Logika adalah salah satu cabang filsafat yang berpangkal pada penalaran. Selain itu logika juga dikatakan sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu, sehingga dapat disimpulkan bahwan logika sebagai jembatan penghubung antara filsafat dan ilmu. Menurut Irving M. Copi, logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum untuk membedakan penalaran yang benar dari penalaran yang salah.Â
  Dilihat dari pengertian tersebut mempelajari logika amatlah penting, namun sebelum mempelajari logika ada baiknya kita mengetahui sejarah dari ilmu logika tersebut. Sejarah perkembangan pemikiran tentang logika terbagi menjadi tiga yaitu abad Yunani Kuno, abad pertengahan, dan abad modern.
  Pada abad Yunani kuno (226 SM -- 334 SM) Zeno dari Citium pelopor kaum Stoa disebut sebagai figur utama yang meletakkan istilah logika, namun akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para filsuf mazhab Elea. Zeno membagi ajarannya dalam tiga bagian: fisika digambarkan sebagai lading dan pohon, logika sebagai pagarnya, dan etika sebagai buahnya.Â
  Kemudian seiring perkembangannya, logika dikatakan sebagai ilmu (logika Scientia) berkat karya Aristoteles yaitu To Organon yang memuat tentang (I). Kategoriat (berisi logika istilah dan prediksi), (II) Peri Hermeneias (tantang logika proposisi), (III) Analityca Protera (tentang silogisme dan pemikiran), (IV) Analityca Hystera (berisi tentang pembuktian), (V) Topica (tentang metode berdebat), (VI) Peri Sophistiskoon (tentang kesalahan berfikir).Â
  Aristoteles menjadi pelopor dari penyelidikan tentang logika yang memberi banyak sumbangan terhadap ilmu pengetahuan. Menurut Aristoteles, alam semesta tidaklah dikendalikan oleh serba kebetulan, oleh keinginan atau kehendak Dewa yang terduga, melainkan tingkah laku alam semesta itu tunduk pada hukum-hukum rasional. Dari pendapatnya itulah muncul pemikiran bahwa manusia perlu memertanyakan setiap aspek dunia alamiah secara sistematis dan harus memanfaatkan pengamatan empiris, serta alasan-alasan logis sebelum mengambil keputusan.
  Pada tahap awal Aristoteles menyusun logika sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berfikir untuk memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan, dan pada tahap berikutnya logika disebut dengan nama "analitika" dan "dialektika". Analitik adalah ilmu logika yang berdasarkan pada premis-premis yang diasumsikan benar sedangkan dialektika adalah ilmu logika yang berdasarkan pada premis-premis yang masih diragukan kebenarannya.Â
  Selanjutnya pemikiran logika Aristoteles dilanjutkan oleh Theoprastus dan kaum Stoa mengembangkan logika proposisi dan bentuk-bentuk berfikir sistematis. Kemudian Galeneus, Alexander Aphrodisiens, dan Sexus Empiricus melakukan sistematisasi logika dengan mengikuti cara geometri, yaitu metode ilmu ukur.
  Memasuki abad pertengahan perkembangan logika masih berkaitan dengan konsep logika Aristoteles, kemudian seiring perkembangannya logika baru muncul dengan nama logika Antiq yang tumbuh berkat pengaruh filsuf Arab. Pada abad XIII-XV logika modern ini mengalami perkembangan dengan ditemukannya metode baru oleh Raymond Lullus dengan nama metode Ars Magna, yaitu metode seperti aljabar pengertian untuk membuktikan kebenaran-kebenaran tertinggi.Â
  Pada abad ke-7 Masehi agama Islam mulai berkembang di daratan Arab dan pada abad ke-8 agama Islam telah meluas ke Barat. Setelah Islam mulai menyebar banyak karya-karya ilmiah Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa, sehingga dalam sejarah Islam pada abad ini diberi julukan sebagai abad terjemahan. Salah satu tokoh logika yang terkenal dalam Islam adalah al-Farabi (873 -- 950 M) yang dikenal sebagai guru kedua setelah Aristoteles disebabkan karena kemampuannya dalam memahami Aristoteles.Â
  Al-Farabi memiliki kemahirannya dalam bahasa Grik Tua (Yunani Kuno), sehingga ia banyak menyalin karya-karya Aristoteles dan ahli-ahli Grik lainnya dalam berbagai bidang ilmu. Perkembangan logika sempat mengalami kemunduran bahkan ilmu logika dianggap tidak bernilai. Namun pada abad ke-XIII sampai abad ke-XV mulai muncul tokoh-tokoh logika seperti Roger Bacon, Petrus Hispanus, Wilhelm Ocham, dan Raymundus Lullus, merekalah yang mengangkat kembali ilmu logika sebagai salah satu ilmu yang penting sejajar dengan ilmu-ilmu lainnya.
  Kemudian perkembangan ilmu logika memasuki abad modern, dimana pada abad ini logika disibukkan dengan berbagai metode-metode ilmu logika yang dikemukakan para tokoh logika. Thomas Hobbes dalam karyanya Leviathan, John Lock dalam karyanya Essay Cocerning Human Undestanding, Francis Bacon dengan logika induktif-murninya dalam Novum Organum, Rene Descartes dengan deduktif-murni dalam Discourse De Methode dan lain sebagainya.Â
  Descartes melengkapi logikanya dengan analisis geometri dan aljabar yang mempunyai beberapa kelebihan, yaitu tidak menerima apapun sebagai benar sebelum diyakini sendiri bahwa itu benar, memilah masalah menjadi bagian-bagian kecil untuk mempermudah penyelesaian, berfikir runtut dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit, dan memiliki perincian yang lengkap serta pemeriksaan menyeluruh sehingga tidak ada yang terlupakan.Â
  Pada perkembangan selanjutnya banyak para tokoh ilmuan yang ambil peran dalam perkembangan pemikilan ilmu logika seperti Immanuel Kant dengan konsep logika transendental dalam karyanya Kritik der Reinen Vernunft, G. W Leibniz mengungkapkan tentang simbolisme bagi konsep-konsep implikasi antara konsep-konsep dan ekuivalensi konseptual, F. H Bradley dalam karyanya Priciples of Logic yang merumuskan bahwa keputusan merupakan unit dasar struktur pikiran, dan masih banyak tokoh-tokoh lainnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H