Fenomena ini juga menimbulkan pertanyaan mendalam tentang kredibilitas program beasiswa dan cara dana publik digunakan. Apakah mereka benar-benar membutuhkan bantuan keuangan atau malah menyalahgunakan kesempatan ini untuk menjalani gaya hidup yang mahal?
Faktor pendorong yang kuat dari fenomena hedonisme tersebut adalah lingkungan sosial dan tekanan dari teman sebaya. Di lingkungan kampus, terlibat dalam interaksi dengan orang-orang yang memiliki sumber daya keuangan yang lebih tinggi dapat mendorong penerima KIPK untuk mengikuti gaya hidup mewah.Â
Tekanan untuk terlihat sukses, bergaul dengan orang-orang tertentu, dan merasa diterima dalam lingkungan sosial tertentu seringkali mengarah pada perilaku konsumtif yang tidak sejalan dengan keuangan mereka.Â
Penerima KIPK mungkin mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka, yang seringkali menyebabkan mereka membelanjakan lebih banyak uang daripada yang seharusnya.Â
Selain itu, manajemen keuangan yang buruk dapat menyebabkan perilaku hedonis. Penerima KIPK mungkin menghadapi kesulitan untuk memahami apa yang mereka butuhkan dan inginkan jika mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang mengelola keuangan pribadi.Â
Seringkali, ketidakmampuan untuk mengatur prioritas ini menyebabkan pola pengeluaran yang tidak terkendali dan gaya hidup konsumtif. Penerima KIPK mungkin tidak memiliki pengalaman atau keterampilan yang diperlukan untuk mengelola uang, yang dapat menyebabkan keputusan finansial yang kurang bijak.
 Hedonisme di kalangan penerima KIPK bukanlah sekadar masalah individual, tetapi mencerminkan dinamika sosial yang lebih besar. Hal ini menyoroti tantangan pendidikan keuangan yang perlu diatasi untuk memastikan bantuan finansial bermanfaat secara maksimal bagi yang membutuhkannya.Â
Dampak hedonisme pada program KIPK mencakup aspek yang memengaruhi tidak hanya penerima manfaat langsung, tetapi juga keseluruhan efektivitas dan integritas program tersebut. Salah satu dampak yang signifikan adalah penyalahgunaan dana yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan dan kebutuhan pokok.Â
Ketika penerima KIPK menggunakan dana ini untuk menjalani gaya hidup mewah, mereka menyimpang dari tujuan utama program beasiswa, yaitu membantu mereka yang kurang mampu.Â
Penyalahgunaan dana seperti ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap program bantuan, yang seharusnya memberikan bantuan ini kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
Untuk mencegah terjadinya hal-hal di atas seperti gaya hidup hedon dan penyalahgunaan dana bagi mahasiswa penerima KIPK, maka program beasiswa harus memberikan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan kepada mahasiswa tersebut, seperti bimbingan keuangan dan pembinaan bagi penerima manfaat.