Mohon tunggu...
Saipul Bahri
Saipul Bahri Mohon Tunggu... Dosen - Don't who is the most sharp But who is the best most seriously

Penikmat Kopi dan Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

POLITIK EKOLOGI DAN TUKAR GULING KEPENTINGAN

22 September 2019   11:00 Diperbarui: 22 September 2019   18:45 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kedua, Perizinan terhadap alih fungsi hutan. Kepala daerah sebagai pemegang otoritas tertinggi diberikan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus daerah sesuai dengan mandat yang diberikan undang-undang, salah satu kewenangan yang diberikan ialah kepala daerah berhak untuk mengeluarkan serta menetapkan status perizinan. Tukar guling kepentingan politik berupa surat izin alih fungsi hutan menjadi bagian dari deal-deal politik yang tak bisa dihindarkan pasca konstelasi pemilu usai. Misalnya saja, jumlah korporasi raksasa per 2015 yang secara hukum telah mendapatkan  IUPHHK di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau sebanyak 13 perusahaan, diantaranya : PT. Salim Ivomas, PT. Tunggal Mitra, PT. Gunung Mas Raya, PT. Sindora Seraya, PT. Jatim Jaya Perkasa, PT. Lahan Tani Sakti, PT. Cibaliong Tunggal, PTPN III, PT. Sapta Karya Damai, PT. Palma Inti Indah, PT. Asam Baru Sawit, PT Asam Jawa, PT KAN.

Korporasi merupakan mesin atm yang berpengaruh terhadap bencana kabut asap, kedepan bukan hanya jumlah perusahan yang bertambah tetapi luas cakupan lahan setiap korporasi pasti akan selalu bertambah dan merambah pada keutuhan luas hutan negara dan hutan adat.

Ketiga, Pelemahan masyarakat adat/ulayat. Upaya pada pengemasan isu-isu ekonomis mengarah pelemahan masyarakat ulayat yang seharusnya mengikat secara norma dan moral pada keberlangsungan sumber daya alam akhirnya meredup. Hegemoni yang mengarah pada sebuah pragmatisme melihat bahwa hutan adalah sumber ekonomis semata. Sebuah makna di mana banyak orang memilih mengabaikan nilai-nilai ekologis yang berkelanjutan, objektif dan memilih pada perubahan arus sosial. Degradasi ekologis dalam kehidupan masyarakat ulayat pun kurun waktu terkikis.

Sampai akhirnya, terhadap 3 poin mendasar ini harus segera diakhiri, tukar guling kepentingan yang tersistematis antara pemimpin daerah dengan korporasi harus diubah menjadi tukar kepentingan pemimpin daerah dengan masyarakat, begitu memang seharusnya. Pemilu harus menjadi kekuatan untuk berkolaborasi, khususnya di daerah. Melahirkan figur yang berintegritas, inovatif, dan cerdas terhadap keberlangsungan ekologis. Berintegritas dan Inovatif dalam merumuskan pembangunan menjadi hal yang amat penting untuk memperhatikan keberlanjutan sumber daya alam. Sedangkan cerdas disatukan dalam kepahaman ekologis, sehingga masyarakat makmur oleh potensi alam, dan potensi alam tetap lestari. Jangan ada lagi bencana asap, semoga berakhir...!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun