Aku langsung menuju rumah Ridwan. Kali ini aku benar-benar ingin tahu atasa dasar apa dia ngomong yang nggak-nggak tentang Ayah.
Sesampainya didepan rumahnya, aku benar-benar menampakan emosidan kekesalan bercampur air mata yang meleleh. Kulihat Ridwan tengah asik bermain kartu.
"Aku pengenngomong sama kamu" aku menarik tangan Ridwan, kufikir ini saatnya pembuktian
"Apa sih Ni, gue lagi males rebut. Lagi asik main neh"
"Sekarang kamu jawab sejujur-jujurnya, atas dasar apa kamu bilang ayah aku banci"
Ridwan tertawa.
"Kamu jawab! Aku butuh kejujuran kamu. Apa selama ini kamu fikir nggak sakit hatiselalu kamu ejek begitu. Setiap malam aku kepikiran tau nggak. Menerka-nerka, bahkan Ayah sendiripun aku curigai"
Ridwan diam, kulihat ada keraguan.
"Awalnya aku cuma iseng ledekin kamu aja. Tapi sebenarnya apa yang aku omongin juga beralasan. Ibuku tahu kalauayah kami itu banci, yang suka mangkal dimalam hari"
"Kamu jangan asalnuduh"
"Iya itu ibuku yang bilang,aku juga pernah lihat ayahmu pake rok terus lipstick merah,dia berdiri dijalan simpang. Kalo nggak salah jam dua belasan, aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Waktu itu aku baru pulang dari rumah Fajar"