Mohon tunggu...
Saiful Rahman
Saiful Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Tinggal di Kabupaten Bondowosi, Jember dan Banyuwangi Jawa Timut

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelacur Solehah

31 Maret 2019   00:10 Diperbarui: 31 Maret 2019   00:14 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rosa sangat gembira menyambut kedatangan Danis Kenthok di sebuah wisma pelacuran di Puger. Janji membuatkan Facebook buat Rosa ditepati malam itu. Kebetulan bukan malam minggu, jadi ruang tamu wisma sepi dari pengunjung.

Senyum indah yang tergaris pada bibir seksi Rosa, seperti sedang menyambut sang kaisar yang baru datang dari medan perang.

Entahlah, kenapa Rosa terlihat begitu romantis menyambut kedatangan Danis Kenthok. Padahal Cuma sekali saja bertemu. Karena gantengkah dia, baikkah, atau itu hanya anggapan semu Danis Kenthok yang sedang menderita penyakit Jablay kronis?

Rosa menarik tangan Danis Kenthok untuk duduk ditaman wisma, sebab diruang tamu suara musik dangdut koplo cukup mengganggu percakapannya.

Saat Danis Kenthok duduk di kursi taman, aliran darah kelelakiannya mulai memenuhi saraf sensitif dan otak kotornya.

Rosa malam itu terlihat begitu cantik dimatanya, bagai bidadari yang tak bisa kembali ke kahyangan lantaran selendangnya telah dicuri orang.

Penampilannya tak kalah dengan Purel-purel yang bertarif jutaan. Tangan dan betisnya terlihat begitu bersih dan mulus. Sungguh jauh berbeda jika dibanding dengan para pelacur yang mangkal di persawahan Desa Kasiyan.

"Sampean mau minum apa mas Danis?" Tanya Rosa dengan nada suara manja, dengan gestur layaknya perempuan priyayi.

"Aku pesan kopi saja" Danis mencoba bersikap wibawa bak bangsawan mengimbangi gaya kepriyayian Rosa, walaupun masih saja tampak kegugupannya.

Tak lama kemudian Rosa keluar membawakan secangkir kopi. "Sampean tunggu disini dulu, ya? Aku masih mau Sholat Isyak. Habis Sholat, ajari Rosa bikin facebok, loh!"

Wusshh!! 
Kata Sholah Isyak yang keluar dari mulut Rosa menghempas udara kotor yang memenuhi otak Danis Kentok. Urat syaraf yang menegang menjadi mengkerut kembali.

"Sholat Isyak? Pelacur juga rajin sholat?"

Danis Kenthok hanya tertegun melihat Rosa berlalu untuk melaksanakan ibadah sholat isyak.

Bagaimana mungkin sosok pelacur yang berlumur dosa dan nista masih rajin melakukan ibadah, masih aktif berkomunikasi dengan tuhan layaknya kaum religius lainnya?

Sekitar lima belas menit Rosa keluar dengan sumringah dari ruang wisma sambil menggenggam HP menghampiri Danis Kenthok.

Sementara Si Danis Kenthok sudah tak bersemangat lagi mengajarinya membuatkan akun facebook. Dan sepertinya uang yang ada di dalam dompetnya, tidak akan keluar banyak untuk pengeluaran selain secangkir kopi dihadapannya.

" Kamu, tiap harinya memang rajin sholat?" Tanya Danis Kenthok kepo.

"Ya iyalah, kenapa, aneh? Aku kan juga muslim?"

"Kenapa kamu masih sholat? Tidakkah perbuatanmu ini dilarang agama?"

"Iya aku tahu. Aku kalau tidak sholat malah semakin berdosa, Mas!. Aku melakukan pekerjaan ini karena terpaksa. Kalau bisa memilih, aku takkan memilih ini. Dan aku berharap kelak Tuhan mengampuniku dan membimbingku ke jalan yang tidak membuat aib keluarga."

Danis diam tertegun. Suasana hening sejenak.

"Sampai kapan kamu disini dan menjadi seperti ini?" Tanya Danis Kenthok mulai berempati.

"Setiap minggu aku kirimkan uang untuk orang tuaku dan anak perempuanku. Sisanya aku tabung untuk bekal usaha saya dirumah nanti."

"Mau usaha apa, kamu?"

"Aku mau buka usaha cafe yang ada nasi goreng originalnya, mas"

"Terus, apa kamu juga gak merasa bersalah pada isteri isteri pelangganmu?"

"Ya, hati nurani sebagai sesama perempuan, ada. Tapi kan saya tidak tahu, apa mereka yang kesini ini sudah punya isteri atau belum. Yang penting saat berhubungan, aman dari penyakit HIV. Makanya, saya selalu sediakan Kondom. Dan satu lagi saya gak mau kalau diajak "gendakan"

"Tarifnya kamu, emang berapa sih sekali main?"

"Kalau umumnya 150 ribu, mas. Tetapi gak harus segitu. Bila tak cukup uangnya dia, asalkan buat sewa kamar cukup, saya tak pernah marah"

"Kenapa begitu?"

"Saya beranggapan, tuhan telah mengatur rezeki masing masing orang. Dan saya beranggapan, biarlah, gak apa apa, asalkan dia tidak berselingkuh dengan tetangganya, atau tidak melakukan perkosaan."

Danis Kenthok lantas tertunduk, mendengar kisah kisah mulia Rosa ketika menghadapi para tamu yang tidak cukup uangnya. Dan kelak ia juga ingin berangkat Haji ke Mekkah.

"Kok Mas Danis tanya soal tarif? Mas Danis emang punya uang? Gak punya, juga gak papa, kok! Asalkan Rosa diajari bikin akun facebook, untuk mas Danis Gratis deh."

"Nggak, aku udah nggak minat. Waduh iya, aku masih ada janji sama teman, ini uang kopinya, Aku pamit dulu ya, Rosa?" 
"Loh, gimana, katanya mau ngajari Rosa facebook-an?"

Danis Kenthok secepatnya berlalu dari hadapan Rosa. Seolah olah tak mendengar ucapannya, Ia bergegas ke tempat parkir sepeda motor.

Dalam perjalanan pulang, ia merenung: bukankah pelacur juga manusia, pelacur juga boleh hidup mulia dengan caranya, palacur juga boleh salehah? 
Dan kini Danis Kenthok sudah lagi berminat memberdayakan Rosa melalui jejaring facebook. Dan tak ingin lagi berbuat melampaui batas kepadanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun