasikan WHO pada tahun 2023 dan diharapkan dapat meningkatkan pasokan vaksin skala luas di daerah dengan beban tinggi.

Beberapa inovasi yang diperoleh di atas juga memiliki beberapa tantangan yang menghambat upaya penanggulangan malaria, termasuk akses layanan kesehatan yang terbatas, konflik dan keadaan darurat yang terus berlanjut, dampak COVID-19 yang masih ada pada pemberian layanan, pendanaan yang tidak memadai, dan implementasi intervensi malaria inti yang tidak merata. Tantangan lainnya yang terjadi secara terus-menerus seperti kurangnya investasi dalam program dan penelitian malaria, dan ancaman yang muncul dari parasit yang terus berkembang serta perubahan iklim juga dapat menghambat kemajuan menuju eliminasi malaria.

Kesimpulan:

Inovasi dan kolaborasi internasional membawa harapan besar dalam upaya mengeliminasi malaria. Kemajuan dalam penelitian dan pengembangan obat antimalaria baru, vaksin, serta berbagai upaya pengembangan lainnya menunjukkan bahwa kita semakin dekat dengan tujuan ini. Vaksin seperti RTS,S/AS01 (Mosquirix) dan berbagai obat baru yang sedang diuji klinis memperkuat harapan untuk masa depan tanpa malaria. Komitmen untuk penguatan sistem kesehatan dan edukasi masyarakat juga merupakan langkah strategis untuk menghadapi tantangan yang akan membawa kita lebih dekat ke masa depan tanpa malaria, menyelamatkan jutaan nyawa dan meningkatkan kualitas hidup di seluruh dunia.

Referensi:

Andang Miatmoko, Rifda Tarimi Octavia, Tamasa Araki, Takeshi Annoura, Retno Sari. Advancing liposome technology for innovative strategies against malaria, Saudi Pharmaceutical Journal, Volume 32, Issue 6, 2024, 102085. https://doi.org/10.1016/j.jsps.2024.102085

Pandey, S. K., Anand, U., Siddiqui, W. A., & Tripathi, R. (2023). Drug Development Strategies for Malaria: With the Hope for New Antimalarial Drug Discovery---An Update. Advances in Medicine, 2023, 1--10. https://doi.org/10.1155/2023/5060665

Venkatesan, P. (2024). The 2023 WHO World malaria report. The Lancet Microbe, 5(3), e214. https://doi.org/10.1016/s2666-5247(24)00016-8

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun