PT Badak Natural Gas Liquefaction atau lebih dikenal dengan PT Badak NGL adalah perusahaan penghasil gas alam cair (LNG (Liquid Natural Gas) terbesar di Indonesia dan salah satu kilang LNG yang terbesar di dunia. Perusahaan ini berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur, dan memiliki 8 process train (A - H) yang mampu menghasilkan 22,5 Mtpa LNG (juta metrik ton LNG per tahun). PT Badak NGL merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Kota Bontang maupun Indonesia.
PT Badak NGL dibentuk pada 26 Nopember 1974 oleh Pertamina, Huffco Inc., dan JILCO (Japan Indonesia LNG Company) dengan komposisi kepemilikan saham Pertamina (55%), Huffco Inc.(30%) dan JILCO (15%). Dalam perjanjian kerjasama disebutkan bahwa PT Badak NGL tidak akan memperoleh keuntungan dari usaha ini. PT Badak NGL hanya menjadi salah satu jaringan di tengah rantai bisnis LNG. Dengan demikian PT Badak NGL lebih merupakan operating organization yang bersifat non profit.
Bermula dari ditemukannya cadangan gas alam dalam jumlah yang sangat besar di dua area terpisah.
Area pertama terletak di Lapangan Gas Arun, Aceh Utara, yang ditemukan oleh Mobil Oil Indonesia di akhir tahun 1971. Area kedua adalah Lapangan Gas Badak, Kalimantan Timur yang ditemukan oleh Huffco Inc. di awal tahun 1972. Kedua perusahaan ini bekerja di bawah Production Sharing Contracts dengan Perusahaan Tambang Minyak Negara Indonesia, Pertamina.
Saat itu bisnis LNG belum banyak dikenal dan hanya ada empat kilang LNG di seluruh dunia dengan pengalaman 3-4 tahun pengoperasian. Walau tanpa pengalaman sebelumnya di bidang LNG, Pertamina, Mobil Oil, dan Huffco Inc., bersepakat untuk mengembangkan proyek LNG yang dapat mengekspor gas alam berbentuk cair dalam jumlah besar.
Sejarah mencatat bahwa proyek ini memang didasari oleh optimisme dan ambisi kuat dengan keyakinan atas kuatnya permintaan pasar. Bulan-bulan penuh kerja keras pun dijalani oleh Pertamina, Mobil Oil, dan Huffco Inc.untuk menjual proyek kepada dua konsumen LNG potensial, penyandang dana potensial, dan mitra potensial di seluruh dunia. Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan disepakatinya kontrak penjualan LNG terhadap lima perusahaan Jepang: Chubu Electric Co., Kansai Electric Power Co., Kyushu Electric Power Co., Nippon Steel Corp dan Osaka Gas Co. Ltd, pada tanggal 5 Desember 1973.
Kontrak yang kemudian dikenal sebagai “The 1973 Contract” itu berisi komitmen dari para pembeli untuk mengimpor LNG Indonesia selama 20 tahun, yang saat itu kilang LNG belum selesai didirikan. Sementara itu, di pertengahan 1977 Pertamina telah menyepakati untuk mensuplai LNG dari kedua kilang LNG yang akan dibangun dalam waktu 42 bulan. Dengan didirikannya kilang-kilang LNG, maka pembuatan kapal tanker untuk armada transportasi dan pembangunan beberapa terminal penerima, termasuk jadwal pengatur pembiayaan atas proyek-proyek itupun harus dilaksanakan juga secara simultan.
Berkat kerjasama berbagai pihak, proyek besar inipun telaksana. Hal ini tentu tak lepas dari adanya dukungan perusahan-perusahaan asing, bank, lembaga-lembaga keuangan serta kerjasama dari tiga Negara: Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat. Berbekal optimisme, ambisi dan kerja keras bersama, tinta sejarah pun telah digoreskan LNG Badak tercatat sebagai tombak dari sejarah industri LNG Indonesia.
PT Badak NGL selama lebih dari 33 tahun telah memberikan kontribusi yang cukup besar di perindustrian gas internasional sehingga PT Badak NGL dikenal sebagai perusahaan Operating Organization profesional yang terpercaya dan dapat diandalkan.
Dalam komitmennya terhadap lingkungan sekitarnya, PT Badak NGL telah menyelenggarakan program-program pembangunan lingkungan, meliputi infrastruktur, pendidikan, kesehatan, keagamaan, pemuda, olahraga, dukungan untuk orang cacat, elevasi kemiskinan, pemberdayaan masyarakat dan peluang bisnis. Masyarakat di sekitarnya dapat menikmati sarana dan prasarana, yang dikembangkan, seperti konstruksi jembatan dan dermaga nelayan.
Donasi untuk pendidikan dan penelitian yang didistribusikan melalui beasiswa untuk SD, SMP, siswa SMA di seluruh Kota Bontang dan mahasiswa Universitas Mulawarman dan Politeknik Negeri dan Politeknik Pertanian Samarinda.