PPPK, Solusi sekaligus “Polusi”.
PPPK untuk Honorer tertentu.
Pemerintah Indonsia telah membuka penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2021yang dimulai pada 30 Juni hingga 14 Juli 2021 lalu. Pembukaan penerimaan PPPK ini merupakan langkah baru yang ditempuh Pemerintah untuk merekrut masuk dalam Aparatur Sipil Negara. Dalam Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) diatur tentang perbedaan PNS dan PPPK. PNS adalah Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. Sedangkan PPPK adalah Pegawai ASN yang diangkat untuk diperkerjakan dengan perjanjian kontrak dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Salah sektor yang masuk dalam jalur PPPK adalah sector pendidikan. Dalam tahun ini perekrutan guru tidak lagi melalui jalur CPNS melainkan melalui seleksi PPPK. PPPK Guru adalah guru yang berada di bawah naungan Pemerintah tetapi bukan PNS dan yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu. Guru yang diangkat akan diberikan gaji yang besarannya berdasarkan golongan dan masa kerjanya. Adanya jalur PPPK ini dapat disyukuri sebagai solusi pemerintah untuk mengurangi dan memberi kesempatan kepada guru honorer menjadi bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, secara keseharusannya sangatlah naïf jika perekrutan sector pendidikan harus melalui jalur PPPK. Perekrutan pada jalur ini selain masalah, juga memberikan “polusi”. Hal ini disebabkan dalam mengikuti prosesi perekrutan tidak semua guru honorer bisa mengikutinya. Hanya guru honorer tertentu yang memenuhi persyaratan untuk mengikutinya. Dalam aturan perekrutan PPPK guru, yang menjadi persyaratan yang harus dipenuhi leh guru honorer diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajeman PPPK, berikut syarat dan kriteria untuk dapat mengikuti seleksi PPPK 2021 yang salah satunya adalah Terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Pentingnya pendaftaran di Dapodik mengingat melalui laman ini akan didaftarkan oleh operator untuk memperoleh Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Sedangkan untuk memperoleh NUPTK ini, seorang guru honorer telah bertugas paling sedikit 2 tahun. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Persesjen Kemdikbud No.1 Tahun 2018 tentang penerbitan NUPTK bagi GTK pada poin ke-9 yakni “Bagi yang berstatus bukan PNS pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat telah bertugas paling sedikit selama 2 (dua) tahun secara terus menerus yang dibuktikan melalui surat keputusan pengangkatan dari ketua yayasan atau badan hokum lainnya dan SK Penugasan/pembagian jam mengajar dari kepala sekolah/kepala yayasan”.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka guru honorer yang lama bertugas masih dibawah 2 tahun harus bisa mengelus dada dan pasrah dalam keadaan yang tabah serta harus ikhlas mengajar. Regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah di atas adalah regulasi yang tidak memberikan kesejahteraan bagi guru honorer. Betapa tidak, hanya untuk menjadi tenaga kontrak dilingkup pemerintahan saja, banyak sekali persyaratan yang mengatur dan menyekat sehingga tidak semua guru honorer diberikan ruang untuk mengikuti seleksi. Guru Honorer yang bertugas dibawah 2 tahun mau tidak mau, suka tidak suka, senang tidak senang, harus bisa menerima kenyataan pahit ini. Problematika kesejahteraan guru honorer ini tentu tidak menjawab tujuan dari sila ke-5 dalam Pancasila yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kemerdekaan belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi hanyalah konsep yang tidak direalisasikan dalam kehidupan nyata khususnya pada diri guru honorer. Harusnya jika ingin konsep merdeka belajar itu nyata maka sebaiknya sebaiknya Pemerintah bisa merekrur semua guru honorer menjadi bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak perlu diuji lagi kualitasnya sebagai pendidik.
Nasib Calon Sarjana Pendidikan.
Kebijakan dan aturan perekrutan tenaga pendidik atau guru melalui PPPK dengan segala macam regulasi berdampak kepada calon sarjana pendidikan yang akan atau baru lulus. Pasca lulus dan memperoleh ijazah, sarjana pendidikan tidak bisa mengikuti program perekrutan tenaga ASN jalur PPPK. Regulasi yang demikian ganas, hanya membuat sarjana pendidikan yang baru harus gigit jari. Selain itu, jikalau diharuskan untuk tetap mengajar maka mereka (sarjana pendidikan) mengajar dengan status tenaga honorer. Seharusnya dalam menbuat kebijakan, pemerintah, perlu memikirkan besar kecil kemungkinan yang terjadi. Pemerintah jangan hanya melihat sebagian sisi lalu lupa dengan sisi yang lain sehingga hanya akan menciptakan pengangguran baru dari sektor pendidikan yakni para lulusan sarjana muda profesi pendidikan. Kampus yang sebelumnya menjadi inkubatur kemanusiaan, berubaha seketika menjadi pabrik pengangguran sebab menyumbangkan pengangguran yang semakin banyak dalam sector pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H